Dalam dunia kerja yang semakin dinamis dan kompleks, perusahaan menghadapi tantangan dalam mempertahankan kohesi tim dan komunikasi efektif. Tantangan ini semakin menonjol dalam konteks kerja jarak jauh dan saat perusahaan menghadapi isu-isu sosial-politik yang memengaruhi bisnis. Transformasi digital dan globalisasi mempercepat perubahan pola kerja, mengharuskan organisasi untuk beradaptasi dengan cara baru dalam membangun hubungan antar anggota tim. Ketidakhadiran interaksi langsung sering kali menciptakan kesenjangan komunikasi, menghambat transfer informasi yang jelas, dan mempengaruhi kepercayaan serta motivasi karyawan. Selain itu, tekanan dari isu-isu eksternal, seperti konflik geopolitik atau pergeseran norma sosial, dapat memperumit dinamika organisasi, menuntut strategi komunikasi yang lebih inklusif dan tangguh.
Dua konsep dari buku Organizational Behavior karya Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge, teori dinamika tim dan komunikasi organisasi, menyediakan kerangka kerja yang relevan untuk memahami dan mengatasi masalah ini. Teori dinamika tim memberikan wawasan tentang cara membangun hubungan antar anggota tim yang kokoh dan berfungsi secara harmonis, sementara komunikasi organisasi membantu merancang strategi komunikasi yang efektif untuk menyelaraskan tujuan individu dengan visi perusahaan. Dengan memahami kedua kerangka ini, perusahaan dapat mengembangkan pendekatan adaptif yang tidak hanya meningkatkan produktivitas tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan kolaboratif.
Tantangan Internal: Penurunan Kohesi Tim
1. Dinamika Tim dan Kohesi
Kohesi tim, yang didefinisikan sebagai kekuatan yang menyatukan anggota tim dalam mencapai tujuan bersama, menjadi tantangan utama di era kerja jarak jauh. Lingkungan kerja jarak jauh mengurangi peluang interaksi informal yang penting untuk membangun hubungan interpersonal. Robbins dan Judge mencatat bahwa tanpa kepercayaan, rasa memiliki, dan motivasi individu, kohesi tim dapat melemah. Hal ini dapat mengakibatkan produktivitas yang lebih rendah, tingkat inovasi yang menurun, dan perasaan isolasi di antara anggota tim.
Sebagai contoh, sebuah studi oleh Gallup (2023) menunjukkan bahwa 56% karyawan jarak jauh merasa kurang terhubung dengan rekan kerja mereka dibandingkan dengan mereka yang bekerja di kantor. Ketika interaksi informal, seperti diskusi santai atau sesi brainstorming spontan, berkurang, anggota tim cenderung merasa kehilangan arah dan semangat.
2. Hambatan Komunikasi dalam Organisasi
Komunikasi adalah fondasi keberhasilan organisasi. Dalam kerja jarak jauh, penggunaan alat komunikasi asinkron, seperti email atau pesan teks, sering mengakibatkan miskomunikasi. Pesan yang kurang jelas atau respons yang terlambat dapat menciptakan frustrasi dan kesalahpahaman di antara anggota tim. Robbins dan Judge menekankan bahwa komunikasi yang buruk dapat merusak efisiensi tim, bahkan dalam organisasi yang memiliki struktur yang kuat.
Contoh konkret adalah situasi di mana tugas yang disampaikan melalui email tanpa konteks yang memadai mengakibatkan hasil kerja yang tidak sesuai harapan. Dalam lingkungan kerja jarak jauh, hambatan ini semakin diperburuk oleh kurangnya komunikasi nonverbal yang sering kali memberikan isyarat penting.
Strategi untuk Meningkatkan Kohesi dan Komunikasi
1. Interaksi Sosial yang Terstruktur
Menciptakan interaksi sosial yang terstruktur adalah salah satu solusi untuk mengatasi tantangan ini. Perusahaan dapat mengadakan sesi "check-in" virtual mingguan di mana anggota tim berbagi pembaruan pribadi dan profesional. Langkah ini membantu membangun hubungan interpersonal dan meningkatkan rasa memiliki. Sebagai contoh, beberapa organisasi sukses seperti Buffer dan Zapier telah mengadopsi sesi daring informal untuk memperkuat hubungan antaranggota tim.
2. Pertemuan Sinkron melalui Video
Komunikasi sinkron melalui panggilan video memberikan ruang untuk ekspresi nonverbal, seperti bahasa tubuh dan nada suara, yang penting dalam membangun kepercayaan. Hal ini meningkatkan social presence atau kehadiran sosial, sehingga anggota tim merasa lebih terhubung. Robbins dan Judge juga menyoroti bahwa komunikasi yang kaya konteks ini dapat memperbaiki hubungan interpersonal yang terputus karena jarak.