Oleh: Ikhya Ulumuddin
Setiap makhluk di bumi tidak akan pernah lepas dari ‘cinta’. Setiap waktu kita ingin selalu membicarakanya, meresapinya, merasakanya langsung. Manusia, hewan, tumbuh-umbuhan, alien (kalau misalkan ada), dan makhluk-makhluk lain semuanya merasakan getaran yang mengguncang jiwa, menghancurkan semua suasana, mengganti seluruh rasa tersebut. Sesuatu itu tidak lain adalah (cinta). Disini saya ingin menspesifikan pengalaman cinta kepada sosok manusia, Selanjutnya lebih khusus lagi kepada seorang manusia yang tergolong jenius, pemikir besar dan filosof. Terutama yang menarik bagi saya adalah F.W. Nietzsche mengenai hal ihwal perjalanan asmaranya.
Dalam setiap kisah cinta manusia atau yang sering kita tonton di televisi, kita sering meihat istilah cinta segi tiga, cinta yang diwakili oleh tiga orang. cinta seperti ini tidak biasa bagi kita, karna aktor utama dalam cinta manusia antara laki-laki dan perempuan itu hanya dua orang saja. Memang kadang cinta itu membingungkan, membunuh prasaan seseorang dan skaligus mengubah air laut menjadi air susu serta sebaliknya.
Hal seperti ini pula yang dialami oleh sang pembunuh tuhan atau Nietzsche yang menyimpan kesan sungguh dramatis. Ia disebut sang pembunuh tuhan berdasarkan proklamiranya yang menegaskan bahwa “tuhan-tuhan sudah mati dan kita telah membunuhnya”.
Aktor utama dalam kisah ini ada tiga orang. yang pertama Nietzsche sendiri, kedua Lou Salome, dan ketiga adalah Paul Ree. Kita tahu bahwa dalam kahidupan Nietzsche yang terbagi dalam empat masa, yaitu masa kanak-kanak, masa remaja atau sebagai mahasiswa, masa menjadi professor, dan masa-masa ketika dia mengembara dan menjadi gila. Nah, kisah percintaanya dengan Lou Salome itu terletak pada masa keempatnya ini. Lou Salome sendiri adalah sosok wanita yang sangat cantik, cerdas. pada saat ia baru berumur 17 tahun, ia sudah mempelajari filsafat, teologi, dan sastra. Lou memiliki kecantikan yang mengundang lelaki untuk memilikinya, bahkan ketika di umur 17 tahun tersebut, seorang guru yang pertama kali memperkenalkan Lou kepada dunia filsafat, teologi, dan sastra, ingin menceraikan istrinya dan selanjutnya menjadikan Lou sebagai istrinya.
Pertemuan Nietzsche dengan lou salome bermula di rumah seorang penulis bernama Malwida Von Meysenbug di roma pada tanggal 13 maret 1882. Pada pertemuan tersebut, tidak banyak diungkap terkait dengan berbagai macam peristiwa diantara Nietzsche dan Lou. Namun, yang terpenting dalam pertemuan itu, Nietzsche banya belajar dari Lou.
Semenjak pertemuan pertama itu, Nietzsche sudah mulai tertarik dengan karakter, sikap, dan hampir semua aspek dari Lou. Pada saat yang bersamaan, Paul Ree—sang penulis, penjudi, dan telah leih dulu mengenal Lou—serta merta mengirimkan surat pada Nietzsche. meski isi surat itu tidak pernah teridentifikasi. Namun, dari respon surat balasan yang diberikan oleh Nietzsche, dapat ditarik kesimpulan. Bahwa, Paul Ree mengabarkan tentang prasaan cintanya pada Lou Salome. Bahkan bukan hanya Nietzsche dan Ree saja yang amat sangat mencintai dan terjerat oleh kecantikan Lou, melainkan penulis-penulis yang lebih senior dari mereka pun terkepayang oleh kecantikan dan keanggunanya. Wajar jika kemudian Nietzsche hampir cinta mati pada perempuan itu.
Sayangnya, rasa cinta hanya dimiliki oleh Nietzsche, bahkan pada saat itu pula Nietzsche mengungkapkan prasaanya kepada Lou bahwa ia ingin menikahinya. tetapi sementara itu Lou tidak pernah memiliki perasaan yang lebih dan special selain hanya sekedar perasaan pertemanan denganya. melihat kenyataan seperti itu, sebagai sosok laki-laki yang mempunyai popularitas cukup tinggi pada waktu itu, si pembunuh Tuhan merasa sakit hati. Terlebih kecintaanya pada sosok Lou bukan sekedar cinta biasa yang gampang tumuh dan gampang pula tumbangnya.
Sejak masa-masayang sulit itu, Nietzsche mengalami sakit yang cukup serius. Nietzsche lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menyendiri dan menjauh dari baerbagai macam persoalan serta pertanggung jawaban sosial. Pada waktu itu kehidupanya diliputu oleh kesuraman dan kesepian serta prasaan sakit hati. Rasa sakit tersebut diperparah dengan jawaban yang diberikan Lou pada Nietzsche pada saat hendak menikahinya adalah: ia akan menerima lamaran tersebut jika Nietzsche mengizinkan dirinya utuk menikah dengan Ree. Karena pada waktu itu, Lou sudah paham jika sebenarnya mereka seudah terjebak dalam lingkaran cinta segi tiga.
Meski Nietzsche dijuluki si pembunuh tuhan, namun ia tetap manusia biasa yang tidak bisa secara serta merta mengubah kehendak takdir. Lou salome adalah cobaan besar dalam kehidupanya. Terlebih, pada akhirnya perempuan itu lebih memilih untuk menjalani hidup bersama Ree, ketimbang bersama dirinya.
Dari situlah ia memutuskan untuk memutuskan hubungan dengan semua orang dan hidup dengan kesendirian tanpa seorang pendamping hidup. Dalam suasana seperti itu banyak sekali pemikiran-pemikiranya yang dituangkan dalam tulisan yang bergaya aforisme dan dicetak menjadi buku-buku. dalam kesendirianya itu ia merasa beruntung karna bisa berfikir tenang dan bebas menyelami smudra pengetahuan dan meresapi keindahan alam, jadilah ia sebagai manusia yang soliter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H