Media digital telah menjadi begitu meresap sehingga perubahan, tantangan, dan peluang yang dibawanya memiliki jangkauan di mana-mana. Lingkungan media digital tempat kita hidup tersebar luas, lancar, dan sangat efisien.Â
Miliaran mikroprosesor dan komputer yang tersebar di seluruh dunia digunakan dalam berbagai aktivitas manusia, mulai dari pertanian hingga produksi industri, layanan, hiburan, dan pendidikan. Keseluruhan transformasi yang diperkenalkan oleh teknologi digital mengubah cara kita memproduksi dan mendistribusikan informasi dan pengetahuan, serta cara kita bekerja dan bersosialisasi.
Hal tersebut terus-menerus menyebar, termasuk menyebarkan budaya penggemar ke seluruh dunia. Rasa cinta penggemar terhadap grup yang mereka idolakan kemudian memunculkan suatu fenomena baru bernama "fan culture".Â
Fan culture ini juga dapat diartikan dengan budaya fan atau segala sesuatu yang meliputi semua aktivitas penggemar dalam mengidolakan idol (idola) mereka. Pada fenomena ini, Para penggemar menunjukkan kecintaan mereka secara militan terhadap grup-grup tersebut. Namun, militansi mereka tidak selalu bersifat positif banyak juga yang bersifat negatif dan kadang tak di sadari sifat negatif tersebut sangat merugikan para fans militan tersebut.
Fan culture tersebut sering kita jumpai pada fans k-pop, K-Pop merupakan Korean Pop atau musik populer yang berasal dari negri Korea Selatan. Musik tersebut dibawakan oleh grup-grup yang berisi member laki-laki maupun member perempuan. Contoh dari fans culture tersebut yaitu grup boyband Exo dengan nama Exo-L, NCT dengan NCTZEN, Blackpink dengan Blink nya dan juga Twice dengan Once nya.Â
Jumlah member grup tersebut sangat beragam, mulai empat hingga puluhan orang. Fans culture yang terjadi ini bukan hanya sebatas pada menyukai atau mencintai idolanya saja, tetapi terkadang fans dapat menjadi seseorang yang mengganggu aktivitas bahkan kehidupan pribadi idolanya, fans seperti ini lebih dikenal dengan sasaeng.Â
Sikap seorang fans dalam mendukung kegiatan idola nya ini tidak selalu bersifat positif, beberapa fans memiliki sifat hedonisme yang tinggi  dengan membeli apa saja secara impulsif yang dikeluarkan oleh suatu brand yang collab atau bekerja sama dengan grupband atau idolanya. Membeli album, serta perintilannya secara berlebihan. Para fans juga tidak segan mengeluarkan budget yang tidak sedikit demi bertemu dengan idolanya.
Fans juga kerap war (berselisih) dengan fans lainnya. Mereka saling mengejek, hingga menyebarkan informasi hoax idola lain hanya untuk membela idola nya. Fenomena fans culture seharusnya menjadi perhatian yang harus di kontrol oleh berbagai pihak agar tidak menyimpang dan juga tetap kondusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H