Berkembangnya berbagai problematika dalam konteks kehidupan sosial telah mendorong lahirnya berbagai ilmu pengetahuan sebagai solusi untuk menjawab problematika tersebut. Dari sekian banyak ilmu pengetahuan yang diproduksi oleh manusia melalui proses berpikir dan bertindak dalam jangka waktu yang lama, Sosiologi menjadi salah satu ilmu yang cukup konsisten dalam mengkaji masalah sosial secara kompleks.
      Konsistensi tersebut tentu bukan tanpa alasan, sebab sejak masa awal kelahiran cabang ilmu ini, fokus awalnya membahas tentang masyarakat sebagai suatu sistem sosial. Pada akhirnya, Sosiologi mengalami perkembangan yang cukup pesat sampai dengan saat ini. Saking pentingnya, ilmu ini sudah dimasukkan ke dalam kurikulum untuk diajarkan di sekolah, khususnya pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Bahkan, Sosiologi menjadi salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional ketika kebijakan ini (Ujian Nasional) masih diterapkan.
      Keadaan tersebut membuat banyak siswa yang mempelajari Sosiologi pada akhirnya memiliki ketertarikan yang cukup tinggi di bidang ini. Tidak jarang, para siswa lulusan SMA memilih Sosiologi sebagai jurusan yang akan mereka tempuh nantinya ketika melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Hal ini juga didukung dengan banyaknya jurusan Sosiologi yang terdapat di berbagai perguruan tinggi untuk mengakomodir minat para pembelajar yang tertarik di bidang studi ini.
      Meskipun demikian, tidak sedikit pula orang-orang yang salah kaprah terhadap jurusan ini, termasuk orang-orang yang kuliah jurusan Sosiologi. Berikut ini 3 (tiga) pandangan orang tentang Sosiologi yang sebenarnya keliru.
1. Pelajaran Hitung-Hitungan
     Tidak sedikit mahasiswa yang melanjutkan kuliah di jurusan Sosiologi disebabkan karena keinginan mereka untuk terhindar dari pelajaran hitung-hitungan. Sebut saja pelajaran matematika dan sejenisnya. Pelajaran ini menjadi salah satu pelajaran paling horor bagi siswa, terutama siswa jurusan IPS. Oleh karena itu, banyak dari mereka ketika melanjutkan kuliah cenderung memilih jurusan yang dianggap tidak ada pelajaran hitung-hitungannya, salah satunya jurusan Sosiologi.
     Tapi sayangnya, persepsi itu ternyata salah besar. Meskipun fokus Sosiologi adalah mengkaji tentang masyarakat secara keseluruhan, namun tetap saja terdapat mata kuliah hitung-hitungan di dalamnya. Tidak tanggung-tanggung, bahkan mata kuliah hitung-hitungannya sampai 4 semester atau setengah masa perkuliahan (berdasarkan pengalaman penulis). Lulusan Sosiologi yang diharapkan menjadi peneliti bidang sosial yang berkompeten tentu harus menguasai berbagai metode penelitian, termasuk metode penelitian kuantitatif.Â
Untuk menunjang kompetensi di bidang riset kuantitatif, tentu harus didukung dengan penguasaan materi hitung-hitungan melalui beberapa mata kuliah, misalnya sseperti Matematika, Statistika Dasar, Statsitika Inferensial, sampai Statistika non Parametrik. Berbagai mata kuliah hitung-hitungan ini tidak hanya mematahkan ekspektasi mahasiswa baru Sosiologi yang tidak ingin mempelajari hitung-hitungan, tapi juga menjadi mata kuliah yang cukup menguras pikiran.
2. Kompleksitas Pembelajaran
     Ketika berada di bangku SMA, Sosiologi menjadi salah satu pelajaran yang paling santai dan menyenangkan. Selain karena gurunya asik, muatan materinya juga terbilang cukup mudah untuk dipahami. Dalam setiap pembahasan materi, penjelasan seputar definisi, konsep, dan teori diuraikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dicerna oleh pikiran. Hal ini membuat proses untuk mengkontekstualisasi materi pembelajaran ke dalam kehidupan nyata menjadi lebih mudah dan menyenangkan karena substansi yang dipelajari juga cukup sederhana. Bahkan, untuk menjawab soal-soal ujian, metode menghafal materi masih sangat relevan untuk digunakan.
    Keadaan ini sangat jauh berbeda dengan Sosiologi di perguruan tinggi. Bagi mahasiswa baru Sosiologi, ini menjadi salah satu culture shock tersendiri. Bagaiamana tidak, gambaran awal tentang jurusan Sosiologi yang santai dan menyenangkan sebagaimana pengalaman belajar Sosiologi pada waktu SMA ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi, termasuk bagi mahasiswa yang memilih pelajaran Sosiologi sebagai pelajaran peminatan ketika Ujian Nasional pada waktu SMA seperti penulis.Â