Mohon tunggu...
Ihza Nahruddin
Ihza Nahruddin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Liburan dan bermain game

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Etika Profesi Guru dalam Menghadapi Kasus bullying di sekolah

2 Januari 2025   07:04 Diperbarui: 2 Januari 2025   07:04 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara". Guna mencapai tujuan tersebut, diperlukan kondisi belajar yang kondusif dan jauh dari kekerasan. Sudah semestinya pendidikan mampu mewujudkan jiwa kemanusiaan yang humanis melalui ajaran nilai-nilai kebaikan yang disampaikan melalui pendidik.
Penelitian dari Yayasan Sejiwa menunjukkan bahwa tidak ada satupun sekolah di Indonesia yang bebas dari tindakan kekerasan. Salah satu tindakan kekerasan yang marak terjadi yaitu bullying. Seperti baru-baru ini kasus bullying yang menyita perhatian publik adalah kasus bullying yang terjadi di SMA 3 Jakarta dan kasus bullying siswa kelas 3 SD N 07 Pagi Kebayoran Lama Utara yang dipukul teman hingga tewas. Penyebab terjadinya perilaku bullying disekolah sangat beragam mulai dari kurangnya pendidikan dari keluarga, juga kurangnya pengawasan dari pihak sekolah. Dampak yang diakibatkan oleh perilaku bullying cukup luas baik fisik dan mental korban bullying. Adapun masalah yang terjadi kepada korban bullying yaitu trauma mental, rasa takut dan rendah diri,serta menurunya prestasi akademik yang berakibat fatal adalah korban bullying yang tidak mau melanjutkan pendidikanya. Kasus kekerasan yang marak terjadi pada siswa sekolah dasar saat ini sangat memprihatinkan bagi pendidik dan orang tua. Sekolah seharusnya menjadi tempat bagi siswa untuk menimba ilmu dan membentuk karakter yang positif justru menjadi tempat bagi tumbuhnya praktek kekerasan. Riset dari LSM Plan International dan International Center for Research on Women (ICRW) yang dirilis Maret 2015 menunjukkan terdapat 84% anak mengalami kekerasan di Indonesia (http://www.liputan6.com).Bullying dibagi menjadi tiga jenis, yaitu bullying fisik, bullying verbal, bullying relasional, dan cyber-bullying.
Bullying merupakan salah satu kasus yang menimbulkan dampak yang negative, sehingga korban bullying memiliki masalah kesehatan fisik maupun mental, menjadi lebih cemas, lebih tertekan, dan cenderung memikirkan untuk bunuh diri. Bullying mengakibatkan anak mengalami hambatan dalam tumbuh dan berkembang sedangkan anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Suradi, 2013: 185). Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kesadaran baru kepada semua pihak khususnya pendidik atau guru, bahwa dewasa ini anak menghadapi ancaman untuk tumbuh kembangnya, Guru selaku pelaksana proses pembelajaran merupakan pihak yang paling mengerti sikap, perilaku, dan perkembangan siswa sehingga tidak menutup kemungkinan seorang guru akan berhadapan langsung dengan permasalahan yang dialami oleh siswa.
 Menurut Mudri (2010: 116) guru memiliki peranan sebagai pembimbing siswa. Termasuk di dalamnya adalah membimbing siswa yang memiliki perilaku bullying. Guru kelas juga berperan dalam pemberian nasihat dan memediasi pelaku dan korban pada suatu kasus bullying yang ada di sekolah. Kasus bullying di sekolah merupakan kasus yang mengakar dan terwariskan dari generasi ke generasi dan kurang terpantau oleh orangtua dan pihak sekolah khususnya pendidik. Tak sedikit orangtua dan pihak sekolah berpandangan bahwa bullying seolah hanya terjadi di jenjang SMP dan SMA. Faktanya bullying banyak juga terjadi pada anak sejak rentang 3-12 tahun. Pada usia inilah, kasus bullying kurang mendapat perhatian lebih, karena dianggap hal yang wajar (Susanto, 2015 dalam Buku Panduan Melawan Bullying).
Menurut Sanjaya, (2009: 160) guru sebagai pendidik mengandung arti yang sangat luas, tidak sebatas memberikan bahan-bahan pengajaran, tetapi menjangkau etika dan estetika perilaku dalam menghadapi tantangan kehidupan di masyarakat. Sedangkan menurut Barizi & Idris (2010: 142) guru kelas adalah orang yang pekerjaannya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di dalam kelas. Sebagai guru kelas yang mengajarkan mata pelajaran, guru sekolah dasar pada dasarnya mempunyai peran sebagai pembimbing.
Guru kelas memiliki beberapa peran, diantaranya yaitu:1.Peran guru kelas sebagai pembimbingMenurut Mulyasa (2005: 37) peran guru kelas sebagai pembimbing diibaratkan sebagai pembimbing perjalananan yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan tersebut. Dalam ini istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskam tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. 

2.Peran guru kelas sebagai mediator dan fasilitatorMenurut Usman (2006: 9).Peran guru sebagai mediator, memungkinkan guru menjadi perantara dalam hubungan antar manusia sehingga dibutuhkan pengetahuan mengenai cara orang berinteraksi dan berkomunikasi agar tercapai lingkungan yang berkualitas dan interaktif. Sedangkan sebagai fasilitator, guru hendaknya mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik berupa narasumber, buku teks, majalah ataupun surat kabar.
3.Peran guru kelas sebagai penasihatMenurut Mulyasa (2005: 37) guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan, serta akan mengadu kepada guru sebagai orang kepercayaannya. Makin efektif guru menangani setiap permasalahan makin banyak kemungkinan peserta didik berpaling kepadanya untuk mendapatkan nasihat dan kepercayaan diri.
Menurut Muthmainnah & Arumi (2014: 473) guru dapat membantu siswa dalam mengatasi masalah seperti bullying seperti :a.melek emosib.melatih anak agar asertifc.melakukan pengawasan anak selama di sekolahd.memberikan penanganan yang tepat apabila terjadi bullyinge.memasukkan tema "melindungi diri" dalam pembelajaranf.pemberian sanksi yang tegas untuk pelaku kekerasan pada anakg.memberikan terapi dan pendampingan bagi korban
KesimpulanGuru memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah dan mengatasi kasus bullying di sekolah. Peran guru dalam mengatasi kasus bullying sangat krusial. Dengan menerapkan etika dan tindakan yang tepat, guru dapat menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan kondusif bagi semua siswa. Etika guru dalam menghadapi kasus bullying adalah fondasi penting dalam upaya menciptakan sekolah yang bebas dari kekerasan. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, guru dapat menjadi pahlawan bagi siswa yang menjadi korban bullying

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun