Kayumalue melantomo (Kayumalue mengapung)
Syair Kayori tersebut menjadi ingatan kolektif masyarakat Kayumalue dan sekitarnya. Bahkan pada saat peristiwa gempabumi 28 September 2018, tak sedikit orang-orang yang mengevakuasi diri dan keluarga mereka menuju Kayumalue. Mereka yakin bahwa Kayumalue merupakan daerah evakuasi yang aman sebagaimana kejadian tsunami di tahun 1938. namun hanya sedikit dari masyarakat Kayumalue yang bisa melagukannya. Dalam upaya mitigasi bencana berbasis lokal sebenarnya sastra lisan seperti ini akan mnejadi penting sebagai pengetahuan lokal bagi masyarakat untuk menghindari dampak korban yang lebih banyak dan kerusakan yang lebih besar dari bencana.
Dari bencana berulang seperti di Sulawesi Tengah ini, bisa menjadi sebuah bentuk membaca tanda alam. Hal inilah yang dilakukan oleh masyarakat Sirenja saat peristiwa gempabumi dua tahun silam. Belajar dari peristiwa gempa dan tsunami pada 15 Agustus 1968, warga di pesisir Sirenja (tepat berada di pusat gempa) telah melakukan evakuasi mandiri ke tempat tinggi sehingga tidak memakan korban jiwa yang banyak dibandingkan di pesisir Teluk Palu yang mencapai 1.600-an lebih hanya untuk korban tsunami saja.
Ada yang menarik dari tutura totua (cerita lisan orangtua) Kayumalue yang terus dikisahkan pada generasi dibawahnya tentang penggalan syair Kayori yang menurut tetua-tetua di Kayumalue memiliki versi gaib. Hal ini tentu saja akan mengundang banyak tanya dan ketidakpercayaan oleh generasi saat ini. Dalam syair "Palu, Tondo, Mamboro motayomo, Kayumalue melantomo" adalah penggalan syair dari seekor belut raksasa yang berada di Danau Lindu. Dalam versi Kayumalue, penggalan syair tersebut sudah ada sebelum gempa tahun 1938 sebagai peringatan untuk penduduk ri lembana (warga Lembah - Palu, Tondo dan Mamboro), bahwa suatu saat nanti lembana (lembah) akan kembali menjadi lautan seperti dahulu kala. Sehingga orang-orang tua Kayumalue meyakini bahwa Kayori ini telah ada jauh sebelum peristiwa gempa dan tsunami tahun 1938 tersebut.
Dimensi gaib dari syair Kayori dan  juga maknanya, menjadi sangat di yakini oleh sebagaian orang Kayumalue dan luar daerah Kayumalue sendiri bahwa lembah Palu berasal dari laut dan akan kembali menjadi laut.
Sumber Referensi :
Lasimpo, Gifvents. 2019. Mitigasi Bencana Berbasis Pengalaman Suku Kaili di Lembah Palu. Palu. KOMIU.
Lubis, Tasnim. 2019. Tradisi Lisan Nandong Simeuleu : Pendekatan Antropolinguistik. Sumatera Utara. Disertasi Program Doktor Linguistik pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Sibarani, R. 2015. Pembentukan Karakter : Langkah-langkah Berbasis Kearifan Lokal. Jakarta. Asosiasi Tradisi Lisan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H