Setiap tahun, tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri, sebuah momen yang mengingatkan kita akan kontribusi signifikan para santri dalam perjalanan sejarah bangsa. Namun, perayaan ini seharusnya juga menjadi panggilan untuk merenungkan peran strategis pesantren dan komunitas dalam menjaga ekologi serta mewujudkan kedaulatan pangan masyarakat.
Pesantren perlu menerapkan pendekatan pendidikan holistik yang tidak hanya fokus pada ilmu agama, tetapi juga mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan lingkungan dalam kurikulumnya. Ajaran Islam menekankan pentingnya menjaga dan merawat alam. Dalam Surah Al-Rum [30]: 41, ditegaskan bahwa kerusakan lingkungan merupakan hasil perilaku manusia yang tidak selaras dengan ajaran agama. Ini menunjukkan tanggung jawab besar manusia dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
Salah satu contoh konkret adalah pemanfaatan lahan warga masyarakat yang tidak produktif untuk mengajarkan santri dan masyarakat sekitar teknik bercocok tanam ramah lingkungan. Terdapat lahan seluas sekitar 3000 m yang diamanahkan oleh warga untuk digarap sebagai lahan pertanian.Â
Selain memenuhi kebutuhan masyarakat, lahan ini diharapkan dapat menghasilkan nilai ekonomi, yaitu melalui menanam ubi cilembu yang memiliki nilai jual tinggi. Penggunaan pupuk organik, yang berdasarkan penelitian World Bank dapat meningkatkan pendapatan petani hingga 30%, juga menjadi insentif bagi santri dan masyarakat untuk beralih dari praktik pertanian konvensional.
Komunitas, seperti Maiyah di Bumiayu, memainkan peran penting dalam memperkuat ketahanan pangan masyarakat. Sebagai gerakan sosial berbasis diskusi, Maiyah memiliki potensi besar untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kedaulatan pangan. Dalam setiap pertemuan, isu-isu terkait pertanian dan lingkungan dibahas secara konstruktif, mendorong anggotanya berpikir kritis dan berpartisipasi dalam praktik pertanian yang berkelanjutan.
Sinergi antara Pesantren Al-Fateha dan komunitas Maiyah dapat menciptakan dampak yang lebih besar. Program-program kolaboratif, termasuk penanaman sayuran seperti kangkung, ubi cilembu, dan bengkoang, mendukung penciptaan ketahanan pangan yang lebih baik.Â
Misalnya, pasar tani yang diadakan secara rutin menjadi platform bagi produk pertanian dari Pesantren Al-Fateha untuk dipasarkan dan sekaligus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya konsumsi pangan lokal yang sehat.
Inisiatif ini sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Goal 2: Zero Hunger, yang menekankan pentingnya menjamin akses pangan yang aman dan bergizi bagi semua orang.Â
Praktik pertanian berkelanjutan yang diterapkan oleh Pesantren Al-Fateha dan komunitas Maiyah berkontribusi pada pengentasan kelaparan dan peningkatan gizi masyarakat. Selain itu, Goal 12: Responsible Consumption and Production juga dapat dicapai melalui pengelolaan sumber daya yang bijaksana.
Dalam konteks tafsir ekologi, pentingnya merawat dan memanfaatkan sumber daya alam tercermin dalam Surah Al-Jatsiyah [45]: 13, yang menyatakan bahwa bumi dan isinya diciptakan oleh Allah untuk dimanfaatkan manusia dengan batasan yang jelas. Kunci keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat terletak pada pengelolaan yang bijaksana. Penerapan praktik pertanian berkelanjutan dapat meningkatkan hasil panen dalam jangka panjang dan mengurangi risiko kerawanan pangan di komunitas lokal.
Penting juga untuk menjangkau generasi muda. Santri dan anggota Maiyah yang teredukasi tentang keberlanjutan lingkungan dapat berperan sebagai agen perubahan. Kesadaran tentang pentingnya menjaga ekosistem dapat dipromosikan oleh mereka, serta teknik-teknik pertanian berkelanjutan diajarkan kepada teman-teman sebayanya. Surah Al-Baqarah [2:30] mengingatkan kita bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi, yang mengharuskan kita untuk merawat dan mengelola lingkungan dengan bijaksana.