Mohon tunggu...
Rodhiyah Nur Isnaini
Rodhiyah Nur Isnaini Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia

Masih terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dukung Anak Bereksplorasi

3 November 2020   02:45 Diperbarui: 3 November 2020   03:18 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Memberikan kesempatan bereksplorasi untuk anak, berarti memberikan pengalaman berharga dalam hidupnya."

Anak usia dini adalah gudangnya kreativitas. Maka dari itu, kreativitas perlu diasah dan dikembangkan dengan cara yang tepat. Salah satunya dengan menggunakan metode eksplorasi. Metode yang cukup efektif untuk melatih jiwa kepemimpinan, kreativitas, kemandirian, kerja sama, keberanian, kepercayaan diri, komunikasi, dan perkembangan-perkembangan lainnya.

Terlebih pada tahap usia 1-5 tahun, dimana tubuh dan otak anak sudah mulai berkembang dengan pesat. Anak mulai mengamati lingkungannya dan meniru apa yang berada di sekitarnya. Anak akan belajar banyak hal.

Perkembangan kreativitas melibatkan tiga aspek yang saling berkaitan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Seperti kisah Fauzan, seorang anak yang rumahnya berdekatan dengan masjid. Fauzan setiap hari mendengar suara adzan yang selalu dikumandangkan di masjid, dalam hal ini aspek kognitifnya yaitu mengenal dan mengingat kembali apa yang telah didengar. Karena seringnya mendengarnya, timbulah rasa tertarik untuk terus mendengarkan suara adzan, hal ini berkaitan dengan aspek afektifnya. Kemudian Fauzan mulai menirukan suara adzan dengan prosedur dan diikuti dengan sikap tubuh yang baik dan tepat, hal ini berkaitan dengan psikomotornya.

Kita juga bisa menyaksikan kisah-kisah seseorang yang telah berhasil mengeksplorasi kreativitas dalam dirinya. Seperti Albert Einstein, gagal ujian masuk universitas, namun teorinya sangat berpengaruh dan sampai sekarang masih digunakan; Helen Keller, walaupun buta dan tuli, namun tetap mengabdikan hidup untuk menolong orang-orang kurang beruntung; Abraham Lincoln, sering mengalami kegagalan dan seharusnya sudah lama menyerah, namun semangatnya berhasil membawanya menjadi presiden Amerika Serikat; Anwar Sadat, bocah petani yang menjadi pegawai muda yang kemudian difitnah atas tuduhan penghianatan, namun masih saja menumbuhkan semangat dan akhirnya menjadi Presiden Mesir; Galileo, dibesarkan untuk menjadi seorang penjahit, namun malah keluar dari pabrik dan menjadi tokoh sejarah; serta anak jalanan yang melarat dan hidup di perkampungan kumuh Polandia, namun berhasil menjabat sebagai Perdana Menteri Israel, Menachem Begin.

Jika menyimak secara seksama kisah biografi tokoh-tokoh di atas, mereka menciptakan riwayat bebas bereksplorasi dengan semua hal, sehingga kreativitas dapat berkembang dengan sangat baik. Terlepas dari apa perannya ---dunia pendidikan, ekonomi, bisnis, hukum, atau peran-peran kehidupan lainnya--- menerima diri sendiri dan berkeinginan untuk terus tumbuh di setiap proses kehidupan adalah pilihan yang sangat tepat. 

Alam menjadi sarana bermain yang mampu meningkatkan daya eksplorasi anak. Eksplorasi yang cukup akan membuat daya nalar anak terasah. Memang benar eksplorasi ada resikonya, salah satunya yaitu menjadi kotor. Seperti kalimat persuasive dalam iklan yang menyebutkan bahwa "berani kotor itu baik." Anak akan mencoba menyentuh benda-benda yang dianggap asing, mencium baunya, membuat aneka bentuk, dan aktivitas-aktivitas lainnya yang secara tidak langsung anak belajar dari pengalamannya sendiri (discovery learning).

Karena itulah jangan takut ketika anak berhadapan dengan hal kotor, seperti pasir, tanah, atau lumpur. Kita sebagai orang dewasa perlu menanamkan bahwa menjadi kotor tidaklah buruk. Anak akan memperoleh kepuasan bermain di alam bebas, dalam hal ini tentu tidak akan sama seperti saat bermain di dalam kelas atau di rumah.  Selain itu anak akan menganggap penting nilai-nilai keindahan, seperti: kebersihan lingkungan dan tubuh, hewan di sekitar, dan cara merawat tanaman yang baik. Anak juga akan bebas berekspresi tanpa ada hambatan, seperti: berteriak, berlari, melompat, atau ekspresi-ekspresi lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun