Singaraja- Hari Raya Galungan adalah hari besar keagamaan yang diperingati oleh umat Hindu. Hari raya Galungan dirayakan oleh umat Hindu Bali setiap 210 hari sekali, dengan menggunakan perhitungan kalender Bali yaitu pada hari Budha Kliwon Dungulan sebagai hari kemenangan Dharma melawan Adharma.
Terlihat di sore hari pukul 16.00 Wita, Keluarga besar dadia panji sakti desa Bungkulan sedang melaksanakan upacara piodalan yang jatuh pada hari raya galungan. Terdengar suara gamelan beserta suara lantunan kidung-kidung Bali yang begitu indah sehingga menyentuh hati bagi pendengarnya. Mereka terlihat sedang menikmati proses upacara yang sakral tersebut dengan penuh kebahagiaan. Mereka sangat menanti-nanti upacara ini selama 6 bulan sekali.
Sejak adanya pandemi covid-19 dari tahun tahun 2020, mereka membatasi aktivitas dalam menyambut upacara piodalan tersebut. Mereka tetap melaksanakan upacara piodalan tetapi dengan batasan, hanya sedikit yang boleh ikut untuk menyaksikan upacara tersebut
Sekarang keadaan sudah kembali normal, aktivitas boleh dilakukan dengan ramai-ramai. Adanya kebijakan seperti itu keluarga besar dadia Panji Sakti melakukan upacara piodalan bersama-sama, tidak ada lagi yang namanya mewakili. Sekarang semua boleh ikut dalam persembahyangan tersebut, tetapi dengan mematuhi protokol kesehatan.
              Â
Terlihat jelas antusias mereka dalam melaksanakan upacara piodalan tersebut. Mereka dengan seragam menggunakan pakaian putih untuk bersembahyang, karena mereka meyakini warna putih merupakan simbol kebersihan dan kesucian. Bukan hanya itu saja mereka juga menyiapkan keperluan untuk sembahyang seperti banten. Banten ini digunakan untuk sarana upakara yang digunakan sebagai simbol sebagai bentuk sujud bhakti umat kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Bungkulan, Pada Rabu (08/06/2022). Ditemui Setelah upacara selesai, I Gusti Nyoman Sashadi mengatakan, bahwa Perayaan galungan ini berbeda dengan galungan sebelumnya, galungan kali ini begitu istimewa bagi dirinya. Selain dapat bersembahyang bersama, dirinya juga dapat berkumpul dengan keluarga yang sudah tidak ketemu karena pandemi covid-19 ini.
Pria asal Bungkulan ini menjelaskan prosesi dalam upacara piodalan tersebut. Ia mengatakan ada banyak prosesi yang harus dijalani sebelum puncak piodalannya. Proses yang pertama adanya namanya mecaru. "Tujuan mecaru menyeimbangkan alam, bahwasanya didunia ini ada yang namanya alam nyata dan alam tidak nyata menurut kita sebagai umat gama Hindu dan kita sadari bahwa alam Niskala atau alam tidak nyata ada makhluk yang dinamakan Bhuta kala," Kata lelaki yang berumur 44 tahun itu.
Selesai prosesi upacara mecaru, truna-truni (pemuda-pemudi) dari dadia panji sakti melakukan upacara mesolah atau kata lainnya melakukan tarian sebelum upacara inti dimulai. Terlihat 2 orang wanita berbusana putih dan menggunakan Kamen kuning menarikan tarian Pendet. Bukan hanya wanita saja, untuk Pria atau dibali disebut "truna" melakukan tarian Baris. "Proses mesolah ini dilakukan karena untuk menyambut kedatangan Ida sang hyang Widhi Wasa," katanya.
Setelah semua proses sudah terlalui, mereka akan memulai puncak upacaranya. Dimana mereka akan melakukan persembahyangan bersama. Terdengar suara pemandu upacara melantunkan puja tri sandya dan kramaning sembah untuk memandu berjalannya upacara.
Di akhir upacara piodalan mereka mengadakan makan bersama. Buah buahan dan makanan yang sudah selesai pakai sembahyang mereka ambil dan mereka makan bersama. "Kita bisa menambah rasa persaudaraan kita dengan cara seperti itu, kita bisa mengobrol bersama dan makan bersama," kata lelaki itu dengan penuh kebahagiaan.