Mohon tunggu...
iin suwandi
iin suwandi Mohon Tunggu... -

bekerja di daerah jakarta pusat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perdamaian yang Ternodai

31 Maret 2015   14:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:44 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan damai di Aceh sesungguhnya berkelok dan berliku yang telah dirintis jauh sebelum peristiwa gelombang tsunami yang menewaskan korban rakyat Aceh. Kemudian pada awal 2004, Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menko Polkam saat itu masih menginginkan kebijakan untuk terus menekan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) guna memperlemah posisinya. Namun, pada saat yang sama, Jusuf Kalla sebagai Menko Kesra pada waktu itu mencoba mencari jalan negosiasi damai, terutama karena pengalamannya menyelesaikan konflik di Maluku dan Poso.

Dengan adanya kesepakatan tersebut Pemprov Aceh kini resmi menetapkan bahwa setiap 15 Agustus sebagai Hari Damai Aceh yang akan terus diperingati. Ulang tahun MoU Helsinki, karena tahun selanjutnya 15 Agustus akan dijadikan Hari Damai Aceh," Dengan menerbitkan Pergub Nomor 21 Tahun 2014 tentang Hari Damai Aceh. Dalam peraturan itu disebutkan peringatan Hari Damai Aceh akan diselenggarakan tiap 15 Agustus oleh Pemprov dan pemerintah kabupaten/kota di Aceh dengan dana dari anggaran daerah.

Perjanjian damai antara GAM dan RI yang disepakati 15 Agustus 2014, didasari niat untuk membangun dan memajukan Aceh serta melawan ketidakadilan terhadap Aceh. Selama Aceh damai, kata dia, pembangunan provinsi itu pesat. Zaini mengajak semua elemen untuk terus menjaga dan merawat perdamaian Aceh, menghilangkan sikap saling curiga dan saling provokasi. Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haytar mengatakan, perdamaian harus diisi dengan pembangunan agar konflik baru tak terulang di Aceh. Butuh kerja sama dan kekompakan semua unsur untuk mewujudkan hal ini.

Kasus Penembakan Dua Anggota TNI.

Kasus pembunuhan dua anggota TNI pada Minggu ke IV Maret 2015 beberapa hari yang lalu menjadi trend yang sangat signifikan di berbagai media massa. Yang dibunuh tidak tanggung-tanggung mereka adalah dua orang prajurit TNI yang sedang melakukan pemantauan. Kedua anggota TNI Kodim 0103 Aceh Utara yang tewas ditembak oleh OTK ditemukan tergeletak dalam keadaan tertelungkup. Keduanya hanya mengenakan celana dalam. Satu diantaranya dalam keadaan tangan terikat ke belakang dengan kain merah.

Atas kejadian ini berbagai tanggapan dan komentar dukungan kepada aparat untuk segera mengungkap pelaku kejahatan. Bahkan pelaku penembakan tersebut telah menodai rasa damai selama ini yang sudah berjalan dengan baik di Aceh. Pelaku penembakan dengan menggunakan senjata api tentu saja akan memicu untuk membangkitkan lagi rakyat dari rasa was-was oleh pelaku kriminal.

Tapi kita patut bersyukur, rakyat Aceh sudah dewasa menyikapi dan justru medorong kepada aparat terkait untuk terus mengusut tuntas siapa pelaku sebenarnya yang membunuh dua orang anggota tentara tersebut. Rakyat Aceh sebenarnya sudah tidak mau pusing lagi untuk diseret-seret pada tindakan-tindakan kriminal yang justru melanggar dengan syraiat Islam. Karena syariat Islam jelas tidak boleh membunuh tanpa dasar yang sangat jelas. Apalagi yang dibunuh adalah aparat TNI yang nota bene berkontribusi positif dalam terciptanya perdamian di Aceh selama ini.

Jika dicermati siapa sebenarnya pelaku di belakang otak pembunuh anggota TNI? jawabnya masih misteri. Sebab pelakunya belum ditangkap dan belum ada organisasi tertentu yang bertanggungjawab atas insiden tersebut. Tapi jika dilihat amunisi yang digunakan persis amunisi dan senjata bekas konflik yang rata-rata digunakan oleh mantan kombatan GAM. Hal inilah disinyalir oleh berbagai pihak pelakunya kemungkinan besar adalah kelompok mantan GAM yang sakit hati.

Penggiat HAM Tidak Adil.

Namun pihak lain seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak kekerasan (Kontras) justru melakukan pemutar balikkan fakta. Mereka justru meminta aparat yang di TKP harus ditarik. Hanya dengan alasan psikologis masyarakat setempat. Alasan ini justru sangat tidak adil. Dan, sangat melukai aparat yang sudah siang malam untuk membantu mengungkap pelaku kejahatan.

Seharusnya Kontras mendorong aparat yang ada di TKP untuk bersama membantu menemukan pelaku kriminal. Bukan justru untuk mengusir aparat dari TKP sehingga pelakunya bebas dari hukuman. Secara jujur dua orang anggota TNI yang ditembak itu adalah korban kebiadaban yang justru sangat melanggar HAM. Logikanya kelompok sipil bersenjata adalah pelanggar HAM berat. Dan, sangat wajar ketika kejadian aparat TNI dan Polri dikerahkan untuk mengusut pelaku kejahatan agar terungkap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun