[caption id="attachment_297143" align="aligncenter" width="259" caption="utakatikfilm.blogspot.com"][/caption]
Saya memang suka nonton film, walau belum bisa disebut penggemar karena referensi saya masih jauh dari cukup. Tak hanya melihat koleksi film lawas dan setengah lawas di rumah tapi juga film-film baru yang nangkring di layar tancap alias bioskop.
Saya tak pernah menetapkan batasan berapa kali dalam seminggu atau sebulan saya menyambangi bioskop, ya asal ada film yang bagus dan menarik (menurut saya) pastilah saya usahakan ngglundhung kesana. Ada satu rasa yang tak bisa ditukar ketika saya menonton film di bioskop dibandingkan jika saya harus melihatnya di televisi atau layar PC. Rasa apa itu? Entahlah saya juga nggak tahu, yang pasti sensasi menonton akan lebih menyenangkan.
Oke , jadi apa hubungan judul diatas dengan tulisan ini, hmm sebentar saya jadi lupa kalau mau nulis itu ya, baiklah daripada nggambleh nya kepanjangan langsung saja ke poin permasalahan.
***
Di tengah banyaknya faktor pemicu stress yang dapat melanda siapa saja, sepertinya orang yang tinggal di perkotaan lebih memiliki sedikit pilihan tempat untuk dapat melipur hatinya. Tengok saja setiap akhir pekan, tempat apa yang penuh, jawabannya hanya satu eM A eL eL alias Mall, tak bisa menyalahkan mereka begitu saja sih, karena sarana publik seperti taman atau tempat-tempat menarik lainnya semacam museum ataupun perpustakaan umum memang tidak begitu memadai dibandingkan jumlah penduduknya.
Ya bagi manusia modern golongan menengah, Mall adalah jawaban penghilang penat jiwa, dengan hanya berkunjung di satu tempat semua sudah tersedia disana. dari berbelanja kebutuhan harian, baju, perawatan di salon, nge gym,makan sampai nonton film semua digelar di Mall dengan syarat rogohlah dompetmu sebaik-baiknya.
Nah ngomong-ngomong soal nonton di bioskop itu, terus terang saya sangat prihatin seperti yang sering diungkapkan oleh bapak presiden kita, weits tapi tunggu dulu tentu saja kapasitasnya jauh beda wong saya bukan seorang negarawan seperti beliau, saya prihatin sebagai orang dewasa. Maksudnya gimana ya?
Hmm jadi gini, dimana mana yang namanya orang tua itu pastilah sayang dengan anaknya, wong mereka juga bekerja mati-matian demi bisa memberikan yang terbaik untuk buah hatinya. Sayang seribu sayang terkadang semuanya kebablasan, dan banyak contoh “cinta kebablasan” orang tua terhadap anak itu saya temukan di gedung bioskop.
***
Tak hanya sekali, tiga kali sepuluh kali saya mendapatkan pemandangan anak-anak yang nonton film di bioskop, padahal film itu ditujukan untuk orang dewasa, lebih shock nya lagi adalah ketika ternyata mereka para “krucil” itu nonton dengan didampingi orang tuanya. Pertama saya berbaik sangka dengan berpikir bahwa para orang tua “tertipu” dengan poster atau judul film tersebut, tapi kemudian saya tepiskan lagi pikiran itu bahwa semestinya orang tua itu tak perlu “tertipu” lha wong informasi mengenai sebuah film itu sangat mudah didapat koq. Tentunya saya berasumsi bahwa para orang tua yang mengajak anaknya nonton film bioskop adalah orang yang berwawasan dan “melek” info dijaman yang sudah serba online ini. Gak mungkin donk orang yang rela bayar mahal demi tiket nonton nggak bisa pakai internet?
Masih terngiang dalam benak saya ada suara jeritan anak kecil ketika sebuah adegan sadis di film The Raid ditayangkan, juga gemerisik rame anak kecil ngerumpi sendiri di tengah beberapa orang dewasa yang saya pikir mungkin adalah keluarganya ketika saya nonton film Django Unchained atau ketika seorang bapak muda yang sibuk menenangkan anaknya yang rewel saat saya nonton The Wolf of Wall Street. See? Sebagai informasi ketiga film yang saya sebutkan adalah film dewasa .Dan saat film selesai dan lampu dinyalakan saya memutuskan untuk tetap duduk dan mengamati dari bocah seberapakah suara-suara kecil itu? Dan kenyataan yang harus rela saya terima adalah mereka semua masih sangat hijau, kalau boleh saya bilang pasti belum lulus TK, dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah tidak hanya satu tapi banyak…huff
Apa kesimpulannya? Untuk sementara, otak saya yang berkapasitas kecil hanya bisa bilang kalau anak-anak “bayi” itu bisa sampai ke dalam gedung bioskop ini dengan orang tua mereka atau paling tidak dengan keluarganya, titik. Oke mungkin masih banyak para orang tua yang berusaha membela diri dengan mengatakan harusnya para petugas penjaga pintu sinema bisa menghentikan mereka sebelum masuk tadi. Tapi balik lagi, dijaman komersial yang serba “mendewakan” uang pastilah para petugas tidak mau repot menyisir penonton dibawah umur satu persatu wong peringatan peruntukan film ada di layar waktu mereka membeli tiket dan bisa dibaca siapa saja, yang penting mereka masuk dengan membawa tiket, titik.
