COACHINGÂ UNTUK SUPERVISI AKADEMIK: HARMONI REFLEKSI GURU YANG LEBIH HUMANIS
Oleh: Iis Isnaeni
(Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.3. Coaching Untuk Supervisi Akademik)
Â
"Seorang guru yang baik seperti lilin--membakar dirinya sendiri untuk menerangi yang lain." (Mustafa Kemal Atatrk)
Sebuah ungkapan yang luar biasa menggambarkan sosok seorang guru yang baik. Ibarat sebuah lilin kecil yang berpendar dalam cahayanya, mengorbankan dirinya (sepenuh hati memberi kebermanfaatan ilmu) agar dapat memberikan penerangan bagi muridnya (menjadi insan lebih baik).
Mendidik bukanlah perjuangan yang mudah dan perlu waktu yang panjang. Mendidik perlu ilmu yang mumpuni dan ditunjang dengan ketulusan sepenuh hati dalam menjalani setiap langkah yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, memperbarui keilmuan dalam profesionalitas perlu dilakukan seorang guru agar senantiasa mengikuti perkembangan pendidikan dari masa ke masa. Murid terus berganti, waktu terus bergulir, pendidikan juga harus mengalir pada zamannya masing-masing.
Supervisi Akademik dengan Teknik Coaching
Salah satu tujuan pengembangan kompetensi diri adalah agar guru menjadi otonom, yaitu dapat mengarahkan, mengatur, mengawasi, dan memodifikasi diri secara mandiri (self-directed, self-manage, self-monitor, self-modify). Untuk dapat membantu guru menjadi otonom, diperlukan paradigma berpikir dan prinsip coaching bagi orang yang mengembangkan. Tersedia: https://lms24-gp.simpkb.id/mod/icontent/view.php?id=518511
Supervisi akademik adalah serangkaian proses berkelanjutan yang memberdayakan kompetensi yang dimiliki guru dalam perbaikan kualitas profesionalitasnya. Teknik coaching hadir menepis kesan menakutkan dalam kegiatan supervisi akademik. Sebab dalam teknik coaching, kolaborasi dibalut kemitraan yang menjunjung tinggi kesetaraan. Sehingga tidak ada lagi kesan satu arah dan tidak memberikan ruang guru untuk berkembang sesuai potensinya.
Selain itu, supervisor berperan juga menjadi seorang coach yang hadir sepenuhnya dengan mendengarkan aktif. Artinya, seorang coach hanya mendengarkan segala hal yang disampaikan coachee dalam rencananya untuk melakukan pengembangan diri dengan potensi yang dimiliki. Proses mendengarkan aktif tidak memberi ruang untuk judgment sepihak dari coach. Justru coach hanya memantik dengan pertanyaan-pertanyaan berbobot, agar coachee terpacu mengungkapkan segala hal terkait permasalahan profesionalitasnya dan menemukan sendiri solusinya sesuai dengan potensi yang dimiliki.