Bagi banyak orang film ini memang nggak layak tonton, tapi bagi saya film The Raid 2 Berandal adalah wajib tonton sebagaimana dulu film Merantau dan The Raid. Syukurlah ajakan nraktir nobar dengan beberapa kawan langsung ditolak begitu saya jelaskan mau nonton film jotosan ini. Bahkan seorang kawan yang pakar penikmat film bilang kalau ceritanya cemen. Hahaha dan harus saya akui kalau film-film garapan Gareth Evans memang ya bak bik buk nya itu yang saya tunggu dan urusan skenario film benar-benar saya kesampingkan, Wong memang jualan film ini letaknya di adegan berantemnya koq, atau mungkin boleh lah saya miripkan sama film animasi yang habis dapat Oscar kemarin yang jualannya di adegan nyanyi-nyanyinya heuheuheuhe *langsung dikepruk*
Oke, singkat cerita terdamparlah saya dalam sebuah layar tancep, dan tak seperti biasanya pas mau beli tiket lha koq antri, ternyata banyak juga yang mau nonton film ini, sambil ngantri saya mulai iseng liat-liat, pas giliran seorang ibu muda dan anaknya yang masih bau asem eh bau kencur mo beli tiket The Raid 2 lha koq mbak cantik penjual tiketnya bilang gini “Bu maaf, kalo the Raid hanya khusus buat 17 tahun keatas” , skak mat, sukurin mbatin saya sambil senyum iblis dalam hati, lha wong sudah cetha binti wela wela kalau filmnya bukan film bocah koq tetep nekat, minta digajul juga ni ibu-ibu biar tahu diri dikit jadi orang tua yang nggak egois. Berkat langkah galak-galak manis si embak penjual tiket tadi akhirnya menyurutkan niat tiga bocah abege tanggung yang antri di depan saya untuk beli tiket The Raid, dan seusai kompromi kasak-kusuk yang saya dengar akhirnya mereka nonton Divergent huahaha #ups
***
[caption id="attachment_301392" align="aligncenter" width="461" caption="walau bonyok masih kliatan cakep ogh mas..."]
Cerita pun bergulir ke dalam sinema, posisi favorit seperti biasa dan berbekal sangu cemilan yang memadai membuat hati senang dan film pun dimulai seperti biasa. So buat yang memang belum nonton dan berniat untuk nonton, saya sarankan distop saja membacanya sampai disini ,walaupun saya tidak hendak menulis review seperti biasanya tapi saya akan menuliskan spoiler yang sangat banyak, dan juga kalimat vulgar penuh kekerasan yang sengaja tidak saya sensor, jadi skip saja kalau memang ndak suka dikasih spoiler atau untuk pembaca dibawah 17 tahun, tapi kalau masih mau nerusin baca hohoho saya persilahken saja. Oh ya tentu saja sebelum film dimulai, saya sudah nitipin sebentar logika saya sama embak cantik penjaga pintu di depan sinema, jadi apapun yang terjadi saya sudah tidak mau mikir lagi logis ndaknya, yang penting kepruk, darah dan keekk..mati hahaha *sadis kronis*
***
[caption id="attachment_301393" align="aligncenter" width="314" caption="kalau ketemu kang Yayan malam2 gini yo mending kaburr"]
Adegan dimulai dengan hamparan ladang tebu, dimana Andi (Doni Alamsyah) yang sudah berlumuran penuh darah bekas siksaan hendak dimampuskan oleh Bejo (Alex Abbad) , sudah ndak perlu saya jelaskan kenapa, pokoknya hubungannya ada di The Raid Redemption dulu hehe, dan dorrr…pecahlah kepala Andi berhamburan…dooh bener-bener asem bingit mister Evans sudah membunuh karakter favorit saya di menit pertama.
Kisah pun bergulir disuatu tempat antah berantah menampilkan Rama (Iko uwais) dan dua gelintir temannya yang tersisa, masih dengan luka menganga dimana mana sisa penyergapan sarang gembong narkoba, satu temannya dibawa pergi dengan alasan diobati padahal pasti dipeti mati, dan satu lagi penampakan polisi pengkhianat Wahyu (Pierre Gruno) yang juga langsung dihabisi atas perintah Bunawar (Cok Simbara). Bunawar jugalah yang akhirnya memberitahu Rama bahwa Andi kakaknya mati dibunuh Bejo n the gank, dan inilah saat tepat untuk membalas dendam sekaligus menghancurkan sindikasi Kriminal elite yang juga melibatkan polisi-polisi berpangkat di dalamnya. Atas saran Bunawar, Rama dipenjara dengan tugas khusus mendekati Uco (Arifin Putra) yang juga narapidana. Uco adalah anak bos mafia ,hmm sepertinya mafia hanya cocok kalau di Italia ya, baiklah karena kita di Indonesia maka saya sebut kalau ayah Uco adalah bos Bromocorah tingkat wahid bernama Bangun (Tio Pakusadewo). Jika Rama bisa mendekati Uco, otomatis dia bisa mendekati Bangun , dan otomatis informasi-informasi rahasia untuk mencokok sindikat plus penguasa korup dan penegak keadilan yang berkhianat terbuka luas, dan tentu saja kesempatan bertempur dengan Bejo, rival bangun pun terbuka sebagai aksi balas dendam pribadi. Bagaimana? Jalan cerita yang mungkin amat sangat biasa bagi penggemar film-film action “berpikir” bukan? tapi rileks kawan, sekali lagi semua ini soal selera hehehe, tapi setidaknya The Raid 2 lebih banyak cerita dan konfliknya daripada yang pertama.
***
[caption id="attachment_301394" align="aligncenter" width="467" caption="Mbak Jules cukup keren berantemnya lho ^^"]
Jangan ditanya adegan apa yang terjadi di setting penjara itu, pukul, tendang, banting, gebuk, tembak, tinju, hajar semua lengkap tersaji. Berpindah lagi saat Rama, Uco dan Eka (Oka Antara) menagih uang kemanan di gudang film bokep milik Topan (Epi Kusnandar), wow…kembali hidangan jotosan frontal tersaji, apalagi saat si cantik Hammer Girl (Julie Estelle) mengeksekusi musuhnya diatas kereta , sumpah itu super duper sadis, bayangin aja palu yang dua sisi itu, bagian palu buat ngepruk kepala, bagian catut buat ngoyak leher, atau saat si manusia baseball dengan pentungan baseball nya bikin keok lawannya dengan ngepruk besi itu tepat di tengkorak.
Jangan pula dilupakan saat Prakoso (Yayan Ruhiyan) diserang habis-habisan oleh Gank Goto di sebuah klub hiburan, dan akhirnya meregang nyawa pas dihabisi oleh the Assasin (Cecep Arif Rahman) ,seharusnya adegan ini bisa menjadi sebuah gambaran yang tragis, ironis dan liris. Sayang sekali karena mungkin saja Gareth Evans ingin sebuah penggambaran yang dramatis, malah bikin saya ngakak sampai mau ngglundhung dari kursi. Untuk lebih jelasnya bayangkan adegan ini. Prakoso terjerembab dengan rambut gondrongnya yang terurai, seluruh tubuhnya penuh darah bekas sabetan sana sini, leher hampir putus kena kama the Assasin dan darah merah segar pun mengalir membasahi tanah putih bersalju, tepat di seberang gerobak penjual mie dok dok. Untunglah logika saya sudah tak titipin tadi, coba kalau ndak mesti saya kepingkel pingkel mulu, eh tapi mungkin saja itu sebuah anekdot yang sengaja dibuat karena sang sutradara kangen negaranya hehe atau mungkin hujan salju itu bayangan indah Prakoso yang rindu anaknya setengah mati, bisa saja kan namanya pas sakaratul maut mungkin orang akan membayangkan sesuatu yang indah di luar batas imaji.
[caption id="attachment_301395" align="aligncenter" width="386" caption="Oom Oka dah kaya di pilem holywood aja gayanya,ciyee.."]
***
[caption id="attachment_301396" align="aligncenter" width="480" caption="ini dia scene favorit saya ^^"]
Ya sudahlah, lepas dari banyaknya goof disana sini, semuanya berakhir dengan fight scene pamungkas yang memesona antara Rama dan The Assasin. Gerakan pencak silat murni yang diperagakan oleh Iko Uwais dan Cecep Arif Rahman begitu memukau dan indah, memang selain aktor, keduanya juga adalah pelaku atau katakanlah atlit pencak silat yang mumpuni, sehingga adegan pertarungan menjadi terlihat begitu nyata dan cantik.
Dukungan para pemain kawakan yang kualitas aktingnya sudah tak diragukan lagi seperti Tio Pakusadewo, Cok Simbara, Roy Martin, Pong Harjatmo, Dedi Sutomo turut memberikan warna yang lain daripada seri sebelumnya. Jempol juga saya berikan kepada Arifin putra yang lama tak saya lihat aktingnya, tampil cukup meyakinkan sebagai penjahat sadis sedikit psikopat. Jangan pernah lupakan mimik nya saat menyembelih musuh layaknya itu leher ayam broiler dan Cecep Arif Rahman yang kesehariannya adalah Pak Guru SD juga cukup pas sebagai penjahat yang tampil dingin dan sadis tanpa dialog.
***
[caption id="attachment_301397" align="aligncenter" width="270" caption="masih di adegan favorit"]
Akhirnya kekurangajaran saya dengan membeberkan spoiler dan kalimat tak pantas penuh kekerasan saya sudahi saja daripada saya dibanned, satu hal yang pasti kenapa saya menulis rentetan adegan dengan gamblang adalah ingin mengingatkan kembali pada orang tua yang kebelet nonton film ini, agar jangan sampai mengajak putra-putrinya masuk bioskop demi memuaskan ego pribadi, film ini berdurasi 150 menit, dan tak ada menit yang bebas dari kucuran darah, jadi jika memang bukan penggemar film bergenre seperti ini, lebih baik urungkanlah niat anda daripada sakit kepala dan tidak doyan makan.
Saya hanya berharap, walaupun sang sutradara bukan orang Indonesia, tapi minimal film The Raid 2 (Berandal) diisi oleh mayoritas anak bangsa, sudah sewajarnyalah jika saya turut mendukung kemajuan film negeri sendiri. Apalagi Premierenya dulu di Sundance Festival, semoga dapat menaikkan pamor Indonesia ke kancah hiburan internasional. Banyaknya kritik positif yang dilontarkan juga seharusnya bisa memacu para sineas dalam negeri agar semakin berlomba menghasilkan karya-karya yang membanggakan, oh ya tadi sempat ngintip di IMDB, film ini dapat rating 8,8 lho, salut.
Semoga dengan booming nya film The Raid 2 dapat menginspirasi para generasi muda untuk bersemangat kembali melestarikan seni bela diri negeri sendiri yang tak kalah sangar dan keren daripada martial arts impor lainnya.
***
Dan lampu pun dinyalakan, diantara helaan nafas lega para penonton, saya bersiap menuruni tangga hendak keluar, ketika mata saya menatap bayangan mahluk kecil, seorang bocah laki-laki usia 10 tahunan meringkuk deleg-deleg1 bersandar pada bahu sang bunda disebelahnya, saya hanya bisa ndlahom2 sambil mengumpat dan berlalu…sontoloyo….
---------------------------------------------------------------------
Note : 1. Diam terpaku 2. Melongo
sumber gambar : www.imdb.com;www.youtube.com;collider.com;www.cinemablend.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H