Manusia mempunyai mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, kaki untuk berjalan, tangan untuk berbuat, dan berbagai anugerah lain yang tentu tidak bisa dihitung dengan rumus pikiran. Hingga anugerah terbesarnya, yakni akal, untuk berpikir, bernalar, memahami orang lain, dan melihat tanda-tanda kekuasaan-Nya. Lantas, untuk apa manusia diciptakan?
Sebuah pertanyaan yang menyiratkan akan penegasan jati diri kita sebagai umat manusia, siapa kita, sedang dimana, dan mau ke mana kita akan pergi? Saya, anda, dan kita semua hidup bukan tanpa masalah. Perjalanan hidup di dunia, dari alam kandungan, lahir tumbuh berkembang menjadi bayi, anak-anak, remaja, pemuda, dewasa hingga menjadi tua bukan pula tanpa proses menghadapi masalah.
Namun, di balik rangkaian masalah itu, kita masih memiliki kekuatan dari potensi-potensi nyata pada diri kita masing-masing. Potensi yang telah ada pada anugerah kehidupan yang diberikan Tuhan pada setiap diri manusia, hanya saja butuh kita berdayakan. Bagaimana caranya? Inilah titik dimana kita harus bersyukur. Seberapa pun besar atau kecil kemampuan yang dimiliki, apapun kondisi yang kita alami, sehat, sakit, bahkan dalam kondisi cacat sekalipun, kita harus bersyukur.
Masalah itu banyak dan kita tidak bisa terus menerus mengeluh dan meminta tolong pada orang lain. Kita harus bergerak mengandalkan usaha sendiri, berusaha semaksimal mungkin untuk menjalani segenap problematika hidup dengan anugerah yang kita miliki. Karena dengan syukur inilah, kita bergerak untuk memahami, bertindak, berusaha, mencari solusi, dan berjalan selangkah demi selangkah untuk mengenal-Nya sebagai Tuhan semesta alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H