Setiap manusia terlahir sebagai pemenang. Berjuta saingan telah disisihkan. Hadiahnya tak tanggung, singgasana rahim yang sempurna, ditempati selama sembilan bulan lamanya. Saat itu, tak ada tuntutan baginya untuk merasakan betapa beratnya beban seorang ibu saat mengandung dirinya.
Di usia ke 120 hari, malaikat turun untuk meniupkan ruh dan menetapkan 4 hal. Tentang rizkinya, ajalnya, amalnya, serta duka atau bahagianya. Pasca dilahirkan, saingannya bukan lagi nyawa ibu, melainkan ummat manusia secara keseluruhan. Suka tidak suka, siap tidak siap, sebagai makhluk sosial dituntut untuk bersaing. Lebih tepatnya, fastabiqul khairat (bersaing dalam kebaikan).
Dalam mengarungi kehidupan, prinsip orang memang berbeda. Ada yang berjuang keras dengan memaksimalkan setiap potensi yang dimiliki, ada yang berlaku sewajarnya, dan ada pula yang mengalir apa adanya. Prinsip tersebut tentu dipengaruhi banyak faktor, bisa watak bawaan, pendidikan, tuntutan, tantangan, dan lain-lain. Al hasil, petualangan itu tak dapat dihelakkan.
Abad 21 yang ditandai dengan kemajuan teknologi, memaksa terjadi pengelompokan usia kelahiran. Orang-orang yang dilahirkan sebelum tahun 1980, Â dikategorikan sebagai generasi X, dilahirkan 1981-1995 masuk kategori Y, dan yang dilahirkan 1996-2010, masuk kategori generasi Z. Di antara perbedaan mencolok lebih pada karakteristik, pola pikir dan bersosial media. Satu sama lain memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Tidak perlu menyesal atau berbangga dengan kategori kelahiran, karena yang terpenting dari semua itu ialah pengelolaan hidup itu sendiri. Yang harus diperhatikan ialah, seberapa takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, seberapa banyak memberikan kebermanfaatan kepada ummat manusia, dan seberapa rutin bersyukur atas segala limpahan rahmat yang telah diterima. Tak perlu pula saling sindir dengan peribahasa, "manusia kadaluarsa, gaptek, bau kencur, kurang beretika dll". Yang harus dilakukan ialah sikap saling memotivasi dan mengapresiasi.
Orangtua memiliki sisi pengalaman, kematangan, dan yang tidak terbantahkan ialah telah menikmati pahit manisnya kehidupan hingga saat ini. Sedangkan yang muda, ia memiliki motivasi, tenaga, harapan, dan potensi juang yang lebih tinggi dibandingkan yang lebih tua. Sekali lagi, yang dibutuhkan ialah saling melengkapi. Kualitas akan sangat ditentukan dengan sikap yang ditunjukkan.
Pesan Ilahiyyah menerangkan, manusia dituntut untuk terus belajar. "thalabul ilmi faridhatun 'ala kulli muslimin wal muslimat". Dengan demikian, siapapun kita, diharuskan terus untuk menuntut ilmu. Tak ada hak konten materi, ini untuk generasi X, Y atau Z. Semua dapat mempelajarinya, termasuk di dalamnya kemajuan teknologi.
Saat seseorang terus melakukan perbaikan diri, saat itu pula akan terbentuk siapa dirinya yang sesuangguhnya. Teknik yang dilakukan, tak melulu harus duduk di bangku kuliah. Membaca, mendengar, menyimak, berdiskusi, dan lain-lain, itu dapat dilakukan. Sebaiknya pula, seseorang berada pada levelnya. Jangan sampai status yang sandang, tidak diimbangi dengan kualitas dirinya. Hal itu akan memudarkan kehormatannya.
Lebih penting dari semua itu, ialah implementasi atas ilmu yang dimiliki. Sudah barang tentu, sebelum di sampaikan kepada oranglain, hal tersebut sudah, masih dan akan selalu dilakukannya. (ibda binafsik). Motivasi dalam penyampaian harus lurus pula. Tak elok, sesuatu yang baik, tetapi ditunjukkan untuk ketidakbaikan.
Perpaduan antara pengetahuan, pengalaman dan juga upaya dalam pengimbangan zaman, akan membentuk kesempurnaan. Subjek si-penerima gagasan, dipastikan membutuhkan pembaharuan. Kurang bijak, jika metode yang dipergunakan tidak disesuaikan. Strategi lebih penting daripada konten. Walaupun tidak dipungkiri, sesuatu yang sifatnya klasik kadang sangat didambakan.
Mari saling koreksi diri, fokuskan visi, dan jalankan misi. Teruslah meraih mimpi tanpa berhenti memohon kepada Illahi. Jangan berhenti untuk berbagi agar nanti dapat pengganti. Kita bersua dan berbahagia di kehidupan yang abadi. Amin