Mohon tunggu...
IGusti Bima
IGusti Bima Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Airlangga Tingkat-2

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tingginya Utang Negara yang Tidak Dapat Menanggulangi Kesejahteraan

21 Agustus 2023   22:37 Diperbarui: 21 Agustus 2023   22:57 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Utang negara terus menjadi permasalahan serius yang ada di setiap periode kepemimpinan presiden di Indonesia. Sejak merdeka, Indonesia sudah menanggung utang, hal ini diungkapkan langsung oleh Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani. Pada tahun 1949 pemerintahan Indonesia yang baru saja terbentuk ini sudah menanggung utang warisan kolonial Belanda sejumlah 1,13 milliar US dollar. Nilai utang pemerintah Indonesia pada masa kini, sangatlah besar yang diikuti dengan pembangunan yang digiatkan. Namun, nilai yang besar ini, tidak serta merta tanpa pembangunan yang berarti dan tanpa solusi untuk menyelesaikan pelunasan utang negara. Terbukti pada edisi Juni 2023, total utang negara per akhir bulan itu senilai Rp7.787,51 triliun, tetapi nilai utang tersebut menurun sekitar Rp62,38 triliun dari posisi April 2023 sebesar 7.849,89 triliun. Lantas mengapa dengan banyaknya keberhasilan dalam pengelolaan uang pemerintah pada tahun ini, rakyat Indonesia masih menganggap kesejahteraan di Indonesia belum bisa diatasi?

Berdasarkan data yang tersedia dijurnal usd.ac.id Bank Indonesia mencatatkan pertumbuhan ULN pada kuartal IV-2018 sebesar USD17,7 miliar menjadi USD376,8 miliar. ULN tersebut teridiri atas utang pemerintah dan bank sentral sebesar USD186,2 miliar, serta utang swasta dan BUMN sebesar USD190,6 miliar. Utang Luar Negeri Indonesia terakhir terhitung pada bulan Desember 2020 atau pada akhir triwulan IV 2020 yakni sebesar USD417,5 Miliar. Utang tersebut terdiri dari ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) sebesar USD209,2 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar USD208,3 miliar. ULN Indonesia yang terus meningkat perlu diwaspadai lantaran memiliki risiko besar apabila tingkat kemampuan bayarnya rendah Berdasarkan paparan di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1) bagaimanakah perkembangan utang luar negeri Indonesia?; 2) apa saja dampak yang ditimbulkan akibat adanya utang luar negeri bagi perekonomian Indonesia?; dan 3) apa saja alternatif kebijakan yang dapat ditempuh untuk meminimalkan dampak negatif utang luar negeri bagi perekonomian Indonesia?.Untuk jawaban pertama menurut artikel unej.ac.id utang indonesia masih tergolong aman sehingga hal tersebut tidak perlu terlalu dikhawatirkan, untuk pertanyaan kedua dampak yang bisa ditimbulkan bila Indonesia terlalu sering memanfaatkan system ULN(Utang Luar Negeri) dengan daya bayar yang rendah maka akan menurunkan nilai investasi atau mungkin akan tersitanya aset yang ada di Indonesia, untuk pertanyaan ketiga alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan mengembangkan PDB yang ada di Indonesia secara signifikan dengan meningkatkan penjualan produk atau jasa dalam negara.Konklusi atau opini  yang bisa diambil dari pembahasan di atas adalah kesejahteraan tidak bisa dinilai dari besar kecilnya utang suatu negara, tetapi dilihat dari kemampuan negara untuk membayar utang. Memang beberapa pembangunan tidak bisa dirasakan secara langsung manfaatnya, tetapi pemerintahan sekarang berpikir jauh kedepan dengan ini diharapkan utang yang besar ini dapat turun terus menerus tiap tahunnya walau hanya sepersen, tetapi diiringi dengan kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat Indonesia yang kian menaik. Karena pada dasarnya pembangunan suatu negara terutama melalui infrastruktur penting dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, jangan dipandang sebelah mata suatu pembangunan di masa sekarang, tetapi perhatikan prospek jangka panjangnya. Ingatlah bahwa hutang tidak selamanya buruk dan membawa degradasi pada kesejahteraan selama dipergunakan dengan baik dan semestisnya.Sekian artikel ini menyampaikan opini pribadi namun mencari data berdasarkan data yang konkrit sehingga tidak ada informasi yang subjektif dalam artikel opini ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun