Meningkatnya kasus Lyssa (rabies pada manusia) di Indonesia akhir-akhir ini membuat banyak pihak menjadi khawatir. Tak terkecuali masyarakat awam yang sebelumnya tidak terlalu bersinggungan atau bahkan menjadikan rabies sebagai sebuah guyonan.
Mohon maaf sebelumnya karena mungkin tulisan kali ini akan menjadi panjang dan membosankan. Ya gimana ya, mohon dimaklumi saja namanya juga saya kompasianer kumatan yang posting tulisan setahun sekali heuheuhe. Baiklah jadi begini...
Sepertinya saya tak perlu lagi merinci lagi tentang etiologi rabies karena saya yakin sepenuhnya bahwa sudah banyak pakar-pakar yang menjelaskan dengan apik dan mudah dipahami.Â
Pada dasarnya rabies adalah zoonosis (dapat menular pada manusia) yang menyerang susunan saraf pusat, disebabkan oleh Lyssa virus famili Rhabdoviridae. Biasanya virus ini ditemukan dalam jumlah yang banyak pada air liur hewan yang terinfeksi. Secara umum, rabies ditularkan melalui gigitan hewan terinfeksi.
Oleh karena itu, anjing masih menjadi hewan penular rabies yang paling utama karena memiliki habit alami menggigit, meskipun sebenarnya rabies bisa juga ditularkan oleh hampir semua hewan berdarah panas seperti kucing, kera, kelelawar, hingga ruminansia seperti sapi dan kambing.Â
Sejarah rabies di Indonesia pun dimulai dari penemuan kasus pada seekor kerbau sekitar tahun 1889, disusul dengan laporan kasus Lyssa pada manusia pada tahun 1894.
Apakah sudah mulai cemas dengan fakta bahwa ternyata rabies bisa ditularkan oleh banyak jenis hewan?Â
Jangan terlalu panik karena saya hanya ingin menumbuhkan kesadaran bahwa memang rabies seberbahaya itu apabila tidak bisa dikendalikan penyebarannya. Meskipun begitu, perlu kita ingat bahwa anjing tetap menduduki ranking satu (banyak sumber yang menyebutkan 95%-99%) dalam perannya sebagai penular rabies pada manusia.
Secara epidemiologi, kasus rabies lebih banyak ditemukan pada anjing di pedesaan daripada perkotaan. Pola pemeliharaan menjadi salah satu faktor yang tidak bisa diabaikan.Â