Mohon tunggu...
iin nuraeni
iin nuraeni Mohon Tunggu... Guru - seorang ibu yang menyukai anak-anak, suka menulis, dan ingin terus belajar.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

The Quinsha Matter

12 Januari 2022   16:30 Diperbarui: 12 Januari 2022   16:33 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul : The Quinsha Matter

Mengapa aku mencintai profesiku sebagai Guru?

Apa saja tantangan yang aku hadapi?

Apa saja konsep Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan?

Salah satu konsep yang dikenalkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah momong, among, dan ngemong yang kemudian dikembangkan menjadi tiga prinsip kepemimpinan di Taman Siswa: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Pada dasarnya, konsep-konsep pendidikan itu mengutamakan cinta dan kasih sayang.

Aku seorang guru Sekolah Dasar, Sekolah Dasar ya pastinya semua aspek pembelajaran dan pendidikan adalah modal dasar untuk bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya. Banyak kenangan dan peristiwa yang mebuat aku begitu mencintai profesiku ini, dan aku bangga dengan profesi ini.

Aku bersyukur sampai saat ini ketika aku membuat tulisan ini, masih berjalan baik dan anak-anak bisa menerima dan belajar dengan nyaman

Aku sudah membuat komitmen dengan anak-anak yaitu "apa yang kalian lakukan kalau bu guru tidak masuk atau terlambat datang" mereka sepakat akan mengisi kekosongan dengan aktivitas pembelajaran seperti biasanya, diawali berdoa, literasi dengan menulis cerita kegiatan sehari-hari, atau menulis cuplikan dari buku yang mereka ambil dan baca di sudut baca yang ada di kelas kami. Kegiatan ini sudah aku tanamkan sejak lama, untuk melatih tanggung jawab dan kemandirian pada mereka, karena kami guru pun manusia biasa, bisa saja ada kepentingan yang tidak bisa di tinggalkan.

Dulu, Guru harus di gugu dan di tiru, tapi kini setelah pendidikan mengalami perkembangan yang sangat pesat, dan pola pikir manusia semakin modern, kita ubah pola pendidikan agar siswa memiliki kebebasan dalam berpendapat, dengan slogan Merdeka Belajar, siswa dan guru bisa melaksanakan metode ini dengan konsep yang baik dan benar. Kini guru harus menghamba pada siswa, agar apa yang ingin kita sampaikan bisa di terima oleh siswa dengan mencari dan memberikan kesempatan pada mereka untuk menentukan metode yang terbaik buat mereka.

Setiap perjalanan akan menemukan kemudahan dan kesulitan, peristiwa demi peristiwa akan membuat kita menjadi lebih dewasa dan profesional.

Suatu pagi aku datang terlambat, karena ada kegiatan yang tidak dapat aku tinggalkan dan wakilkan oleh orang lain. Sepanjang perjalanan dari rumah ke sekolah, aku selalu mengkhawatirkan satu siswaku yang spesial.

Tibalah aku di sekolah, dan bergegas lari menuju anak tangga yang membatasi kelas dua dan kelas enam, aku perlahan sekali mengendap-endap menaiki anak tangga (karena aku kelelahan setelah setengah berlari tadi, maklum usia hemmmm).

Ketika di ujung anak tangga aku terkejut melihat Quinsha yang selalu menungguku dengan setia, dia tidak akan masuk sebelum aku datang. Sepercik senyuman tergurat jelas dari bibirnya, dan matanya pun berbinar melihat kedatangannku.

"Bu Guru kok terlambat...." sahutnya dengan nada penasaran

"Bu Guru sakit, atau macet...?" cerocosnya tanpa memberi kesempatan kepadaku untuk menjawab

"Bu Guru gak sayang Quinsha ya....?" sahutnya lagi

"Bu Guru terlambat karena ada keperluan yang mendesak sekali" sahutku sambil ku sentuh kepalanya.

"Bu Guru juga tidak sakit dan jalan juga tidak macet, Bu Guru baik-baik saja" sahutku mencoba menjelaskan (aku berjongkok sambil menyentuh kedua jemari tangannya, dan tak lupa aku berikan senyuman).

