Mohon tunggu...
Ihsan Taufik
Ihsan Taufik Mohon Tunggu... -

Talk Less Do More

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Gila

25 Juni 2011   11:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:11 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Apa kamu sedang menunggu kekasihmu?” tanyaku lagi ingin meminta jawaban.

“Kamu pun sedang apa disini?” tanyanya. Apa yang dia pikirkan sehingga pertanyaanku tidak dijawabnya malah balik bertanya.

“Aku sedang mendengarkan suaramu” jawabku singkat.

“Apa kamu gila? Datang kesini hanya untuk mendengarkan suaraku” jawabnya. Tanpa pikir panjang aku pun langsung mengutuknya supaya dia menjadi gila karena bicara bahwa aku gila, padahal aku sama dengannya, sedang menunggu kekasih yang entah sedang berada dimana sekarang.

“Aku juga sama denganmu, sedang menunggu seseorang disini” timpalku dengan nada mengejek, bila aku gila pun aku tidak peduli yang penting ada yang mau sama nasibnya denganku. Pikirku.

“Aku tidak sama denganmu, aku hanya seorang wanita yang dijauhi orang-orang bahkan dicemooh oleh mereka. Dan hanya kamu saja yang mau mendekatiku sekarang, apa memang kamu benar-benar sama denganku?”

Jujur aku tidak mengerti apa yang diucapkannya. Nasibnya seperti yang aku alami beberapa waktu terakhir. Dijauhi dan dibenci semua orang. Apa hatinya pun sama hancurnya dengan hatiku karena ditinggalkan kekasih begitu saja? Tapi nyatanya dia sedang menunggu kekasihnya disini.

“Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu ucapkan, bukankah kamu sedang menunggu kekasihmu disini? Kekasihmu pasti ingin menemuimu, kamu anggap apa kekasihmu bila orang-orang tidak ingin menemuimu?” mungkin karena wajahnya yang sedih, aku pun bisa mengatakan hal yang seperti itu. Mungkinkah aku perhatian kepadanya?

“Bagaimana bila kekasihku tidak sama seperti orang-orang? Apakah kekasihku bisa disebut beda dengan mereka?" Pertanyaan itu muncul dari bibir mungilnya dengan menghembuskan aroma nafas yang begitu khas di hidungku.

Aku tidak menjawab pertanyaan wanita itu, aku malah kembali teringat kekasihku dimana dia pernah mengatakan hal yang serupa seperti ini. Aku tau dia menerima cintaku karena dulu aku selalu menghiburnya sewaktu sedang dilanda kesedihan karena kekasihnya telah tiada-mati akibat kecelakaan lalu lintas. Mungkin dengan dia menerimaku rasa terima kasihnya sudah terbalas dengan kebohongan yang telah lama kita jalani. Seperti paranoid atau dejavu hal itu kembali terulang sekarang. Apa kekasih wanita ini sudah tiada dan dia tetap setia menunggunya walau tidak akan datang? Sungguh setia wanita ini, tidak seperti kekasihku setelah puas mempermainkanku lantas dia pergi dan hanya meninggalkan luka yang membuatku terjatuh.

“Pergi saja kamu dari sini, kekasihku sudah datang” dia kembali bicara tanpa meminta jawabanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun