Mohon tunggu...
IIM_ SOBANDI
IIM_ SOBANDI Mohon Tunggu... -

Senang berbagi ilmu pengetahuan!

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Pendekatan Mimetik Dalam Puisi Senja di Pelabuhan Kecil Karya Chairil Anwar

31 Januari 2014   22:38 Diperbarui: 4 April 2017   16:52 14972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDEKATAN MIMETIK

DALAM PUISI SENJA DI PELABUHAN KECIL

KARYA CHAIRIL ANWAR

oleh

Iim Sobandi, M.Pd.



Abstrak

Pandangan pendekatan mimetik ini adalah adanya anggapan bahwa puisi merupakan tiruan alam atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia di semesta raya ini. Sasaran yang dieliti adalah sejauh mana puisi merepresentasikan dunia nyata atau sernesta dan kemungkinan adanya intelektualitas dengan karya lain. Hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam sastra adalah hubungan dialektis atau bertangga.Mimesis tidak mungkin tanpa kreasi, tetapi kreasi tidak mungkin tanpa mimesis. Takaran dan perkaitan antara keduanya dapat berbeda menurut kebudayaannya, menurut jenis sastra, zaman. kepribadian pengarang, dsb. Tetapi. yang satu tanpa yang lain tidak mungkin. Dan, catatan terakhir perpaduan antara kreasi dan mimesis tidak hanya berlaku dan benar untuk penulis sastra. Tak kurang pentingnya untuk pembaca. Dia pun harus sadar bahwa menyambut karya sastra mengharuskan dia untuk memadukan aktivitas mimetik dengan kreatif-mereka.

Pemberian makna pada karya sastra berarti perjalanan bolak-balik yang tak berakhir antara dua kenyataan dan dunia khayalan. Karya sastra yang dilepaskan dan kenyataan kehilangan sesuatu yang hakiki, yaitu pelibatan pembaca dalam eksistensi selaku manusia. Pembaca sastra yang kehilangan daya imajinasi meniadakan sesuatu yang tak kurang esensial bagi manusia, yaitu alternatif terhadap eksistensi yang ada dengan segala keserbakekurangannya. Atau lebih sederhana.Berkat seni, sastra khususnya, manusia dapat hidup dalam perpaduan antara kenyataan dan impian, yang kedua-duanya hakiki untuk kita sebagai manusia.

Kata Kunci: mimetik, karya sastra, puisi, imajinasi sastrawan.



PENDAHULUAN

Pendekatandalam kritik sastra cukup beragam. Pendekatan­-pendekatan bertolak dari empat orientasi teori kritik. Yang pertama, orientasi kepada semesta yang melahirkan teori mimesis. Kedua, teori kritik yang berorientasi kepada pembaca yang disebut teori pragmatik. Penekanannya bisa pada pembaca sebagai pemberi makna dan pembaca sebagai penerima aspek karya sastra.Resepsi sastra merupakan pendekatan yang berorientasi kepada pembaca. Untuk yang ketiga, teori kritik yang berorientasi pada elemen pengarang dan disebut sebagai teori ekspresif. Sedangkan keempat adalah teori yang berorientasi kepada karya yang dikenal dengan teori obyektif.

Karya sastra sangat beragan bentuknya (novel, cerpen puisi, dan drama). Karya sastra tersebut merupakan hasil dari kreativitas dan imajinasi pengarang. Sebagi seorang pengamat dan pemerhati bahasa kita berkewajiban untuk menelaah hasil kreativitas pengarang tersebut dengan bebagai pendekatan. Dalam kritik sastra kita mengenal berbagai pendekatan sastra, seperti mimetik, sosiologis, struktural dll.

Salah satu sastrawan Indonesia yang tersohor pada angkatan 45 yaitu Chairil Anwar, beliau telah menghasilkan banyak karya sastra, diantaranya puisi Senja di Pelabuhan Kecil yang dibauat pada tahun 1946. Puisi ini memiliki makna yang tinggi bila dikaji dengan baik. Puisi ini akan dikaji dengan menggunakan pendekatan mimetik, karena pemilihan bahasa dalam puisi ini memiliki nilai kehidupan nyata dimata pembaca.



PENDEKATAN MIMETIK

Secara Umum Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang mendasarkan pada hubungan karya sastra dengan universe (semesta) atau lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra itu. Tetapi menurut beberapa pakar mimetik yakni:

·Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra. Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dan realitas (Abrams 1981 :89).

·Aristoteles berpendapat bahwa mimesis bukan sekedar tiruan. bukan sekedar potret dan realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarangnya. Puisi sebagal karya sastra, mampu memaparkan realitas di luar diri manusia persi apa adanya. Maka karya sastra seperti halnya puisi merupakan cerminan representasi dan realitas itu sendiri.

