Oleh : Iip Syarip Hidayat
Ketika berbicara tentang haji, yang ada di benak saya adalah “orang kaya”.karena salah satu syarat haji adalah bagi mereka yang mampu. Yaitu mereka yang mampu melakukan perjalanan haji tersebut. Untuk melakukan perjalanan haji tentunya memakan dana yang tidak sedikit. Terutama untuk urusan ongkosnya. Sehingga saya beranggapan, bahwa orang yang mempunyai gelar “ haji” adalah mereka yang termasuk orang kaya.
Kalau kita mengamati perjalanan orang Indonesia untuk mendapatkan gelar haji ini, dari mulai mendaftar sampai berangkat dan kemudian pulang kembali ketanah air. Itu membutuhkan biaya, waktu tenanga yang tidak sedikit. Contohnya ketika seseorang ingin pergi berhaji maka dia harus menunggu sampai 10 tahun bahkan 12 tahun sampai bisa menunaikan ibadah haji tersebut. Mendekati waktu yang ditentukan, biasanya ia akan melakukan syukuran ( nadzar ). Nadzar ini bisa menghabiskan biaya yang cukup besar, karena mengundang semua keluarga, sahabat, kerabat serta handaitaulan yang tujuannya untuk berbagi kebahagiaan dan memohon do’a kelancaran dan keselamatan dari semuanya. Layaknya hajatan, terkadang nadzar ini menghadirkan ulama/ ustadz untuk mengisi acara ceramah, pengajian dan lainya.
Pada hari H, biasanya seseorang yang berangkat haji akan diantar oleh keluarga,tetangga dan sahabat dengan menggunakan beberapa mobil kecil dan bahkan sampai 2 atau bus. Baiaya untuk mengantar ini, biasanya ditanggung oleh jemaah haji sendiri. Padahal antara mereka yang mengantar dan jemaah hajinya tidak menuju ke tempat yang sama karena jemaah haji biasanya disatukan dengan jemaah haji yang lain dan ditampung di satu tempat. Nah para pengantar jemaah haji ini terkadang mereka itu tidak mengantar ketempat dimana jemaah itu di tampung. Yang akhirnya mereka yang mengantar akan berjalan- jalan sambil piknik kesuatu tempat wisata.
Setibanya di mekkah para jemaah haji ini akan sibuk memikirkan oleh- oleh untuk dibawa pulang. Tak sedikit dari mereka yang harus merogoh kocek dalam- dalam demi membawa oleh- oleh untuk keluarga dan sahabat. Selain itu, selama para jemaah haji berada di tanah suci mekkah, pihak keluarga yang di tanah air harus mengadakan pengajian hampir setiap malam atau seminggu sekali sampai waktu kepulangan jemaah haji tersebut.Tujuanya supaya keluarga yang sedang menunaikan ibadah haji selalu dalam kedaan sehat, selamat dan bisa pulang ke tanah air.
Selain membeli oleh- oleh dari tanah suci mekkah, keluarga yang ada di tanah air juga mempersiapkan oleh- oleh dari khas mekkah yang ada di Indonesia. Hal ini untuk mengantisipasi kekurangan oleh – oleh yang di bawa dari mekkah. Lagi – lagi hal seperti ini pun tak bisa dianggap enteng. Karena mereka harus menyediakan uang banyak untuk urusan oleh- oleh tersebut.
Jemaah yang telah beres menunaikan ibadah haji, ketika pulang mereka akan di jemput kembali oleh pihak keluarga. Namun ini tentunya agak berbeda dengan mengantar. Penjemputan jemaah haji biasanya hanya keluarga terdekat saja. Setelah tiba di tanah air, ia akan disambut dan di tengok oleh para saudara dan sahabat. Kegiatan ini selain menceritakan pengalaman selama di tanah suci, mereka akan saling bertukar oleh- oleh dengan barang bawaan masing – masing.
Dari rangakaian kegiatan menunaikan ibadah haji di Indonesia tersebut, saya menyimpulkan bahwa menjadi seorang “haji” di Indonesia sangatlah mahal. Karena seorang yang bisa berhaji, tidak hanya mampu untuk membeli tiket saja, tetapi harus mampu membiayai embel – embelnya tadi. Bisa kita bayangkan berapa biaya yang dikeluarkan dari awal mendaftar, berangkat, sampai pulang kembali. Itu semua demi mendapatkan gelar “haji”. lalu apakah hajinya sah ? ya tentunya sah, namun belum tentu mabrur. Karena mabrurnya haji seseorang ditentukan dari tindakan setelah dia pulang berhaji.
Setelah seseorang menunaikan ibadah haji, biasanya ia akan mendapat “ gelar” atau julukan haji untuk laki- laki dan Hajjah untuk perempuan. Ketika gelar ini disematkan pada seseorang biasanya akan ada terbersit rasa bangga dengan gelar yang diperolehnya,( semoga salah ). Karena tidak setiap orang mampu melaksanakan ibadah haji tersebut. Nah rasa bangga inilah justru akan merontokan pahala dari ibadah tersebut. Gelar “haji” ini saya temukan hanya ada di negara Indonesia dan malaysia saja. Di negara – negra lain walaupun orang sudah puluhan kali berhaji, tidak ada embel – embel haji di depan namanya.
Itulah budaya haji di Indonesia, disatu satu sisi budaya ini ada baiknya yaitu selalu menjaga kebersamaan, tetapi di sisi lain terkadang budaya justru akan memberatkan seseorang yang ingin benar – benar melakukan ibadah. Ini akan menjadi sebuah dilema tersendiri, jika tidak melakukan seperti yang dipaparkan diatas tentunya kita dianggap melanggar kebiasaan kita. Namun bila dilakukan ini akan memberatkan. Padahal semua hal diatas tidak termasuk rukun haji, bahkan sunat pun bukan. Yang ada hanya terlalu banyak madaratnya. Sehingga seolah lupa dengan tujuan haji itu sendiri. Bukankah urusan ibadah adalah suatu urusan seseorang dengan Rabbnya, lalu kenapa kita harus melibatkan banyak orang ? kenapa juga setiap orang yang selesai menunaikan haji harus mempunyai gelar haji ? coba kita renungkan kembali apakah selama ini ibadah haji kita benar – benar diperuntukan untuk Rabb kita ? atau jangan – jangan hanya ingin mendapatkan gelar” haji” saja ? semoga saja tidak ! Amiin .
23 september 2016