Mohon tunggu...
Ihya Ulumuddin
Ihya Ulumuddin Mohon Tunggu... Administrasi - Stay Hungry, Stay Foolish

Kadang nulis, kadang baca, kadang nonton

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Day of Rage, dan Unjuk Rasa Rawon

12 Maret 2011   19:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:50 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Aku kan naikkan gaji kalian 15 %” Ucap sang raja di hadapan para warganya

“Horeeeeeeeeee” serentak warga menyahutnya.

“Aku akan hapus semua hutang kalian kepadaku” ujar sang raja lagi di tengah alun-alunpusat kota itu.

Serempak semua yang hadir bertepuk tangan dan berucap syukur kepada Tuhan yang Maha Esa

“Aku juga liburkan besokhari sebagai hadiahatas doa-doa kalian untuk kesembuhanku” Ujar nya lagi dengan mantap penuh wibawa.

“Horeee.. Ayah…kita , libur lagi” sahut anak kecil yang tengah di gendong bapaknya di sudut alun-alun tersebut.

Semua warga bersuka cita atas pengumuman sang raja yang sangat di cintainya sepulang dari berobatnya di negeri jauh. Beberapa warga bahkan ada yang langsung bersujud syukur. Meraka saling berbincang-bincang tentang keputusan sang raja ini. Seolah-olah mereka belum percaya apa yang telah dialaminya.

Selepas pengumunan sang raja di alun-alun. Para warga berkeliling kota untuk merayakannya semua mobil di tempel poster sang raja, membunyikan klaksondan menyanyikan lagu dengan keras dari suara tape mobilnya. Pak polisi yang berjaga membebebaskan warga merayakan ini dan tidak akan men-tilangnya. Mereka hanya berpesan untuk berhati-hati.Perayaan ini berlangsung dari siang hingga pagi dini hari. Seluruh jalanan menjadi padat dan sedikit macet.

Sementara itu sebahagian besar warga negara asing hanya menyaksikan kabar gembira ini dari tabung kotak televisi tua. Mereka hanya mendengar khabar dan tidak lebih dari itu, gaji mereka tidak naik, dan mereka juga tidak mendapatkan hari libur tambahan.

“Ah tidak adilkau raja” keluhnyahanya dalam hati.

Kamis

Di salah satu sudut kota, beberapa orang yang kontra dengan raja ingin membuat gerakan demo atau unjuk rasa yang mereka namakan “Day of Rage”. Mereka terinspirasi oleh demo-demo kerajaan-kerajaan tetangganya yang berhasil melengserkan raja dengan unjuk rasa.

Berita dan issue akan adanya demo berhembus dan semakin meluas di kalangan para warga melalui media social network. Mereka meneriakkan yel yel demokrasi-demokrasi.

Para polisi menghimbau kepada pada warga untuk tidak terpancing dengan provokasi itu. Mereka di himbau untuk tetap tenang dan tidak mengikuti ajakan untuk berdemo. Seluruh polisi di kerahkan untuk menentramkan masyarakat. Mobil-mobil polisi berpatroli menyisir jalanan kerajaan sambil terkadang membunyikan sirenenya untuk memantau warga dari darat. Sedangkan beberapa pesawathelikopter memantau perkembangan dari udara.

Jum’at

Di salah satu sudut kamar pekerja asing di kerajaan itu. Jam yang tergantung di temboknya menunjukkan pukul 11.45. Dia harus bersiap-siap untuk berangkat menunaikan sholat jumat. Udara panas diluar masih agak bersahabat hanya sisa badai pasir semalam yang masih menyisakan sedikit perih di mata. Terlihat beberapa polisi sedang berkeliling dengan berjalan kakidan berjaga-jaga di sekitar masjid dekat kami tinggal.

Selepas sholat jumat tak terasa perutnya bersuara. Suaranya sudah seperti musik cadas aliran black metal. Di bukanya pintu kulkas di deket pintu masuk kamar. Isinya masih sama seperti tadi pagi 3 bungkus indomie serta 4 butir telor.

“Bosaaaaaan” teriak cacing-cacing yang menghuni penampungannya

“Diam lue” teriaknya

“Kamu mau nya apa”

“Sate kambing”

“Busyet…enak di lue, nyarinya di mana”

“Terserah” sambil terus membunyikan alat-alat musik apa saja yang dalam penampungannya

“Oke-oke kita makan sate”

“Bruk” suara pintu mobil yang dia banting dengan sedikit agak keras.

Menyusuri jalan pusat kota. Terlihat beberapa polisi masih berjaga-jaga di pinggir-pinggir jalan dan lampu merah. Bahkan beberapa polisi menghentikan dan memeriksa identitas pengedaranya.

Dia terus menyusuri jalan yang lenggang. Walaupun lenggang dan jalan halus mulus. Dia tidak berani untuk menginjak gas pol, banyak mata-mata polisi yang terpasang di tiap sudut jalan selama 24 jam yang siap memotretnya.

Di depan bangunan yang lumayan baru dia parkirkan kendaraannya . Dan bersiap untuk unjuk rasa

“Sate, sate, sate, sate” Yel- yelnya

“Habiiiiiis !!!!!!!!!!!!!!!”

“Waduuuh”

Setelah bernegosiasi yang cukup alot akhirnya dengan terpaksa dia harus berkompromi dan memilih rawon serta sebakul nasi hangat beserta lalapannya

“Maknyussssssssssssss”

“Puas puas “ ejek si Tukul.

1299958499919419969
1299958499919419969

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun