Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. pertama kali diadakan dan diangkat dari setting Rosul yang memilukan.
Ketika itu, kondisi umat Islam di pandang agak mengkhawatirkan karena mereka berada dalam suatu kehidupan yang saling bermusuhan dan saling memfitnah, sehingga keretakan pun tak dapat di bendung.
Mereka hidup dalam tirkah-tirkah kecil dan dalam kungkungan saling curiga yang tidak berdasar sama sekali. Pada saat itulah muncul ide segar, bagaimana menanggulangi kondisi yang demikian buruk ini.
Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, seorang pakar dalam strategi perang dan panglima perang salib. Kemudian mencoba melakukan sesuatu, membeberkan kembali kisah dan perjalanan hidup serta perjuangan Rosululloh, dia mencoba membakar semangat orang-orang Islam.
Apa yang dilakukan Al-Ayyubi itu akhirnya menjadi semacam tradisi bagi kita. Setiap tanggal 12 Robi’ul Awal, umat Islam secara bersama-sama di seluruh penjuru dunia memperingati hari kelahiran beliau Rosul, MAULID.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. ini pertama kalinya diperingati pada tahun 799 H./1193 M.
Al-Ayyubi ketika pertama kali memperingati Maulid Nabi tersebut tak berangkat dari niat yang lain kecuali hanya hendak membangkitkan kembali Revivalisme dan Survivalisme Islam, sekaligus membangun kembali Ukhuwah Islamiyah.
Disinilah sebenarnya nilai relevansinya kita memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Kalau Al-Ayyubi memperingati Mulid Nabi dikarenakan kecemasannya terhadap situasi dunia Islam dan kondisi umat Islam saat itu, barangkali apa yang hendak dilakukan saat ini pun kiranya tak lebih dari apa yang menjadi motivasi utama Al-Ayyubi tersebut.
Sebab itulah momen Maulid Nabi saat ini, sebaiknya mampu membuahkan suatu pemecahan suatu masalah yang tengah dihadapi umat Islam, baik di Indonesia maupun di seluruh penjuru dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H