KETUA Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Giring Ganesha mengatakan Indonesia akan suram jika yang terpilih menjadi presiden pada Pilpres 2024 kelak ialah seorang pembohong. Hal itu disampaikannya dalam pidato HUT ke-7 PSI di Jakarta belum lama ini.
Menjelang pemilu 2024 biasanya banyak calon dan tim sukses yang bergerilya mencari dukungan suara. Oleh karena itu masyarakat pun diimbau untuk tidak mudah termakan janji politik jelang pesta demokrasi tersebut.Site Logo
POLITIK - uang (money politic) adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih (voters) atau penyelenggaraan pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya. Dari pemahaman tersebut, politik uang adalah salah satu bentuk suap.
Setiap jelang pemilu, para calon mengumbar janji manis kepada masyarakat. Seringkali juga sebagian dari mereka menebar amplop berisikan uang atau bingkisan sembako. Secara sadar mereka telah melakukan politik uang, di mana sebuah prilaku koruptif yang akan menuntun ke berbagai jenis korupsi lainnya.
Praktik ini akhirnya memunculkan para pemimpin yang hanya peduli kepentingan pribadi dan golongan, bukan masyarakat yang memilihnya. Dia merasa berkewajiban mencari keuntungan dari jabatannya, salah satunya untuk mengembalikan modal yang keluar dalam kampanye.
Akhirnya setelah menjabat, dia akan melakukan berbagai kecurangan, menerima suap, grafikasi atau korupsi lainnya dengan berbagai macam bentuk. Tidak heran jika politik uang disebut sebagai “mother of corruption” atau induknya korupsi. Politik uang telah menyebabkan politik berbiaya mahal. Selain untuk jual beli suara (vote buying), para kandidat juga harus membayar mahar politik kepada partai dengan nominal fantasis.
APA sanksi yang akan diberikan jika pemimpin ingkar janji? Berbagai kalangan mengusulkan agar pemimpin seperti itu dimakzulkan dan sebaiknya tidak dipilih lagi dalam pemilu berikutanya. Soal pemakzulan seorang pemimpin yang ingkar janji, memang belum dapat dilakukan karena tidak ada landasan hukum.
Apalagi, Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini tidak dapat mengadili seorang pemimpin ingkar janji jika tidak ada yang mendakwa, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat atau lembaga legislatif. Jadi, yang sangat memungkinkan dilakukan adalah pemberian sanksi sosial, artinya, rakyat jangan memilih lagi pemimpin itu pada pemilu selanjutnya.
Itulah sebabnya, kita berharap nantinya ada dasar hukum yang akan mendorong para pemimpin untuk menunaikan janji-janji manisnya saat kampanye, sehingga program-program yang ditawaran kepada publik saat kampanye tidak menjadi sekedar janji palsu atau "lip service" semata.
Bahkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengusulkan agar nantinya ada hukum yang mengatur ingkar janji itu bahkan bisa masuk pada ranah pidana. Namun menurutnya, tindakan tercela dalam hukum ketatanegaraan itu sampai sekarang belum ada formulasinya. Maka dari itu, tidak bisa tindakan tercela seorang pemimpin itu diajukan ke pengadilan. Maka, ke depan harus diatur.
Soal pemimpin ingkar janji itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pekan ini mengeluarkan fatwa tentang hukum berdosa bagi pemimpin yang tidak menepati janjinya saat kampanye.