Tuan Habibi Jundi Rabbani
(Kader PW Hima Persis Jakarta)
Sebagai ibu kota negara Republik Indonesia, Jakarta adalah kota metropolitan luas yang terdiri lebih dari 10 juta penduduk yang memiliki beragam latar belakang suku bangsa dari seluruh penjuru Indonesia. Tak hanya menjadi pusat pemerintahan nasional dan pemerintahan provinsi, Jakarta juga menjadi pusat politik Indonesia serta pusat keuangan dan perdagangan nasional. Itu yang membuat Jakarta menjadi kota yang dinamis dan membuat hampir semua aktivitas penduduk Jakarta berlangsung sepanjang waktu.
Secara geografis jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa abad 14 , Jayakarta abad ke 16, Batavia/Batauia, atau Jaccatra dari abad 16 sampai awal abad 19, berubah lagi di akhir abad 19 atau tahun 1972 ke Djakarta.
Jakarta sangat menawan dan juga mempesona ketika kita tinjau kembali dari segi sejarah dan perjalanannya yang begitu panjang dan syarat akan perjuangan dan pengorbanan para pahlawan. Tapi, apalah arti sebuah pengorbanan, jika itu dibalas dengan kenyataan kemiskinan rakyat, kemelaratan, ketimpangan sosial.Kalau kita lihat di laman Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta tercatat ekonomi Jakarta mengalami pertumbuh sebesar 4,78 persen pada kuartal I tahun 2024 dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar Rp896,1 triliun. Ekonomi Jakarta pada triwulan I 2024 tumbuh sebesar 4,78 persen. dengan kontribusi terhadap ekonomi nasional sebesar 11,62 persen.
Namun, di samping tingginya pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta tidak lantas berdampak besar terhadap warga DKI jakarta sendiri terutama pada sektor sosial, dan pendidikan. Masih saja persoalan di jakarta masih sangat tinggi seperti kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan.
walaupun DKI jakarta menjadi ibukota Indonesia, tapi, tidak menjadikan warga DKI jakarta istimewa dan sejahtera, justru dengan ke ibukota jakarta isu-isu kedaerahan di jakarta sendiri, sering  terdegradasi oleh isu-isu nasional. Dan yang menjadikan isu daerah kurang menarik di bahas dan tidak tuntas dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta sendiri sampai hari ini
Contoh saja pendidikan, penyelesaian pendidikan di DKI jakarta mengalami penurunan sejak tahun 2021-2024 yaitu di angka 98% menjadi 87% bukan cuman pada sektor pendidikan, lapangan kerja di jakarta juga belum maksimal terutama untuk warga DKI Jakarta sendiri. Dilansir dari Badan Pusat Statistik, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Indonesia National Labor Force Survey tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan tingkat partisipasi angkatan kerja di DKI Jakarta sebesar 65,23% dan tertinggi di Kepulauan seribu 73,70% ini mengindikasikan bahwa pemprov DKI jakarta kurang serius dalam menyelesaikan laju pengangguran di jakarta, dan juga menjadi catatan penting bagi pemprov DKI jakarta diulang tahunnya ke 497 tahun
Terlebih lagi pada misinya point ke-2 bahwa pemprov DKI jakarta akan Menjadikan Jakarta kota yang memajukan kesejahteraan umum melalui terciptanya lapangan kerja, kestabilan dan keterjangkauan kebutuhan pokok, meningkatnya keadilan sosial, percepatan pembangunan infrastruktur. tapi, faktanya pemprov DKI jakarta dengan data yang sudah kami paparkan di atas. masih belum bisa merealisasikan misi tersebut, bahkan terkesan omong kosong.
Belum lagi soal polusi udara, Diketahui melalui situs IQ Air pada Minggu 23 Juni 2024, indeks kualitas udara Jakarta berada di angka 168 atau tidak sehat. Polutan utamanya ialah  PM 2,5. Angkat tersebut melampaui dua kali lipat standard PM 2,5 harian versi organisasi kesehatan dunia (WHO) sebesar 25 g/m3. Akibatnya, bukan hal mengejutkan jika kondisi masyarakat yang tinggal di jakarta mengalami gangguan pernafasan.
Ekonom kesehatan dari universitas Yale, xio Chen dengan rekannya mempelajari dampak polusi bagi kesehatan mental yang ada dichina yang kondisi udaranya sudah sangat buruk. dalam penelitiannya yang diterbitkan 2017, tingkat polusi memberikan dampak bagi kebahagiaan dan gejala depresi.