Oleh karena itu, perilaku disiplin menjadi langkah tepat dalam hal ini, sebagai konsekuensinya banyak orangtua yang melakukan tindakan dengan  mengambil hak bermain gadget.Â
Tetapi orangtua terkadang merasa terlalu keras terhadap hal tersebut, sehingga mengurungkan hukuman yang akan diberikan.Â
Amy berpendapat, "jika Anda menawarkan disiplin keras sebelumnya, itu tidak berarti Anda tidak boleh mendisiplinkan sekarang. Sangat penting bahwa Anda konsisten dengan disiplin."
Ketika kita menunjukkan inkonsistensi, anak akan merasa kebingungan yang berakibat masalah terhadap perilaku.Â
"Jadi ketika kita keras kemarin, tunjukkan pada anak bahwa Anda masih akan menegakkan aturan hari ini," pungkas Amy.
Ada juga di mana orangtua merasa terlalu lelah untuk menegakkan aturan. Merasa seperti telah kehilangan banyak tenaga untuk sekedar memberikan konsekuensi pada anak.Â
Pada akhirnya memilih untuk membiarkan tindakan anak dan berpikir akan memberikan konsekuensi di lain waktu. Namun dengan pemikiran konsekuensi di lain waktu, anak akan berpikir bahwa hal tersebut bukanlah suatu keadilan. Anak-anak juga tidak mempunyai patokan antara benar atau pelanggaran.
Mari sebagai orangtua atau calon pendidik kumpulkan tenaga ekstra untuk memperbaiki masalah perilaku tersebut. Â Konsekuensi merupakan bagian penting untuk membuat anak belajar "sebab-akibat," sehingga anak nantinya dapat disiplin, bertanggung jawab, dan dapat membuat keputusan yang baik dan tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H