"Bunda tahu Kamu lagi sedih, matamu tak bisa membohongi Bunda" telisik Bunda mulai memancingku.
"Bener Bun, gak ada apa-apa" jawabku dengan pasti, agar Bunda menerima alasanku.
"Ya sudah, kalau sudah tenang dan siap, cerita ya sama Bunda, Bunda siap mendengarkan" sahut Bunda sambil memelukku. (Maafkan Anisa ya Bun, Anisa belum mau cerita dulu).
***
Sepekan sudah Pak Azka, tak menghubungiku, Aku menunggumu Mas, dengan sejuta rindu yang terus membelenggu kalbu, mengikat jiwa yang hampir sekarat, Aku sibukkan diri dengan pekerjaan untuk menutupi kegelisahanku, Aku tak mau rekan kerjaku mengetahui, bisa-bisa aku akan di olok-olok terus.
Hari-hari yang kini sepi tanpa gurau dan senyum sahdumu, rasanya Aku ingin terbang walau gak punya sayap, rasanya ingin pergi jauh melupakan semuanya.
Namun Aku hanya bisa menangis dan menjerit, Aku tumpahkan semua rasa ini pada diary teman keseharianku, Aku menarik nafas, dan Aku sakit karena cintamu yang membakar nafsu birahiku.
"Mas, dimanakah kamu kini berada?" desahku
"Apakah arti cintamu untukku?"
"Apakah Kau masih rindukan Aku?"
Seperti diriku yang selalu merindukanmu.