Menjadi orang tua memang bukanlah hal yang mudah. Bukan hanya soal melahirkan dan memberi makan anak saja, hingga akhirnya anak bisa tumbuh menjadi lebih besar. Lebih dari itu, tugas orang tua juga harus mendidik anak.
Mendidik anak adalah proses membimbing anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, yang tidak paham menjadi paham, dan yang tidak mengerti menjadi mengerti. Memang hampir mirip dengan tugas guru di sekolah. Namun bagi anak, orang tuanya adalah Maha Guru. Orang tuanya adalah guru pertama bagi seorang anak, terutama Ibunya. Ibunyalah yang kelak mengajarkan hal-hal dasar dan sangat penting yang harus di kuasai anak yaitu berbicara, berjalan, berkasih sayang, dan hal-hal penting lainnya.
Namun hal ini semakin lama semakin hilang. Tugas orang tua, terutama ibu kini berubah. Dulunya perempuan memiliki tugas pokok mengurus anak dan rumah. Tapi apa yang terjadi? Kini ibu-ibu telah menjelma menjadi wanita karier, bekerja keras setara suaminya sampai-sampai tugas mengurus anak dilimpahkan kepada pembantunya. Hal itu masih lebih baik, karena alasan pemenuhan ekonomi keluarga. Yang lebih parah yang saat ini sedang marak adalah munculnya para sosialita dari kaum ibu-ibu. Waktunya dihabiskan untuk fashion, hunting pernak-pernik, gaya, salon, gadget, dan sosial media sehingga anak-anak menjadi terlantar. Kalau sudah begini, masihkah mereka bisa disebut dewasa?
Waktu terus bergulir, anak-anak yang dulunya dianggap tidak tahu apa-apa kini tumbuh menjadi gadis ABG atau remaja. Tapi kegilaan orang tuanyapun makin lama makin menjadi. Makin asik saja dia dengan dunianya sendiri. Jarang berada dirumah, jarang mendengarkan cerita dan curahan hati sang anak, jarang tau dan memahami kondisi anak. Lalu tiba-tiba dia mendengar anaknya salah pergaulan, free sex, narkoba, atau suka ke diskotik. Salahkah sang anak menurut anda?
Anak adalah pencontoh ulung. Apa yang dilihat itulah yang dicontoh. Dengan kegiatan ibunya setiap hari yang seperti itu, apakah anda masih bisa berharap anak-anak tadi tumbuh menjadi gadis yang betah dirumah? Yang bisa menurut semua perkataan orang tuanya yang bagai dewa, namun kelakuannya sendiri tidak sama? Bagaimana bisa, bahkan kedekatan batinpun tidak tercipta karena kesibukan ibunya sendiri.
Saya akan sedikit bercerita mengenai seorang ibu yang single parent membesarkan anak perempuannya sendirian. Ibu tersebut harus memenuhi kebutuhan keluarga sehingga dia harus bekerja, sementara anaknya selalu berada sendirian di rumah. Suatu ketika ibunya tersebut mendapati anaknya sudah berjalan di alur yang salah alias pergaulan bebas. Sang ibu yang mengetahui hal itu marah besar kepada anaknya. Ibunya bahkan menampar, memukul, dan menjambak anaknya. Dihakiminya sendiri anaknya tersebut karena dianggap tidak mendengarkan nasehat ibunya untuk belajar menjadi anak baik dan penurut.
Sekilas apa yang dilakukan ibu itu benar. Naluri seorang ibu memanglah menjaga anaknya dari ancaman hal-hal negatif. Tapi apakah anda tahu apa yang setiap hari dilakukan ibu itu? Ibu itu adalah seorang penyanyi. Dia berangkat bekerja pukul 15.00 WIB saat anaknya baru saja pulang sekolah, dan kembali ke rumah pada pukul 23.00 WIB saat anaknya sudah tidur. Karena alasan ekonomi hal ini mungkin bisa dimaklumi. Namun hal lainnya juga di lakukan sang ibu. Ibu ini sering mengajak teman lelakinya pulang ke rumah. Ya memang hanya teman dan benar tidak melakukan apa-apa. Namun setiap hari teman lelaki yang di bawanya ini berganti-ganti. Menurut anda apa yang akan muncul di fikiran sang gadis yang mulai remaja ini?
Tidak setiap hari jadwal manggung itu ada. Di waktu libur yang bersamaan dengan libur anaknya ini hal yang dilakukan untuk mempererat keintiman antara ibu dan anak tidak di lakukan. Ibu itu seakan tidak betah berada di rumah. Di telfonnya beberapa temannya, dan akhirnya kembali lagi mereka keluar rumah meninggalkan anak gadisnya sendirian. Menurut anda apa yang akan dilakukan sang anak gadis itu?
Jadi suatu ketika saat sekelumit kalimat muncul dari mulut saya sebagai pertanyaan, “Kok Mama kamu nggak pernah istirahat. Keluar-keluar teus?” sang anak gadis dengan nada menyerah dan pasrah berkata, “Lha iya, Mbak tau sendiri kan? Nah kalo aku yang keluar-keluar Mama selalu marah. Coba siapa yang aku contoh?”
Dari cerita yang panjang lebar tersebut tentu anda mengerti jeritan seorang anak gadis tadi bukan? Jeritan yang seakan mengatakan, “Apakah Mamaku Sudah Dewasa?” Sang ibu yang seharusnya intropeksi diri, yang seharusnya memanfaatkan waktu untuk anaknya, yang seharusnya bisa memberi contoh, dan yang seharusnya memahami apa yang anaknya rasakan ternyata tidak dilakukannya. Ibu kembalilah engkau ke fitrahmu. Mendidik, menjaga, dan merawat anak-anakmu. (Iin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H