Mohon tunggu...
Ihsan Abdurrahman Siddik
Ihsan Abdurrahman Siddik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya adalah seorang yang detail, optimis, kreatif, komunikatif dan selalu terbuka untuk belajar hal-hal baru. Menulis adalah passion saya. Saya suka sekali menuangkan ide-ide kreatif ke dalam tulisan, baik itu fiksi, non fiksi, atau puisi. Selain itu, saya juga memiliki minat dalam bidang fotografi dan suka mengabadikan momen-momen indah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hereditas dan Lingkungan dalam Proses Perkembangan

12 Oktober 2024   22:00 Diperbarui: 12 Oktober 2024   22:03 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hereditas merupakan proses penurunan sifat-sifat genetik dari orang tua kepada keturunannya, yang dikendalikan oleh DNA dalam gen-gen. Sementara itu, lingkungan mencakup semua aspek yang berhubungan dengan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya di sekitarnya. Kedua faktor ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan seorang individu.

Hereditas membawa beberapa warisan bawaan seperti bentuk tubuh, warna kulit, sifat, kecerdasan, bakat, hingga kecenderungan terhadap penyakit tertentu. Faktor hereditas ini berperan sebagai potensi dasar yang akan mempengaruhi proses perkembangan selanjutnya. Di sisi lain, lingkungan juga memiliki peran penting dalam membentuk dan mengarahkan perkembangan individu. Teori ekologi Bronfenbrenner membagi lingkungan menjadi lima sistem yang saling terkait, mulai dari mikrosistem (keluarga, sekolah) hingga kronosistem (kondisi sosiohistoris).

Dalam sejarah psikologi perkembangan, terdapat beberapa teori yang menjelaskan peran hereditas dan lingkungan. Teori empirisme yang dikemukakan oleh John Locke menekankan bahwa perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada faktor lingkungan. Locke mengibaratkan anak yang baru lahir seperti kertas putih kosong (tabula rasa) yang akan dibentuk oleh pengalaman dan pendidikan. Sebaliknya, teori nativisme yang diusung oleh Arthur Schopenhauer berpendapat bahwa perkembangan manusia telah ditentukan oleh faktor-faktor bawaan sejak lahir, sementara lingkungan dianggap tidak berpengaruh signifikan.

Sebagai sintesis dari kedua pandangan tersebut, William Louis Stern mengajukan teori konvergensi. Teori ini berpendapat bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh interaksi antara faktor hereditas dan lingkungan. Stern meyakini bahwa anak lahir dengan membawa potensi bawaan, namun perkembangan selanjutnya akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Teori konvergensi ini dianggap lebih komprehensif dalam menjelaskan proses perkembangan manusia.

Pemahaman tentang peran hereditas dan lingkungan dalam perkembangan manusia memiliki implikasi penting dalam dunia pendidikan. Para pendidik dan orang tua perlu memahami bahwa setiap anak memiliki potensi bawaan yang unik, namun potensi tersebut hanya akan berkembang optimal jika didukung oleh lingkungan yang kondusif. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang dapat mengakomodasi keragaman bakat dan kemampuan anak, serta memberikan stimulasi yang sesuai untuk mengoptimalkan perkembangan mereka.

Dalam konteks pendidikan Islam, konsep hereditas dan lingkungan juga mendapat perhatian khusus. Islam mengajarkan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitrah (suci), namun lingkungan, terutama orang tua dan pendidik, memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian dan karakter anak. Hal ini sejalan dengan hadits yang menganjurkan untuk memilih pasangan hidup yang baik, mengingat faktor keturunan akan mempengaruhi kualitas anak yang dilahirkan.

Pemahaman tentang interaksi antara hereditas dan lingkungan juga berimplikasi pada strategi pengembangan kurikulum dan metode pembelajaran. Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai proses pewarisan atau penanaman nilai-nilai, tetapi juga sebagai  upaya untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi yang mereka miliki. Hal ini menuntut adanya pendekatan pembelajaran yang lebih personalisasi dan adaptif terhadap keunikan masing-masing peserta didik.

Kesimpulannya, perkembangan manusia merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor hereditas dan lingkungan. Meskipun gen memberikan blueprint dasar, lingkungan memiliki peran krusial dalam menentukan bagaimana potensi genetik tersebut akan terekspresikan. Pemahaman yang komprehensif tentang kedua faktor ini sangat penting bagi para pendidik, orang tua, dan pembuat kebijakan pendidikan untuk dapat merancang dan mengimplementasikan sistem pendidikan yang efektif dalam mengoptimalkan perkembangan setiap individu. Dengan demikian, pendidikan dapat berperan sebagai jembatan yang menghubungkan potensi bawaan dengan stimulasi lingkungan yang tepat, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan kapasitas dan keunikan mereka masing-
masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun