Panggil saja dia Ngatinah atau cukup dengan Mbah Nah seperti orang-orang kampung ini memanggil. Katanya sih Mbah Nah lahir tahun empat tiga. Namun begitu gurat kecantikan masih tersisa di wajah keriputnya. Setiap hari ketika langit masih gelap dan orang-orang masih terlelap, Mbah Nah sudah melangkahkan kaki keluar dari rumahnya sederhananya.
Dulu waktu umurnya masih dua dua, Mbah Nah pernah bersuami, tapi baru tujuh bulan saja usia pernikahan, Mbah Nah terpaksa harus menjanda karena suaminya meninggal tersambar petir pas sedang pulang dari sawah. Sejak itu Mbah Nah hidup sendiri, tanpa anak, tanpa suami dan tanpa saudara karena dari dulu dia memang anak tunggal yang yatim piatu.
Walau kisah hidupnya bisa dibilang ngenes, tapi Mbah Nah tidak pernah merasa demikian. Ia tetap percaya bahwa itulah garis hidup yang harus ia jalani. Syukurlah Mbah Nah punya keahlian membuat tempe, berbekal itu setiap hari dia mengolah kedelai-kedelai yang dibelinya di pasar desa untuk dibuat tempe dan kemudian dijualnya sendiri dengan berjalan kaki. Oh ya selain berdagang tempe, sesekali Mbah nah juga menjual sayuran seperti kangkung atau kacang panjang yang ditanamnya sendiri di petak pekarangannya yang tidak seberapa.
Banyak orang menilai kehidupan Mbah Nah jauh dari kata berkecukupan, tapi tidak demikian dengan Mbah Nah sendiri, walaupun susah payah dia mengais rupiah, tetap dia tak lupa dengan yang namanya bersedekah. Setiap bulannya ia sisihkan sebagian hasil keringatnya di sebuah panti asuhan dekat alun-alun kota.
Tanpa banyak berkoar-koar, ternyata Mbah Nah juga mendaftar untuk bisa pergi beribadah ke Mekah, lembaran-demi lembaran dia tabung tiap harinya, dan setelah lebih dari tiga dasawarsa, tahun ini tabungannya sudah cukup untuk memberangkatkannya kesana.
Hari ini Mbah Nah senang sekali, lima hari lagi dia akan menjejakkan kaki ke tanah suci, rencananya pagi ini Mbah Nah mau silaturahim dengan para langganannya, sekalian meminta maaf, Mbah Nah juga mau bagi-bagi tempe gratis lho hehe.
Seperti biasa Mbah Nah harus menyeberang jalan besar untuk menuju kampung tetangga tempat para langanan tinggal, entah saking senangnya atau memang itu garis hidupnya, Mbah Nah tak menyangka kalau ada truk besar melaju dengan kecepatan tinggi, dan selanjutnya Mbah nah hanya merasa tubuhnya ringan dan semakin ringan saja...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H