Pro dan kontra pasca dikeluarkannya Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas masih terus bergulir di masyarakat. Hal tersebut semakin menarik ketika kemudian pemerintah mencabut SK bidang hukum HTI yang semakin memicu dinamika perbedaan pendapat. Pro kontra tersebut menjadi begitu mencuat ketika beberapa tokoh masyarakat maupun publik turut serta untuk mengemukakan pendapat melalui pernyataan dalam berbagai kesempatan.
Mantan komisioner KPK, Busyro Muqoddas dalam pernyataannya menilai bahwa terbitnya Perppu Nomor 2 tahun 2017 adalah kepentingan ambisi untuk tahun 2019. Skenario ini sengaja dilakukan dengan melakukan pembungkaman sejak sekarang. Â Selain itu, tindakan pemerintah juga menunjukkan watak otoriter bahkan mendekati fasis seperti Orde Baru. Melalui kehadiran Perppu ini dikhawatirkan akan mengembalikan situasi Orde Baru yang pernah dialami Bangsa Indonesia. Pernyataan tersebut menjadi bahan dasar bagi pihak oposisi untuk memperkuat argumentasi dalam penolakan Perppu.
Jika kita telaah lebih dalam terkait penilaian tersebut menjadi sesuatu yang berlebihan karena lebih bersifat pendapat pribadi tanpa diikuti oleh alasan dan fakta yang memadai. Secara mendasar, Tujuan dari adanya Perppu No. 2 Tahun 2017 merupakan usaha Pemerintah dalam melindungi Pancasila dan UUD 1945 dari usaha penggerogotan yang dilakukan melalui Ormas., dan HTI adalah salah satunya. Perppu Ormas tidak ditujukan untuk ambisi politik ataupun usaha mematikan demokrasi di Indonesia. Justru sebaliknya, bahwa adanya Perppu Ormas itu sendiri untuk melindungi demokrasi dari ormas-ormas yang anti dan menolak demokrasi.
Sepak terjang HTI seperti yang ketahui bersama memiliki cita-cita mendirikan Khilafah Islamiyyah di seluruh dunia. Dengan demikian, HTI tidak menghendaki adanya negara bangsa, seperti Republik Indonesia ini. HTI menolak Pancasila dan UUD 1945, meskipun dalam AD/ART mereka yang didaftarkan ke Kemenkumham mencantumkan itu. HTI juga menyeru militer untuk melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Selain itu, HTI juga menolak adanya sistem politik demokrasi yang menurutnya merupakan sistem kafir atau setan.
Sudah nyata bahwa HTI adalah ancaman bagi eksistensi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan keutuhan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah berkehendak mengambil tindakan tegas sebagai langkah preventif di tengah bangkitnya paham radikalisme agama saat ini. Â Pembubaran HTI atau ormas yang anti-Pancasila bukanlah upaya pemerintah untuk mematikan demokrasi. Pemerintah tetap menjamin dan melindungi hak untuk berpendapat, berkumpul, dan berserikat warga negara sesuai UUD 1945. Tetapi, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 juga, bahwa hak berserikat/ berorganisasi itu harus sesuai dengan tujuan bernegara dan berbangsa kita. Bila ada organisasi yang hendak meruntuhkan NKRI dan memecah belah keutuhan bangsa, maka Pemerintah memiliki kewwenangan untuk membubarkannya. Â
Terakhir, adanya Perppu tidak ada kaitannya dengan politik di tahun 2019. Bagi pemerintah sendiri, Perppu ini merupakan kebijakan yang tidak populer. Tetapi, demi keutuhan bangsa dan negara Indonesia, Presiden Jokowi berani mengambil resiko untuk tidak populer. Popularitas bukanlah hal yang penting bagi Jokowi, tetapi keselamatan bangsa dan negara adalah yang utama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H