Belakangan ini perilaku hedonisme di kalangan pejabat publik kembali menjadi sorotan, hal itu menjadi perbincangan masyarakat setelah munculnya kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak pejabat dirjen pajak yang yang diketahui kerap kali memamerkan kehidupan glamornya dengan barang-barang mewah di sosial media.
Kemunculan kasus tersebut seperti menjadi pintu masuk atas terkuaknya kasus lain yang dilakukan oleh dirjen pajak, pasalnya terlihat dari kejanggalan jumlah harta kekayaan pribadi yang tidak sesuai dengan penghasilan yang seharusnya, kasus ini menarik perhatian berbagai macam kalangan tak terkecuali menteri keuangan Sri Mulyani yang meminta agar direktorat jenderal pajak pemeriksa dan mengusut kewajaran harta kekayaan dirjen pajak tersebut.
Perilaku hedonisme seharusnya menjadi perhatian pihak terkait atas terjadinya cikal bakal perilaku korupsi pada pejabat negara, pihak terkait harus lebih membuka mata dan mengawasi harta kekayaan pejabat publik.
Dalam perspektif filsafat, hedonisme dapat diartikan suatu pandangan hidup yang beranggapan setiap individu dikatakan bahagia dengan cara mencari kebahagiaan sebanyak-banyaknya dan selalu menghindari suatu perasaan-perasaan yang dapat berakibat menyakitkan (Dwiatnto, 2022). Gaya hidup hedonis pejabat merujuk pada perilaku atau kebiasaan pejabat yang cenderung mencari kesenangan dan kepuasan diri melalui aktivitas yang mahal dan mewah.
Korupsi oleh sebagian orang dipandang sebagai sebuah penyakit yang telah membudaya, hal ini dikarenakan perilaku korupsi sebenarnya telah ada dalam setiap diri seseorang. Korupsi merupakan salah satu bentuk pelanggaran etika administrasi publik. Pelanggaran etika administrasi atau biasa disebut mal administrasi merupakan suatu praktek yang buruk yang melanggar etika administrasi atau praktik administrasu yang menghambat tercapainya tujuan administrasi. (Widodo, 2001). Menurut (Douglas, 1953) tindakan yang harus dihindari oleh pejabat bublik adalah Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta dengan tujuan keuntungan pribadi dengan mengatas namakan jabatan kedinasan. Oleh karena itu, Pengecekan kesesuaian gaji dan harta yang dimiliki oleh pejabat negara perlu dilakukan secara adil dan merata pada tiap instansi pemerintahan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari adanya kasus korupsi yang merugikan negara.
Korupsi juga dapat mengakibatkan munculnya situasi ketidakadilan dan duplikasi sosial-ekonomi dimana saat ini kekayaan alam negara yang melimpah masih belum dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, tetapi sebagian kecil dari pejabat pemerintah dan kelompok elit yang terlibat korupsi yang justru memanfaatkan kekayaan alam tersebut untuk kepentingan pribadi dan kesenangan pribadi.
berdasarkan beberapa penjelasan tersebut prilaku hedonisme di kalangan pejabat publik seperti menjadi tradisi yang sudah biasa di lakukan. hal tersebut tentu dapat menjadi perhatian dari banyak pihak terutama masyarakat yang menimbulkan adanya ketidakpercayaan masyarakat dengan pengelola pajak yang pajak tersebut setiap tahunnya wajib mereka bayarkan. Akan menjadi masalah yang serius apabila masyarakat enggan membayarkan pajak akibat rasa takut uang pajak tidak akan didistribusikan dengan baik oleh instansi terkait yaitu direktorat jenderal pajak karena pendapatan negara juga dapat menurun jika masyarakat malas membayar pajak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H