Mohon tunggu...
I Gusti Ayu Agung Sonia Shafna
I Gusti Ayu Agung Sonia Shafna Mohon Tunggu... Akuntan - Accountant

Bali

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Generasi Sandwich: Terjepit di Tengah Peran dan Tanggung Jawab

4 November 2024   16:36 Diperbarui: 4 November 2024   16:42 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Revolusi manusia ditandai dengan adanya perubahan segmen yang dulunya manusia hidup untuk mencari makanan dengan berpindah-pindah tempat, namun kini manusia hidup untuk tujuan yang tidak sedikit. Menjadi bagian salah satu generasi milenial dimana kami dihadapkan dengan kondisi bahwa tuntutan tanggung jawab serta tugas yang semakin menghimpit. Seiring kemajuan jaman dengan mudahnya digitalisasi masuk dan merambah ke kehidupan sosial manusia sekarang bukanlah hal yang asing jika mendengarkan "sandwich generation".

Filosofi apa yang bisa ditangkap ketika telinga mendengarkan 2 kata tersebut? Apakah sebagai suatu makanan yang lezat? Atau ungkapan apa? Ya, tentunya ini merujuk pada kondisi generasi manusia yang mengalamai tekanan dari 2 arah berbeda, atau dapat dikatakan mengalami tumpukan tekanan yang nentunya mempengaruhi keadaan orang tersebut. Tekanan apa yang dimaksudkan? Banyak hal namun rincinya tekanan finansial maupun emotional. Apakah ini normal atau sebuah penyimpangan? Tidak, ini bukan suatu hal yang dikategorikan ke dalam sebuah penyimpangan, ini hanya pengungkapan atas kilas generasi yang sedang terjadi dimasa sekarang, mungkin dapat dikatakan bahwa ini merupakan "tangkapan layar" yang diungkapkan dengan kata-kata.

Apakah semua manusia siap untuk menjadi generasi sandwich? Atau apakah ini keterpaksaan atas suatu kondisi yang diluar kontrol? Mudahnya ini seperti hasil dari 2 "kebiasaan" yang sudah biasa dilakukan sejak dahulu dimana kini hal tersebut menjadi 1 yang sama-sama dilakukan. Menengok sedikit pada kenyataan yang ada bahwa para pelaku generasi sandwich ini menanamkan pemikiran bahwa ia wajib untuk dapat memberikan bantuan berupa finansial maupun emotional terhadap orang tua dan anaknya. Dimana hal ini banyak ditemukan ditengah masyarakat kita, meski sudah menikah namun tanggung jawab terhadap orang tua harus tetap berjalan.

Coba kita mulai untuk fokuskan pada peran tanggung jawab yang harus diemban oleh seorang anak, dimana mereka dari kecil hingga besar dirawat dengan begitu baik dan diberikan fasilitas sebaik mungkin oleh kedua orang tuanya dan ketika mereka dewasa mereka akan membalas dengan merawat kedua orang tuanya hingga meninggal. Apakah ini terlihat sebagai hubungan timbal balik? Bisa jadi, tidak ada salahnya sebagai anak kita memberikan rasa wujud bakti kita terhadap orang tua atas semua kemuliaan yang mereka berikan dalam merawat kita hingga dewasa. Namun kategori seperti apa yang dikatakan generasi sandwich jika hal diatas dianggap sebagai wujud belas kasih? Perlu digaris bawahi jika tidak semua orang tua mampu mengajarkan anaknya untuk dapat mencapai kesuksesannya setinggi mungkin, pada kenyataannya tanpa maksud mengatakan sebagai orang tua yang buruk, si anak dipaksa untuk melakukan balas budi kepada orang tuanya dengan memberikan segenap tanggung jawab contohnya pada hal finansial. Apakah ini suatu keharusan? Tentunya sebagai orang tua harus memiliki pemikiran terbuka, anak bukanlah sapi perah yang sekiranya kita pelihara kemudian kita bisa petik hasilnya kelak, apakah kita menempatkan anak sebagai hewan ternak seperti itu? Marilah untuk lebih bijak lagi bahwa anak adalah kewajiban kita untuk merawatnya hingga dewasa, dan anak bisa memilih jalannya sendiri untuk meraih kesuksesan yang mampu dibekali oleh orang tuanya hanya pada akhlak si anak, kemudian apa yang anak bisa berikan balik kepada orang tua bukan suatu hal yang dipaksa atau bahkan sengaja disudutkan kepada si anak agar mau menanggung seluruh kewajiban finansial, ketahuilah si anak memiliki masa depan yang tentunya mereka juga harus menabung untuk itu, dilain sisi anak bukanlah bank yang bisa dikeruk seenaknya dengan dalih "balas budi" untuk menanggung segala urusan, anak tentunya akan tetap mau untuk bertanggung jawab terhadap orang tuanya tapi tidak dengan menempatkannya seperti sapi perah.

Pada sisi sebelahnya anak memiliki tanggung jawab terhadap keluarga kecilnya, yang tentunya perannya sangat di tuntut dalam hal ini. Tuntutan apa yang dimaksudkan? Seperti peran mencari nafkah, merawat anak, mengurus rumah dan sebagainya yang tentunya ini bukan merupakan hal kecil lagi. Bagaimana bisa dikatakan sebagai tuntutan jika hal ini merupakan tugas utamanya? Ini menjadi berbeda jika diselipkan harapan atau tekanan yang membuat menjadi lebih extra untuk mencapai hal tersebut. Semisal saja si anak meminta untuk dibelikan tas bermerk A tentunya ini menjadi tuntutan karena pada dasarkan orang tua wajib memfasilitasi anak namun tidak untuk merk-merk tertentu. Perkembangan jaman yang sudah semakin maju tentunya pola piker manusia kini juga ikut menyesuaikan atau mengalami perubahan, yang dulunya hanya ada tk namun sekarang sudah atau paud dan sebagainya, apakah ini bukannya menjadi perubahan ke arah yang positif? Tentunya ini positif dengan memberikan anak pendidikan sedini mungkin namun juga berarti tuntutan finansial dan emotional juga ikut hadir. Kita tentunya selalu berupaya memberikan yang terbaik terhadap keluarga dan orang tua kita, namun kita dapat menentukan mana yang memang menjadi tanggung jawab utama agar tidak sampai meninggalkan apa yang memang manjadi tugas kita. Merawat orang tua bukanlah hal yang salah maupun keliru, bahkan ini meurpakan Tindakan yang sangat mulia namun ada baiknya jika kita mempu menempatkan diri sesuai dengan kodrat yang kita jalani, agar segala hubungan mampu berjalan semaksimal mungkin. Jangan hanya takut dianggap durhaka kita sampai mengorbankan keluarga kecil, dan sebaliknya juga.

Bukan perkara yang mudah bagi kita yang merasakan atau menjadi generasi sandwich untuk lepas dari belenggu ini dimana terdapat tekanan dari 2 arah yang semakin menjepit diri namun upaya pelarian bagaimana pun juga tidak menjadi jalan untuk lepas dari tanggung jawab. Namun diharapkan tentunya dapat berpikir logis dan mampu mengontrol keadaan, meski tidak dapat mengubahkan setidaknya tidak mengarah pada kondisi yang lebih buruk. Dengan daya pikir kita yang lebih maju kita mampu membedakan mana yang tepat dan tidak tepat, serta kita mampu memberikan pengertian secara baik kepada orang tua terkait keadaan kita yang bukan lagi sepenuhnya hanya bertanggung jawab terhadap mereka namun ada suami, istri, anak yang menunggu. Pesan saya kelak, saya sangat bangga bisa melihat bagaimana anda berjuang dengan kondisi yang terhimpit ini namun saya tentunya mengharapkan adanya perubahan yang bisa anda pegang untuk membawa diri anda dan tentunya anak-anak di masa depan agar tidak ada diposisi anda sekarang bahkan bisa hidup lebih baik lagi dari anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun