Mohon tunggu...
muhammad ihsan
muhammad ihsan Mohon Tunggu... -

Gerakan Indonesia Sayang Anak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengasuh dengan Hati

26 April 2011   00:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:24 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mengasuh merupakan kewajiban orang tua atau orang tua pengganti pada anaknya sebagimana diatur dalam UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 14 bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

Kualitas pengasuhan tidak selalu ditentukan oleh pendidikan yang tinggi, pengalaman dan ikut pelatihan dimana-mana. Banyak kasus kita temukan bahwa orang tua yang tidak pernah "mengecap" bangku sekolah, pelatihan parenting, berhasil mengasuh anaknya dan menjadi pemimpin bangsa. Demikian sebaliknya, orang tua yang bergelar prof dan berbagai macam gelar akademik, pelatihan dalam dan luar negeri serta berpengalaman bertahun-tahun, banyak yang gagal dalam mengasuh anaknya.

Ini menjadi pertanyaan mendasar untuk kita semua. Sesungguhnya apa yang menentukan keberhasilan seseorang dalam mengasuh?

Pertanyaan ini saya ajukan ke Hadi Nitihardjo Direktur SOS Children Village Indonesia ketika bertemu kemaren di rumah makan D'Cos Bandung. Dengan yakin beliau menjawab "mengasuh harus dari hati".

Saya jadi teringat ungkapan Latifah Iskandar Komisioner KPAI, kalau kita ingin sukses mengasuh anak, anak itu harus "lahir dari hati", bukan cuma anak biologis tapi anak siapapun dan kita jadikan anak yang lahir dari hati kita, mereka akan merasakan betapa indahnya kasih sayang. Ada kontak batin yang terjalin antara orang tua dan anaknya.

Ketika berkunjung ke SOS Children Village, saya bertemu ibu asuh yang sudah 27 tahun mengasuh di SOS. Dia sudah punya 30 orang anak sejak di SOS dan puluhan mantu serta cucu karena sistem pengasuhan di SOS adalah single paren atau orang tua tunggal, sehingga terbangun hubungan batin antara orang tua dan anak, bukan hanya sekedar anak dan pengasuhnya. Hubungan ini terus terjaga, sehingga setiap ada kesempatan, anak-anaknya yang sudah keluar dan bekeluarga tetap datang ke SOS untuk bertemu ibu dan adik-adiknya, layaknya keluarga asli.

Menurut cerita ibu asuh tersebut, pada hari lebaran anak-anak, mantu dan cucunya berkumpul. Karena keluarga besar, membutuhkan waktu lama untuk "sungkeman" atau minta maaf sama orang tua atau mertua atau nenek mereka.

Dilihat dari sudut pandang masyarakat umum, mungkin ini perilaku aneh. Seorang perempuan rela menjadi orang tua tunggal dan puluhan tahun mengasuh anak orang lain. Ketika ditanya apakah tidak bosan dan ingin bebas, mereka menceritakan bahwa dulu pernah berhenti dari SOS dan pulang kampung. Dua malam di kampung tidak bisa tidur karena meninggalkan anak bayi di SOS. Si ibu memutuskan balik ke SOS dan hidup dengan anak-anak yang dicintainya sepenuh hati.

Belajar dari pengalaman ibu asuh tersebut dan ungkapan tentang mengasuh dengan hati, berarti langkah pertama yang harus dilakukan oleh setiap orang, baik orang tua kandung maupun orang tua pengganti adalah memberikan perhatian dan kasing sayang pada anak-anak mereka dengan hati yang tulus.

Kita perlu belajar dari pengasuh SOS ini bagaimana menjadi ibu, pengasuh dan orang tua bagi anak-anaknya. Mungkin selama ini kita baru menunjukan tanggung jawab dan kasih saya pada anak-anak kita, tapi belum mampu menyatukan hati kita dan anak-anak, sehingga mereka selalu menolak keinginan kita.

Strategi pembelajaran dalam pengasuhan atau parenting perlu dikembangkan dalam bentuk berbagi cerita dengan ibu-ibu yang berpengalaman mengasuh anak dan langsung tinggal beberapa hari di SOS agar dapat merasakan bagaimana perhatian dan kasih sayang diberikan pada anak-anak yang tidak punya orang tua kandung dan hidup dengan ibu sebagai pengganti orang tuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun