Perkembangan identitas diri pada anak usia dini adalah proses penting yang memainkan peran penting dalam membentuk persepsi seorang anak tentang dunia di sekitarnya dan tentang dirinya sendiri. Anak-anak mengalami berbagai fase perkembangan selama tahun-tahun awal kehidupan mereka, yaitu dari lahir hingga sekitar enam tahun, yang membentuk karakter, kepribadian, dan identitas mereka. Perubahan yang terkait dengan tahapan ini mencakup perubahan fisik serta perubahan emosional, sosial, dan kognitif.Â
1. Masa Bayi (0-2 Tahun)
Pada fase ini, perkembangan identitas diri dimulai dengan membangun kepercayaan dasar terhadap orang lain dan lingkungannya. Tahap ini disebut sebagai fase "kepercayaan vs. ketidak percayaan" oleh psikolog perkembangan terkenal Erik Erikson. Sangat penting bagi orang tua atau pengasuh utama untuk berkomunikasi satu sama lain dengan cara yang konsisten dan penuh kasih sayang. Bayi yang merasa aman dan dicintai akan menjadi percaya pada orang lain dan lingkungannya , sementara bayi yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai mungkin menjadi cemas dan tidak percaya.
Selama periode ini, bayi mulai mengenali dirinya sebagai individu yang berbeda dari orang lain. Misalnya, mereka akan mulai memahami bahwa menangis dapat menarik perhatian orang tua dan mendapatkan respon yang diinginkan, yang menunjukkan kesadaran awal akan kemampuan mereka untuk mempengaruhi lingkungan mereka.
2. Masa Balit (2-4 Tahun)
Pada usia ini, anak-anak lebih aktif dalam mengeksplorasi dunia sekitar mereka. Melalui bermain dan berinteraksi dengan orang lain, mereka menumbuhkan rasa otonomi dan inisiatif. Anak-anak memperoleh pemahaman awal tentang peran gender dan preferensi pribadi terhadap mainan, makanan, dan aktivitas tertentu saat mereka mulai mengidentifikasi diri dengan nama mereka sendiri, menggunakan kata ganti seperti "saya" atau "aku."Â
Fase "otonomi vs. rasa malu dan ragu-ragu" disebut oleh Erikson. Anak-anak yang didukung dalam eksplorasi dan diberi kebebasan yang sesuai akan menjadi lebih percaya diri dan otonom. Sebaliknya, anak-anak yang terlalu terkontrol atau sering dikritik mungkin mengalami rasa malu dan keraguan diri.
3. Masa Pra-Sekolah (4-6 Tahun)
Pada titik ini, anak-anak memperoleh kesadaran sosial yang lebih kuat dan memperluas identitas diri mereka melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga mulai memahami konsep lebih abstrak seperti keadilan, berbagi, dan kerja sama. Bagaimana mereka memandang diri mereka dalam konteks keluarga, kelompok teman, dan lingkungan sekitar mereka juga mempengaruhi identitas diri mereka.
Anak-anak pada usia ini mulai menunjukkan kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan perasaan mereka sendiri, yang merupakan bagian penting dari pembentukan identitas diri. Menurut Erikson, fase ini disebut "inisiatif vs. rasa bersalah". Â Anak-anak yang terdorong untuk mengambil inisiatif dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan akan mengembangkan rasa tujuan dan inisiatif, sementara anak-anak yang sering dikritik atau dihambat mungkin mengembangkan rasa percaya diri atau kurang percaya diri.
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Identitas Diri
1. KeluargaÂ
Keluarga memainkan peran penting dalam pembentukan identitas diri seorang anak. Anak merasa aman dan dihargai oleh pola asuh yang mendukung, penuh kasih, dan responsif. Interaksi dengan anggota keluarga yang berbeda menawarkan berbagai perspektif dan peran yang dapat mereka tiru . Pengembangan rasa percaya diri dan nilai diri anak dibantu oleh orang tua yang mendengarkan, memperhatikan, dan menghargai pendapat anak. Dukungan emosional dari orang tua juga penting untuk membantu anak mengatasi rasa takut dan cemas serta membangun rasa aman dan percaya diri.
2. Lingkungan SosialÂ
Perkembangan identitas diri juga dipengaruhi oleh interaksi dengan orang dewasa di luar keluarga dan teman sebaya. Anak-anak belajar tentang penyelesaian masalah, kerja sama, dan konflik melalui bermain bersama. Selain itu, pengasuh dan guru pada kehamilan dapat memberikan dukungan yang signifikan dalam perkembangan ini.Â
Anak-anak yang memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang akan memperoleh keterampilan sosial yang lebih baik dan pemahaman yang lebih luas tentang dunia di sekitar mereka. Pengalaman positif dalam lingkungan sosial membantu mereka merasa diterima dan dihargai, sementara pengalaman negatif dapat mempengaruhi kepercayaan diri dan harga diri mereka.
3. Budaya dan NilaiÂ
Bagaimana identitas dirinya pada anak juga dipengaruhi oleh budaya dan norma yang berkembang di dalam keluarga dan masyarakatnya. Anak-anak memperoleh pemahaman tentang siapa mereka dan hubungan mereka dengan dunia luar melalui tradisi, bahasa, keyakinan, dan norma sosial. Nilai-nilai keluarga, seperti pentingnya pendidikan, kerja keras, dan rasa hormat, akan membentuk pandangan anak tentang diri mereka sendiri dan aspirasi mereka di masa depan. Selain itu, budaya dan nilai juga mempengaruhi bagaimana anak memahami peran gender, etnisitas, dan identitas sosial lainnya.
4. Pentingnya Pembentukan Identitas Diri yang SehatÂ
Perkembangan psikologis dan emosional anak-anak usia dini sangat dipengaruhi oleh terbentuknya identitas diri yang kuat dan positif. Anak-anak dengan identitas diri yang kuat dan cenderung positif memiliki harga diri yang tinggi, kemampuan sosial yang baik, dan ketahanan terhadap stres dan tantangan hidup. Anak-anak dengan identitas diri yang sehat akan lebih mampu mengambil keputusan yang bijaksana, menghadapi tekanan sosial dan emosional, dan membentuk hubungan yang positif dengan orang lain. Identitas diri yang sehat juga membantu kesejahteraan mental dan emosional anak, yang penting untuk kesuksesan mereka di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H