Kelakuan alamiah otak ini dapat dimanipulasi untuk kepentingan-kepentingan bisnis, iklan, bahkan politik sekalipun. Inilah yang terjadi dengan sosok jokowi, dimana para tim sukses mempermainkan prinsip kerja alamiah otak dengan membombardir otak masyarakat indonesia dengan gambaran bahwa jokowi adalah sosok yang layak untuk dijadikan pemimpin.
Kita telah memahami sedikitnya bagaimana sebuah persepsi itu dibangun, maka kita harus segera sadar bahwa jika informasi selalu diberitakan hal yang positifnya saja, maka hal itu perlu diwaspadai. Ada sebuah indikasi dimana telah terjadi sebuah proses penggiringan opini publik; agar jokowi dapat diterima dengan emosi yang positif yang berawal dari persepsi. Dengan tujuan akhir, jokowi dipersepsikan dan dipilih untuk dijadikan presiden. Dalam mencerna informasi yang baik, kita harus berani membuka diri sendiri untuk melihat sisi lain dari seorang jokowi. Bukan hanya satu sisi positif yang selalu ditampilkan media-media saja.
Jika jokowi selama ini hanya diproyeksikan sebagai sosok yang sederhana dan tidak menghambur-hamburkan uang. Pernahkah kita mendengar berita bahwa jokowi duduk disebuah pesawat jet pribadi bersama anis baswedan yang harga sewanya mencapai ratusan juta per hari ?. Pernahkah kita melihat dan mendengar bahwa pembuatan video, yang di dalamnya jokowi makan dengan orang tua, telah menghabiskan dana ratusan juta juga?. Tentunya hal ini tidak pernah diberitakan secara masal. Karena ia akan mendongkrak persepsi banyak kalangan.
Mungkin tidak semua dari kita pernah duduk di kelas psikologi. Tapi setidaknya mulai detik ini kita telah sedikit memahami cara otak kita bekerja dalam mencerna informasi. Semoga kita semua memahai arti penting persepsi. Sekali lagi saya katakan, bahwa yang terpenting dalam memenangkan pemilu bukan pencoblosannya tapi mempermainkan persepsi masyarakatnya. Pencoblosan hanyalah akibat dari sebuah sebab (mempunyai persepsi yang positif terhadap calonnya).
Jika tulisan ini sedikit menyentuh persepsi anda, maka segeralah kita mengatakan pada diri kita "Wahai jiwa dan otak yang terlelap, bangunlah...!".
Lalu tanyakan pada diri sendiri: “Benarkah persepsi saya telah tergiring ?” .
Jika kita masih tetap sulit untuk terjaga, maka tanyalah pada kerabat dan kawan disekitar kita, "Benarkan Jokowi telah menggiring opini publik, termasuk diri kita ?".
Jika teman kita masih tetap tidak bisa menjawab. Maka tanyalah hati nurani anda. Tapi jika hati nurani tidak juga bisa memberikan jawaban, maka angkatlah bendera setengah tiang. Sebagai tanda atas kematian hati nurani anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H