Oke mungkin banyak lagi yang akan memprotes, lalu apa gunanya donk ada Lembaga Sensor Film? Well…helloooo menurut saya nih ya, LSF sudah bekerja sesuai dengan prosedur yang dimilikinya, apalagi untuk konsumsi film bioskop dimana segmen pemirsa nya juga jelas, dan LSF selalu memberi alert rating film sebelum sebuah adegan ditayangkan. Banyak koq film yang tidak lolos sensor mereka dan akhirnya tidak bisa ditayangkan di bioskop Indonesia. Mungkin saja ada yang berpendapat kenapa tidak digunting saja semua adegan-adegan yang tidak lolos sensor biar bisa tayang? Wadhuh…kalo itu yang terjadi sih saya lebih milih nunggu download an aja, memangnya film itu mirip ayam yang bisa dipotong-potong? Apa enaknya nonton film kalau banyak dipotong? (hmm ini kata teman saya yang pakar nonton film hihihi)Jelas jalan ceritanya akan terganggu, jadi masih mau protes ke LSF? Ya monggo soale saya bukan anggotannya huihihihi.
***
Tentunya banyak yang akan berbeda pendapat dengan saya, tapi izinkanlah untuk saya teruskan tulisan ini, bahwa “anak dibawah umur” yang nonton film dewasa di bioskop adalah mutlak tanggung jawab orang tuanya. Bagaimana teganya orang tua mengajak mereka masuk kedalam dan menonton sesuatu yang bukan peruntukannya. Saya mohon dengan sangat kepada para orang tua yang terhormat yang memang kebetulan hobi nonton film di bioskop, lebih bijaksanalah bersikap, jangan hanya bisa menyalahkan pihak lain seperti pengelola bioskop dan LSF atau paling gampang adalah menyalahkan poster dan judul film yang “menipu”
Sejatinya tidak ada yang “menipu” anda para orang tua, hanya dibutuhkan sedikit kerepotan kecil untuk memastikan buah hati mendapat tontonan film bioskop yang sehat. Pertama cobalah untuk melihat review atau ringkasan film yang hendak anda tonton bersama si kecil, anda bisa blogwalking atau cukup menengok situs film terpercaya seperti IMDB yang memuat banyak keterangan tentang hampir semua film. Pastikan anda memperhatikan tulisan dibawah judul film. Ada berbagai macam dari G, PG, PG13,R atau NC-17. Masing-masing huruf ada artinya, tapi mungkin akan saya ringkas dan semoga saya tidak salah
·G (General Audiences) disini bisa disebut juga rating untuk Semua Umur (SU)
·PG (Parental Guide) anak-anak bisa menonton dengan Bimbingan Orang Tua (BO)
·PG-13 hanya diperuntukkan untuk anak 13 tahun keatas dengan pengawasan orang tua karnea biasanya terdapat adegan kekerasan dan mungkin adegan yang berorientasi seksual yang tidak terlalu ekstrim, biasanya di Indonesia disebut juga R (Remaja)
·R (Restricted) , anak dibawah 17 tahun harus didampingi orang tua/ yang lebih dewasa bila ingin menonton, tapi kalau di Indonesia mungkin bisa disebut rating D (Dewasa)
·NC-17 jelas hanya diperuntukkan bagi yang berusia 17 tahun keatas, hmm agak bingung juga saya menyebutnya, mungkin di Indonesia bisa dibilang D+ kali ya hehe soalnya pas nonton The Wolf of Wall Street logonya D+ sih
Selain sedikit kerepotan kecil untuk browsing tadi, anda juga bisa koq lebih teliti pas membeli tiket, biasanya sih di kolom paling kanan setelah judul film dan jam tayang ada peruntukannya, seingat saya kalau di bioskop biasa mencantumkan SU, R , D dan D+.
Jelas kan ,kalau memang anak yang diajak masih usia 10 tahun ya jangan dibiarkan ikut nonton film dengan rating PG-13 atau Remaja. Pasti nanti di dalam anda akan menyesal karena sibuk menutup mata sang anak. Nah kalau menurut saya sih, semua masalah tak teratasi dengan menutup mata anak lho, justru hal itu akan membuat mereka penasaran kenapa tidak diperbolehkan melihat adegan itu, ingat sekarang informasi bisa didapat dimana-mana dengan cara yang sangat mudah, yakin anak anda tidak lebih pandai dari anda?
Nah kalau memang pingin banget nonton film bioskop dan ketika dilihat peruntukannya tidak ada yang cocok untuk usia anak anda mbok ya jangan maksa, soalnya memang film untuk semua umur tidak selalu ada. Mending ajak buah hati dengan kesibukan lainnya, berkebun, menggambar, membaca buku, joging atau kegiatan positif lainnya, malah lebih murah kan , tapi jika memang kebelet banget pingin nonton ya gimana baiknya monggo, pokoknya jangan libatkan anak anda didalamnya, kasihan mereka.Sudah saatnya untuk menjadi orang tua yang selalu mawas diri dan melek informasi dan mengurangi menyalahkan sana sini karena semua adalah untuk kebaikan anda dan buah hati anda kelak.
***
Akhirnya saya akhiri saja tulisan nggambleh ini daripada lebih membuang waktu anda, sekali lagi ini hanyalah opini, sebuah opini dari seorang penggemar film yang kebetulan prihatin dengan orang tua yang “egois” mengajak anaknya nonton film bioskop yang tidak sesuai dengan umurnya. dan kebetulan lagi yang nulis belon punya anak tapi ikut was was dengan fenomena ini, jadi buat ortu yang mau komplain monggo tapi lebih baik sih kalo ngasih jajan huehehehe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H