"Bu Guru minta maaf ya..." sahutku lagi untuk meyakinkan kalau aku juga bersalah karena datang terlambat.

"Aku tidak akan masuk sebelum bu guru datang dan masuk kelas" sahutnya dengan nada yang penuh harap

"Lho jangan, kamu masuk dulu ke dalam kelas, nanti bu guru menyusul" jawabku sambil mencoba memberi dia pengertian.

"tidak, pokoknya aku gak akan masuk sebelum bu guru masuk" jawab dia jelas (sambil merajuk)

"Kalau bu guru gak masuk, aku ya gak masuk juga, aku mau nunggu sampai bu guru datang..." nadanya semakin meninggi agar aku bisa mengerti dia juga.

Tahun ajaran sudah 4 bulan berjalan, Quinsha akan melakukan hal yang sama setiap harinya. Yang aku takutkan, dia akan tergantung padaku, dan itu tidak boleh. Kehadiranku akan mempengaruhi perkembangan emosi dia, kalau suatu hari aku tak masuk, tidak ada yang bisa di lakukan oleh guru yang lain.

Sampai di suatu hari, aku panggil kedua orang tuanya ke sekolah. Aku akan membicarakan permasalahan yang di hadapi aku dan Quinsha.

Apa yang terjadi, ketika ayah dan bunda nya kami panggil ke sekolah. Quinsha menangis ketakutan sambil memelukku,  aku berusaha menenangkan, dan berbicara perlahan dengan dia. Dia semakin erat memelukku seakan takut aku lepaskan, dia menutup mulutku agar aku tidak berbicara sepatah kata pun dengan dia. Akhirnya aku mengalah, dan rencanaku hari ini umtuk mengetahui jauh lebih dekat tentang Quinsha tidak memperoleh hasil. Orang tua Quinsha terlihat marah sekali ke Quinsha dan mereka hanya memandangku dengan tatapan marah dan bercampur malu akan perlakuan anaknya. Akhirnya mereka pulang dengan kecewa, dan akupun sama, karena tak banyak yang bisa aku lakukan.

Sampai waktunya pulang, Quinsha tidak mau pulang, bahkan terus membuntutiku seolah takut aku tinggal pulang. Setelah aku memberikan pengertian Quinsha mau kuantar pulang.

"Quinsha, pulang ya,....itu sudah di jemput ayah..!" sahutku dengan harapan dia bisa pulang dengan cepat.

"Tidak Bu Guru, aku takut.........." jawabnya dengan nada yang penuh ketakutan (sambil memegang erat tanganku).

"Quinsha, pulang dulu ya sama ayah...." rayuku dengan nada memohon.

"Tidak Bu Guru, aku takut......." sambil menangis dan memeluk erat tubuhku.

Akhirnya aku antarkan ke rumahnya, dan apa yang aku temukan di sana. Dia tinggal bersama ke dua orang tuanya, ayahnya sering keluar kota, ibunya berjualan, dan dia harus melayani keperluan kedua adiknya, dan ketika tidak sesuai dengan keinginan  ayah dan ibunya, dia akan mendapatkan pukulan, dan dia sudah di cap oleh orang tuanya sebagai pemalas, dan pembangkang.

Aku trenyuh dengan keadaan yang demikian, dia masih terlalu kecil untuk menjadi pengganti orang tua buat kedua adiknya, sedangkan dia juga masih terlalu kecil untuk menjadi dewasa. Jadi ketika dia bersamaku dia merasa nyaman, berlama-lama di sekolah itu yang dia inginkan.

Berjalan di bulan ke-lima, aku sudah bisa bersahabat dengan segala kekurangnanya, dia yang selalu menungguku, selalu menemaniku di jam istirahat, dan ketertinggalan dia dalam semua mata pelajaran, karena tidak adanya kesempatan dia untuk mengulang pelajaran.

