Sebagai manusia yang lahir dan dibesarkan di daerah dengan sumber daya air minimal, maka rasa hormat saya terhadap air sungguh berlimpah. Bahkan sebagian wilayah di kampung halaman saya terkenal dengan tagline nya yang sungguh menawan rendeng ora iso ndhodhok, ketiga ora iso cewok. Maka dari itulah tidak mengherankan jika saya seringkali menjadi tiba-tiba ilfil jika melihat tingkah laku para priyayi yang sangat menyia nyiakan air. Wis to walaupun tu priyayi ngganteng uleng-ulengan kalau dia ndak sayang sama air maka melorot sudah ketampanannya di depan saya.
Â
Sekarang kurang penting apa zat bernama air dalam kehidupan sehari-hari, njenengan haus setengah hidup pasti butuh air biar ndak dehidrasi , masak juga butuh air dalam semua prosesnya, nyuci baju nyuci piring juga mutlak dengan bantuan air, mandi biar badan bersih dan wangi supaya gebetan lebih icikiwir juga butuh air, nyuci motor atau mobil biar bersih, kinclong dan membanggakan juga harus ada air. Nah kalo sudah begitu bisa dikatakan njenengan semua hidupnya tergantung sama keberadaan air, maka nikmat air mana lagi yang hendak njenengan dustakan?
Â
Meskipun fakta sudah berbicara namun kenyataannya masih banyak yang tidak bisa menghargai air bersih sebagaimana mestinya, dari seringnya lupa menutup keran air, menyiram jalanan dengan air yang berlimpah sampai turah-turah atau mandi gebyar gebyur hingga menguras bak. Lha wong saya yang pake air, saya yang mbayar buat pengeluarannya koq situ yang repot! Mesti banyak yang pada komentar begitu kan, hayo diakui saja. Udah pada ngaku sekarang? Yak buat njenengan yang sudah rela mengaku, nuwun sewu njenengan juga mesti rela saya bilang sebagai priyayi yang egois.
Â
Udah ndak usah jadi mrengut gara-gara saya bilang egois, gini lho mungkin saja njenengan selama ini hidup dalam suasana yang tidak pernah kekurangan air, ibarat pingin cuci tangan tinggal memutar keran saja jadi sah-sah saja jika hemat air bukan bagian dari prioritas hidup, tapi pernahkan njenengan sedikit saja menilik, mengintip dan merasakan bagaimana susahnya mereka yang hidup di wilayah-wilayah kering, bahkan boro-boro cuci tangan, wong untuk kebutuhan krusial seperti minum saja mereka mesti berjuang berkilometer jauhnya sampai peluh mengucur dari badan.
Â
Jika hal ini masih diluar jangkauan pemikiran karena letak geografis yang mungkin cukup jauh, bagaimana kalau melihat realita di ibukota terlebih dahulu, menurut Indonesia Water Institute yang dalam sebuah publikasi disebutkan bahwa sampai dengan 2013, cakupan air bersih hanya menjangkau 38% populasi warga Jakarta dengan rata-rata pemakaian air bersih untuk golongan ekonomi bawah-menengah 169,11 liter/orang/hari dan golongan menengah-atas 247,36/liter/hari. Sangat mencengangkan bukan? Jika saja kesadaran hemat air bisa diterapkan dalam setiap rumah tangga tentu sangat banyak jumlah air yang bisa dihemat.
Â