Mohon tunggu...
I Gusti Ngurah Krisna Dana
I Gusti Ngurah Krisna Dana Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Warmadewa

Satyam Eva Jayate

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ruang Pariwisata Bali yang Makin Menggila: Antara Mimpi Tropis dan Realitas Harian

9 September 2024   21:02 Diperbarui: 10 September 2024   21:25 6663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Cover: BPMI Setpres

Sementara itu, pembangunan besar-besaran di Bali juga membawa dampak pada lingkungan. Dari reklamasi laut, penggundulan hutan, hingga pengelolaan sampah yang makin sulit diatasi. Pantai-pantai di Bali yang dulu bersih sekarang sering kali penuh dengan sampah plastik, baik yang datang dari aktivitas turis maupun limbah domestik. Beberapa daerah di Bali sudah mulai merasakan dampak serius dari perubahan iklim, terutama erosi pantai dan kenaikan permukaan air laut.

Bali yang dulu dikenal dengan hijaunya persawahan dan kesegaran alamnya, kini mulai kehilangan identitasnya. Villa-villa berdiri di bekas lahan sawah, dan hotel-hotel megah menggantikan hutan bakau. "Kalau terus begini, mau cari sawah di Bali susahnya setengah mati," ujar Pak Ketut, seorang petani di Tibubiu,Tabanan  yang merasa kehilangan lahan garapannya akibat pembangunan vila.

Mencari Ruang yang Tersisa

Meski pariwisata terus menggila, Bali sebenarnya masih punya ruang untuk bernapas. Di beberapa daerah yang belum tersentuh hiruk-pikuk wisata massal, masih ada desa-desa yang mempertahankan tradisi dan cara hidup lokal. Beberapa komunitas lokal mulai bergerak, menolak pembangunan yang merusak lingkungan, dan berusaha menjaga Bali tetap asri.

Ini bukan berarti kita harus menolak pariwisata sepenuhnya. Pariwisata telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Bali. Yang diperlukan adalah keseimbangan. Bagaimana caranya menjaga agar Bali tetap menjadi surga tropis bagi wisatawan, tanpa mengorbankan alam dan budaya yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu? Bagaimana cara kita, sebagai pengunjung atau penduduk, bisa memberikan ruang bagi Bali untuk tetap hidup dan bernafas?

Karena kalau tidak, Bali yang kita cintai mungkin hanya akan tinggal cerita, terkubur di bawah vila-vila mewah dan pantai-pantai privat yang hanya bisa dilihat dari jauh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun