BUDAYA COWEKAN DI BUMI PASURUAN
MAULIDAN DANPeringatan Maulid Nabi Muhammad SAW umumnya diawali dengan serangkaian seremonial mulai pembukaan, sambutan, pengajian umum dan diakhiri dengan pembacaan doa. Tetapi, "tidak" bagi sebagian besar penduduk yang tinggal di Kabupaten Pasuruan, mereka menggelar maulidan dengan kegiatan  berbeda, yaitu maulid Nabi menyatu dengan kearifan atau budaya lokal (local wisdom), yakni cowekan, dengan acara utama sholawatan dan pembacaan kitab maulid Dhiba.
Jelang masuk bulan Rabiul Awwal atau bulan mulud, masyarakat di daerah Pasuruan sudah mulai menyiapkan apa saja untuk meyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW, mulai tempat, menu apa yang nanti akan dimasak, buah apa yang akan di beli, bahkan sembako sudah mulai mereka siapkan, karena mereka berkeyakinan bahwa semakin banyak makanan yang di bawa TRADISI saat maulid, maka semakin banyak pula rizqi yang akan mereka peroleh, maka mereka akan berlomba-lomba dengan memberikan yang terbaik.
Tradisi yang sampai saat ini masih ada dan masih membudaya adalah budaya cowekan, dimana tempat atau wadah yang di gunakan untuk menyimpan makanan adalah cowek [cobek], mengapa menggunakan cowek, beberapa tokoh yang penulis tanya, mereka menjawab bahwa cowek yang terbuat dari tanah yang di bakar, memberikan simbol bahwa manusia terbuat dari tanah dan akan kembali ke tanah, sedangkan cowek di bakar memiliki arti bahwa manusia akan di tempa oleh berbagai ujian, disamping itu untuk meningkatkan perekonomian masyarakat para perajin cowek tanah di daerah Pasuruan.
Menjelang tanggal 12 Rabiul Awwal atau prepekan, masyarakat sudah menyiapkan berbagai makanan yang akan di bawa ke musola, masjid, atau balai desa.
Acara akan diadakan serentak pada malam 12 Rabbiul awwal selesai salat maghrib, kumandang pembacaan solawat dan dilanjutkan dengan pembacaan kitab maulid dhiba, masyarakat berbondong-bondong dengan membawa makanan yang sudah mereka persiapkan, selanjutnya selesai pembacaan doa mereka akan mendapatkan makanan dengan cara acak, dan di sinilah puncak keseruannya, kita akan menerima makanan yang di bawa oleh orang lain, namun dalam kemasan yang sama, yang kita takutkan kita akan menerima makanan yang kita bawa [makan masakan sendiri hemmm].
Harapan kita semoga budaya cowekan ini tidak akan tergerus oleh jaman, maka sebagian besar tokoh masyarakat selalu menghimbau kepada masyarakat untuk menggunakan cowek sebagai media untuk meyimpan makanan, walaupun ada sebagian orang  yang mengganti dengan tempat plastik dengan tujuan lebih praktis dan mudah di bawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H