Pada suatu hari, tepatnya 25 November bertepatan dengan Hari Guru Nasiaonal, aku merasa terharu dan tersanjung, Quinsha yang selalu membuat aku gelisah dengan keadaannya, kini dengan senyum manisnya membawa buket bunga berjalan ke arahku.

"Bu....selamat hari guru........." ucapnya dengan penuh perhatian

"Ibu pahlawanku.....penyemangatku.....pelita dalam kegelepanku...." sambil memelukku dengan erat.

"Ibu....jadilah ibu seperti sekarang ini, jangan berubah ya....." bisiknya

Aku balik memeluk dia, dan aku rasakan tetes airmata yang jatuh, isaknya terasa menderu di dekapanku.

Aku coba lepaskan pelukannya. tetapi pelukan itu semakin kuat. seakan seperti tak ingin terpisahkan.

"Terimakasih......atas ucapannya ya sayang....." jawabku

"Ibu berjanji akan menjadi apa yang kau inginkan........" sambil melepaskan pelukanku dan aku usap airmatanya yang terus mengalir.

"Ibu berjanji, dan kamupun harus berjanji juga .......menjadi anak yang berbakti pada orang tua, rajin belajar, agar cita-citamu tercapai...." pintaku penuh harap

Dia menganguk dengan pasti, sambil berkata...

"Siap ibu, akupun akan menjadi seperti yang ibu inginkan....." jawab dia dengan tegas

Keesokkan harinya, aku sengaja datang terlambat masuk ke kelas, aku ingin tahu perkembangan dia, aku berjalan perlahan melewati lorong kelas 5 sampai kelas 2, dan sebelum naik tangga, aku seperti biasa mengendap-endap mendekati anak tangga.

Kunaiki anak tangga satu persatu dengan perlahan, agar suara sepatuku tak terdengar sampai depan kelas (tempat Quinsha menungguku). Di anak tangga terakhir, aku berhenti dan tak kulihat sosok Quinsha di sana. Muncul dalam pikiranku, apakah Quinsha gak masuk setelah kejadian kemaren? sakitkah dia..........? perlahan sekali aku berdiri di balik pintu kelas, dan aku mendengar suara.

"Teman-teman...bu guru kan belum datang, bagaimana kalau kita mulai pelajaran seperti biasanya" sahut dia dengan tegas.

"ha...ha....ha....kamu bisa apa....?" teriak teman-temannya.

"Tumben kamu.....salah minum obatkah....? celetuk yang lain.

Dia diam. dan berusaha menahan marah.

"Teman-teman, kini aku menyadari kalau sikapku selama ini salah, aku sudah membuat bu guru sedih dan aku selalu merepotkan" jawab dia dengan suara penuh penyesalan.

"Aku mohon ke kalian semua, bantu aku ya......aku ingin berubah lebih baik..." sahutnya lagi dengan suara jauh lebih jelas dan tegas. (semua temannya terpaku dengan perubahan  Quinsha sekarang)

Aku masih mendengar di balik pintu luar kelas.

"Aku mita maaf, bila selama ini aku sudah membuat kalian marah, benci, terhambat dalam pelajaran , karena bu guru lebih memperhatikanku..." lanjut dia.

"Ya....aku juga minta maaf....." teriak teman-temannya Quinsha.

Akhir dari percakapan itu, Quinsha bisa mengatur dan memimpin teman-temannya, mulai berdoa, menentukan materi yang akan mereka kerjakan (sebelum bu guru datang), sampai memberi keputusan untuk teman-temannya.

Aku terharu dan menangis, Tuhan terimakasih buat semuanya, KAU telah merubah semuanya lebih baik.

Setelah suasana tenang, aku masuk perlahan ke dalam ruang kelas. aku memberikan tepuk tangan dan apresiasi buat semua anak didikku, terutama buat Quinsha, aku tak kuat menahan rasa haru, bahagia, bangga, kami berpelukkan dan berjanji akan saling membantu satu sama lain, memberikan motivasi, menghilangkan perundungan atau bullying, kami adalah saudara.

Buat semua pendidik, teruslah bersemangat mencerdaskan putra-putri generasi emas bangsa, mereka adalah pemimpin di masa yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun