Berapa harga smartphone yang Anda gunakan untuk mengakses blog ini? Dugaan gue, dan berdasarkan statistik pengunjung selama ini, kemungkinan besar Anda menggunakan smartphone kelas atas seperti HTC One, Samsung Galaxy S5, Apple iPhone 5s, atau LG G3 yang berharga kisaran 6 hingga 9 juta rupiah.
Dengan standar saat ini, smartphone seharga 4,5 juta rupiah dianggap biasa saja, bahkan sudah ketinggalan jaman.
Semua itu akan berubah begitu Anda memegang dan merasakan sendiri smartphone bernama OnePlus One (kita singkat saja OPO) yang dibuat oleh OnePlus, sebuah perusahaan start up baru asal Tiongkok. It’s time to bring life back into a dead industry.
Mengusung jargon “Flagship Killer” dan “Never Settle”, perusahaan ini punya ambisi luar biasa untuk memproduksi smartphone bintang lima dengan harga kaki lima. Spesifikasi OPO setara bahkan lebih baik dengan smartphone kelas atas yang sudah sangat populer di dunia, buatan raksasa teknologi seperti Apple, Samsung, dan HTC. Memiliki jeroan sama dengan Samsung Galaxy S5 dan LG G3, namun hanya dibanderol senilai $299 (Silk White, 16GB) dan $349 (Sandstone Black, 64GB) saja. Harga ini murni tanpa kontrak, tanpa terms and conditions, dan tanpa omong kosong apapun. Dengan penawaran yang bahkan lebih menarik dibanding Google Nexus 5, pemegang tahta smartphone dengan value for money terbaik selama ini, OPO sontak menghebohkan industri TI dunia.
Apabila Anda orang yang terbiasa memiliki smartphone dambaan tanpa memikirkan berapa pun harganya, Anda bisa berhenti membaca sampai di sini. Namun jika harga menjadi salah satu pertimbangan Anda dalam membeli smartphone di waktu dekat, silakan melanjutkan.
Siapakah OnePlus?
![](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/555df2da0423bd7a308b4568.png?t=o&v=770)
![](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/555df2dc0423bd7a308b4569.jpeg?t=o&v=770)
Untuk memproduksi OPO, OnePlus masih mengandalkan fasilitas produksi Oppo, yang sebenarnya juga sudah berkapasitas terbatas. Sebagai perusahaan kecil yang memiliki keterbatasan dana, OnePlus nggak mampu menyimpan stok barang dalam jumlah besar. Imbasnya, OPO hanya bisa didapatkan dengan cara memesan terlebih dahulu, itupun setelah calon pembeli mendapatkan undangan (invites). Undangan ini bisa diperoleh calon pembeli dari pemilik OPO lainnya atau dengan mengikuti kontes atau promosi yang diselenggarakan OnePlus di berbagai media sosial. Perjuangan sekali, bukan? Hal ini lah yang membuat penjualan OnePlus One nggak bisa meledak.
Diluncurkan pada 23 April 2014, OnePlus One baru bisa memenuhi pesanan sekitar 1 juta unit per akhir 2014, di tengah permintaannya yang menggila. Sampai-sampai berbagai media di internet melabeli OPO dengan “The Best Smartphone You Can’t Have”. Mereka enggak punya cukup dana untuk melakukan marketing besar-besaran, jadi mereka hanya mengandalkan marketing mouth-to-mouth semacam ini. Model bisnis OnePlus belum mendatangkan uang dalam jangka waktu dekat. Buat mereka yang penting bisa eksis dulu, baru mengejar profit belakangan.
Penjualan di Indonesia
![](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/555df2dc0423bd7a308b456a.jpeg?t=o&v=770)
Bayangkan, di saat pembeli di berbagai belahan dunia begitu sulit mendapatkan OPO, Indonesia menjadi negara pertama yang memungkinkan pembelian OPO secara langsung. Sistem pembeliannya tentu saja masih menggunakan sistem pesanan, tapi nggak memerlukan undangan lagi. Sistem penjualan online tanpa toko konvensional seperti ini tentunya memunculkan kekhawatiran akan ketiadaan layanan purna jual. Namun tenang saja, OnePlus sudah menyiapkan beberapa service center di berbagai kota besar di Indonesia yang bisa dilihat di website resmi mereka.