·Pendapat Plato tentang seni. Menurut Plato seni hanya dapat meniru dan membayangkan hal-hal yang ada dalam kenyataan yang nampak. Dan seni yang terbaik adalah lewat mimetik.

Mimesis merupakan salah satu wacana yang ditinggalkan Plato dan Aristoteles sejak masa keemasan filsafat Yunani Kuno. hingga pada akhirnya Abrams memasukkannya menjadi salah satu pendekatan utama untuk menganalisis sastra selain pendekatan ekspresif, pragmatik dan objektif. Mimesis merupakan ibu dan pendekatan sosiologi sastra yang darinya dilahirkan puluhan metode kritik sastra yang lain.

Mimesis berasal bahasa Yunani yang berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimesis diartikan sebagai pendekatan sebuah pendekatan yangdalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan kehidupan ( Ravertz.2007: 12).



PANDANGAN BEBERAPA PAKAR

·Pandangan Plato mengenai mimetik

Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai konsep ide-ide yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya mengenai seni.

Plato menganggap ide yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Ide merupakan dunia ideal yangterdapat pada manusia. ide oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. ide bagi Plato adalah halyang tetap atau tidak dapat berubah. misalnya ide mengenai bentuk segitiga. ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dan kayu dengan jumlah lebih dan satu ide mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah tetapi segitiga yang terbuat dan kayu bisa berubah (Bertnensl979:13).

Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep ide tersebut, Plato sangat memandang rendah seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republik bagian kesepuluh. Bahkan ia mengusir seniman dan sastrawan dan negerinya. Karena menganggap seniman dan sastrawan tidak berguna bagi Athena, mereka dianggap hanya akan meninggikan nafsu dan emosi saja. Pandangan tersebut muncul karena mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh dan ‘kebenaran’. Seluruh barang yang dihasilkan manusia menurut Plato hanya merupakan copy dan ide, sehingga barang tersebut tidak akan pernah sesempurna bentuk aslinya (dalam ide-ide mengenai barang tersebut). Sekalipun begitu bagi Plato seorang tukang lebih mulia dan pada seniman atau penyair. Seorang tukang yang membuat kursi, meja, lemari dan lain sebagainya mampu menghadirkan ide ke dalam bentuk yang dapat disentuh panca indra. Sedangkan penyair dan seniman hanya menjiplak kenyataan yang dapat disentuh panca indra (seperti yang dihasilkan tukang), mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dan jiplakan (Luxemberg:16).

Menurut Plato mimesis hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah menghasilkan kopi sungguhan, mimesis hanya mampu menyarankan tataran yang lebih tinggi. Mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap dunia ideal. (Teew.1984:220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan seperti yang telah dijelaskan di muka. Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio (Teuw. 1984:221).

·Pandangan Aristoteles mengenai mimetik

Aristoteles adalah seorang pelopor penentangan pandangan Plato tentang mimesis, yang berarti juga menentang pandangan rendah Plato terhadap seni. Apabila Plato beranggapan bahwa seni hanya merendahkan manusia karena menghimbau nafsu dan emosi. Aristoteles justru menganggap seni sebagai sesuau yang Lisa meninggikan akal budi. Teew (1984: 221) mengatakan bila Aristoteles memandang seni sebagai katharsis, penyucian terhadap jiwa. Karya seni oleh Aristoteles dianggap menimbulkan kekhawatiran dan rasa khas kasihan yang dapat membebaskan dan nafsu rendah penikmatnya.

Aristoteles menganggap seniman dan sastrawan yang melakukan mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk menghasilkan kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru dan kenyataan indrawi yang diperolehnya. Dalam bukunya yang berjudul Poetica (via Luxemberg.1989:17), Aristoteles mengemukakakan bahwa sastra bukan copy (sebagaimana uraian Plato) melainkan suatu ungkapan mengenai “universalia” (konsep-konsep umum). Dan kenyataan yang menampakkan diri kacau balau seorang seniman atau penyair memilih beberapa unsur untuk kemudian diciptakan kembali menjadi ‘kodrat manusia yang abadi’. kebenaran yang universal. Itulah yang membuat Aristoteles dengan keras berpendapat bahwa seniman dan sastrawan jauh lebih tinggi dan tukang kayu dan tukang-tukang lainnya.

Pandangan positif Aristoteles terhadap seni dan mimesis dipengaruhi oleh pemikirannya terhadap ada’ dan Idea-Idea Aristoteles menganggap Idea-idea manusia bukan sebagai kenyataan. Jika Plato beranggapan bahwa hanya idea-lah yang tidak dapat berubah. Aristoteles justru mengatakan bahwa yang tidak dapat berubah (tetap) adalah benda-benda jasmani itu sendiri. Benda jasmani oleh Aristoteles diklasifikasikan ke dalam dua kategori.

ANALISIS PUISI DENGAN PENDEKATAN MIMETIK

Senja Di Pelabuhan Kecil

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

Di antara gudang, rumah tua, pada cerita

Tiang serta temali, kapal, perahu tiada berlaut

Menghembus diri dalam mempercaya mau terpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepek elang

Menyinggung muram, desir hari berenang

Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak

Dan kini, tanah, air, tidur hilang ombak

Tiada lagi. Aku sendiri berjalan

Menyisir semenanjung, masih pengap harap

Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

Dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.

(Chairil Anwar, 1946)

Pada puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” ini menceritakan cinta yang sudah tidak dapat diperoleh lagi. Pelukis melukiskan gedung, rumah tua, cerita tiang dan temali, kapal, dan perahu yang tidak bertaut. Benda-benda itu semua mengungkapkan perasaan sedih dan sepi. Penyair merasa bahwa benda-benda di pelabuhan itu membisa kepadanya, menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut. Terdapat pada bait ke 1 yaitu

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

Di antara gudang, rumah tua, pada cerita

Tiang serta temali, kapal, perahu tiada berlaut

Menghembus diri dalam mempercaya mau terpaut

Pada bait ke-2 dalam puisi “senja di pelabuhan kecil” perhatian penyair memfokus ke suasana pelabuhan dan tidak lagi kepada benda-benda di pelabuhan yang beraneka ragam. Di pelabuhan itu turun gerimis yang mempercepat kelam (menambah kesedihan penyair) dan ada “kelapak elang” yang “menyinggung muram(membuat hati penyair lebih muram), dan “hari-hari seakan lagi berenang” (kegemingan telah musnah). Suasana di pantai itu suatu saat membuat hati penyair dipenuhi harapan untuk terhibur, tapi ternyata suasana pantai itu kemudian berubah. Harapan untuk mendapatkan hiburan itu musnah, sebab “kini tanah, air tidur, hilang ombak”.

Pada baik ke-3 dalam puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” pikiran penyair lebih dipusatkan pada dirinya dan bukan kepada pantai dan benda-benda sekeliling pantai itu. Dia merasa “aku sendiri”. Tidak ada lagi yang diharapkan akan memberikan hiburan dalam kesendirian dan kedukaannya itu. Dalam kesendirian itu, ia menyisir semenanjung semula ia berjalan dengan dipenuhi harapan. Namun sesampainya di ujung sekalian selama jalan”. Jadi, setelah penyair menapai ujung tujuan, ternyata orang yang diharapkan akan menghiburnya itu malah mengucapkan selamat jalan. Penyair merasa bahwa sama sekali tidak ada harapan untuk mencapai tujuannya. Sebab itu dalam kesendirian dan kedukaannya, penyair merasakan “dari pantai keempat sedu penghabisan bisa terdekap”. Betapa mendalam rasa sedihnya itu, ternyata dari pantai keempat sedu-sedan tangisnya dapat dirasakan.

Amanat puisi ini menyatakan bahwa penyair ingin mengungkapkan kegagalan cintanya yang menyebabkan hatinya sedih-sedih dan tercekam. Kegagalan cinta itu menyebabkan seseorang seolah kehilangan segala-galanya. Cinta yang sungguh­sungguh dapat menyebabkan seseorang menghayati apa arti kegagalan itu secara total.

PENUTUP

Dari pemaknaan puisi dengan menggunakan pendekatan mimetik, terhadap puisi Senja di Pelabuhan Kecil karya Chairil Anwar tersebut, tergambarkan makna puisi yang berbicara mengenai kegagalan cinta yang menyebabkan hatinya sedih dan tercekam.

Puisi senja Senja di Pelabuhan Kecilini mempunyai nilai literer yang tinggi. Penyair mengungkapkan perasaan dukanya yang kuat dengan itu cinta yang sungguh­-sungguh dapat menyebabkan seseorang menghayati apa arti kegagalan itu secara total.

Pemaknaan sebuah puisi dengan menggunakan pendekatan mimetik di dalam kajian atau tulisan itu hanyalah sebagian dari cara untuk memahami dan menggali kandungan puisi. Apa yang sudah di dapat di dalam rekonstruksi makna ini tentu saja belum memuaskan, oleh karena itu kajian-kajian terhadap puisi dengan aneka pendekatan lain perlu dilakukan untuk melengkapi kajian ini karena kajian-kajian yang serius terhadap puisi yang di dasari oleh semangat keintelektualan akan dapat memperkaya khasanah ilmu dan berdampak praktis memupuk kedewasaan jiwa.



DAFTAR PUSTAKA

Pradopo, Rachmat Djoko. 1994. Prinsip-prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres.

Wahid, Sugiro. 1996. Kapita Selekta Kritik Sastra. Diklat Ujung Pandang.



Waluyo, Herman. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Surakarta: Erlangga.


Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun