Muqadimah
Integrasi , secara etimologis berasal dari kata : mengintegrasikan (Inggris), integratie (Belanda) , intégration (Perancis) atau integratio (bahasa Latin) yang artinya menyelaraskan, memadukan dan menggabungkan. Sains atau pengetahuan ilmiah (disebut juga sains; serapam dari bahasa Latin: scientia) adalah suatu upaya terstruktur atau sistematis berdasarkan metode ilmiah dalam mengembangkan dan mengorganisasikan pengetahuan. Pengetahuan tersebut dibuktikan dengan uraian dan ramalan yang telah teruji pemahaman manusia terhadap alam semesta dan dunianya. Meskipun Islam adalah al-dien, sebuah lembaga keagamaan universal yang telah berlaku sepanjang zaman, Islam tidak hanya terbuka terhadap ide-ide pembaharuan yang dikembangkan oleh ilmu pengetahuan, namun juga mendorong tercapainya kemajuan tersebut.
Integrasi antara Islam dan sains merupakan sebuah mekanisme harmonisasi dan penyatuan prinsip -prinsip agama Islam dengan ilmu pengetahuan dan metodologi ilmiah . Hal ini berarti menggabungkan penalaran pemahaman agama dengan penemuan, penelitian dan pemikiran ilmiah untuk menciptakan pemahaman yang lebih holistik tentang dunia dan keberadaan manusia. Pada artikel berikut, kita akan mengeksplorasi aspek-aspek penting dari integrasi ini, termasuk sejarah, konsep filosofis, implikasi praktis, dan tantangannya.
Tinjauan Historis Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan
Sejarah telah membuktikan bahwa Islam mempunyai tradisi yang kuat dalam mendorong kemajuan atau memajukan pengetahuan dan pemikiran ilmiah. Pada masa keemasannya , dunia Islam menjadi kiblat dan pusat pembelajaran penting di dunia, pusat-pusat ilmu pengetahuan dengan perpustakaan yang melimpah seperti Bagdad, Cordoba dan Kairo menjadi tempat berkumpulnya para ulama dari berbagai disiplin ilmu. Masa kejayaannya , yaitu pada abad ke -8 hingga abad ke-14, pada periode ini kita dapat melihat kontribusi penting para ilmuwan muslim dalam bidang matematika, astronomi, kedokteran, filsafat dan bidang lainnya .
Jabir Ibnu Hayyan, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd , merupakan ilmuwan-ilmuwan Muslim yang tidak hanya fasih melestarikan warisan keilmuan peradaban klasik Yunani dan Persia, namun juga melahirkan karya-karya inovatif yang signifikan dalam pemikiran dan penelitian ilmiah. Para Ilmuwan tersebut menggunakan metode ilmiah untuk memahami alam semesta dan mencari pengetahuan lebih dalam tentang penciptaannya, sekaligus menghormati ajaran agama Islam.
Sekelumit tetang catatan tersebut, Jabir bin Hayyan yang bernama lengkap Abu Musa Jabir bin Hayyan Al-Shufiy Al-Azadiy, yang biasa dipanggil Al-Thusi atau Al-Kufi, dan dalam sastra Barat sering disebut Geber, lahir di Thusi , Khurasan, Iran pada tahun 721 dan meninggal di Kufah, Bagdad, Irak, pada tahun 815. Di Barat  Jabir bin Hayyan dikenal sebagai penemu dan pendiri ilmu kimia. Dalam Western Encyclopedia, ia juga disebut sebagai astronom, astrolog, insinyur, ahli geografi, filsuf, fisikawan, apoteker, dan dokter. Karya monumental Jabir ibn Hayyan merupakan rumusan perbedaan antara alkimia dan kimia serta antara astronomi dan astrologi. Ia menulis berbagai hasil eksperimen, artikel dan buku yang mencakup tidak kurang dari 3000 topik . Sebanyak 500 diantaranya merupakan risalah ilmiah tentang kimia yang sangat penting dalam dunia ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Dia juga mendirikan sejumlah laboratorium, tidak hanya di bidang kimia tetapi juga di bidang fisika dan biologi. Di dunia Barat disebut Korpus Jabirian karena seluruh pusat kegiatan Jabir bin Hayyan. Karya-karyanya antara lain telah diterjemahkan ke berbagai bahasa antara lain Inggris, Spanyol, Perancis, Belanda, Yunani, Jerman. Di antara karyanya yang paling populer di Barat adalah: Book af The Composition of Alchemy, The Work of Geber, Sun of Perfection, book of Stone, dan lain-lain.
Keahlian tersebut diperolehnya dengan berguru pada Imam Ja’far bin Muhammad As-Sadiq, keturunan ke-5 Nabi Muhammad SAW, pada masa pemerintahan Manshur Addawaniqy di Bagdad .
Tinjauan Filsafat Integrasi Islam dan Sains
Konsep filosofis yang mendasari integrasi Islam dan ilmu pengetahuan antara lain mencakup pandangan dunia Islam ( weltanschauung ) tentang alam semesta, ilmu pengetahuan dan kebenaran. Dalam Islam, pengembangan ilmu pengetahuan dipandang sebagai sarana taqarrub ilallah , mendekatkan diri kepada Allah. Nash dalam Al-Qur'an secara konsisten merangsang umat Islam untuk merenungkan ciptaan Allah dan mempelajari tanda-tanda kebesaran-Nya di alam semesta. Bahkan dalam sudut pandang yang jauh, upaya refleksi ini mempunyai keutamaan dalam ibadah ritual, seperti pepatah: Tafakkaru sa'atan khoirun min 'ibadati sittiina sanatan. Hal ini membuktikan bahwa ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan agama Islam, melainkan merupakan bagian penting dalam perjalanan spiritual seseorang.
Konsep tauhid (keesaan Allah) juga memberikan landasan yang kuat dan berperan penting dalam mewujudkan integrasi tersebut. Tauhid mengajarkan bahwa alam semesta merupakan wujud kekuasaan dan kehendak Allah, oleh karena itu mempelajari alam semesta merupakan salah satu cara untuk memahami hikmah dan keagungan-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pemisahan yang tegas antara alam semesta dan agama dalam pandangan Islam, melainkan keduanya saling melengkapi dan mendukung.