Mohon tunggu...
Iin Andini
Iin Andini Mohon Tunggu... Guru - Pribadi

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tekankan Proses Pembelajaran untuk Hasil yang Baik

14 November 2024   09:59 Diperbarui: 14 November 2024   10:03 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://e-ujian.id/memahami-kekurangan-dan-kelebihan-penghapusan-ujian-nasional/ 

Pada awal Abdul Mu'ti menjabat Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, berbagai pertanyaan muncul. Bagaimana nasib Kurikulum Merdeka? Bagaimana nasib sistem zonasi? Apakah Ujian Nasional akan diberlakukan kembali? Pada sesi wawancara dengan wartawan di salah satu kanal Youtube, yaitu detikcom, Abdul Mu'ti mengatakan bahwa pihaknya akan mengkaji semuanya dan mendengarkan masukan dari berbagai pihak.

Memang benar bahwa semua membutuhkan kajian ulang untuk melihat plus minus, terutama masalah UN. Kebijakan Nadim Makarim tentang penghapusan UN saat itu direncanakan di tahun 2021, tetapi karena Covid-19, UN di tahun 2020 ditiadakan. UN diganti menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter di Kelas 4, 8, dan 11. Saya dan beberapa teman merasa senang ketika UN dihapus meskipun beberapa teman guru dan lembaga belajar kecewa dengan diberlakukannya kebijakan tersebut. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan kami, ada beberapa dampak yang kurang baik selama UN berlangsung.

Pada zaman itu, UN dilaksanakan sebagai penentu kelulusan, pemetaan kualitas pendidikan di Indonesia, dan seleksi ke jenjang pendidikan berikutnya yang hanya difokuskan pada kelas 6, 9, dan 12. Berbagai drama biasanya muncul. Ada peserta tidak lulus. Ada peserta didik berbuat curang. Ada guru memberikan jawaban ke peserta didik. Semua dilakukan agar bisa lulus dan menjaga kredibilitas sekolah.

Kadang peserta didik kurang mengikuti proses pembelajaran dari kelas 10 dan 11. Biasanya mereka mulai fokus ketika kelas 12 agar nilai UN bagus. Di sinilah ketidakadilan bagi seluruh peserta didik. Ada peserta didik yang mengikuti seluruh proses pembelajaran, misalnya dari kelas 10 dan 11. Hanya gara-gara kemampuan akademiknya kurang akhirnya tidak lulus. Ada peserta didik yang kurang mengikuti proses pembelajaran dengan baik dari kelas 10 dan 11, tetapi karena memiliki kemampuan akademik yang baik dan mengikuti les akhirnya lulus.

Karena peserta didik setiap hari berhadapan dengan soal, beberapa di antara mereka mulai jenuh. Misalnya, pada Pelajaran Bahasa Indonesia beberapa siswa sudah tidak ingin memahami teks bacaan dan pertanyaan. Mereka bertanya tentang cara cepat menjawab soal tanpa harus membaca teksnya.

Saat UN diberlakukan, terjadi persaingan yang ketat antarsekolah, antarguru mata pelajaran, dan siswa. Penilaian hanya melihat hasil akhir UN tanpa melihat prosesnya. Kadang beberapa guru merasa kecil hati ketika rata-rata nilai UN pelajaran tertentu kurang bagus. Jika di kota-kota besar, guru terbantu dengan adanya Lembaga belajar sehingga nilai UN tidak jadi masalah. Namun, beberapa sekolah di Indonesia harus mendapatkan nilai yang kurang bagus karena kurangnya persiapan peserta didik. Pada Kurikulum Merdeka, tujuan pembelajaran disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan sekolah.

Kasus lain yang terjadi ketika UN diberlakukan adalah terjadinya kecurangan. Peserta didik berbuat curang dengan menggunakan berbagai cara agar lulus. Bahkan, kadang kita mendengar ada oknum tidak bertanggung jawab menjual kunci jawaban mata pelajaran yang diujiankan.

Lalu, apakah UN perlu diberlakukan kembali? Menurut saya, kalau masih menggunakan sistem yang sama dengan sebelumnya, sebaiknya tidak usah. Langkah yang harus dilakukan oleh pihak-pihak terkait adalah perlu adanya evaluasi Kurikulum Merdeka karena banyak program-program yang inovatif. Program-program yang sudah baik dan relevan diteruskan, sementara program-program yang kurang baik diperbaiki, terutama pada Capaian Pembelajaran dan Alur Tujuan Pembelajaran sebaiknya direvisi kembali.

Semoga dengan adanya revisi, mutu pendidikan kita semakin berkualitas. Guru-guru juga mengajar lebih memperhatikan prosesnya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik, misalnya dengan memberlakukan pembelajaran berdiferensiasi. Dengan proses pembelajaran yang baik pasti akan memberikan hasil yang baik juga. Peserta didik tidak sekadar mendapatkan hasil akhir yang tertera pada rapor dan ijazah, tetapi mereka juga mendapatkan makna dari setiap proses pembelajaran yang telah mereka lalui dan nantinya berguna dalam kehidupan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun