Mohon tunggu...
Igo Halimaking
Igo Halimaking Mohon Tunggu... -

“Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: ‘dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan’. Tanpa itu semua maka kita tidak lebih dari benda. Berbahagialah orang yang masih mempunyai rasa cinta, yang belum sampai kehilangan benda yang paling bernilai itu. Kalau kita telah kehilangan itu maka absurdlah hidup kita.” ― Soe Hok Gie

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

TIM PENYIDIK POLDA CAPEH, SAKSI KUNCI PEMBUNUHAN LINUS NOTAN TEWAS DI KANTOR POLISI

3 Februari 2015   21:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:53 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tim Penyidik yang dikirim Kapolda NTT, Endang Sunjaya ke Lembata, untuk mengusut tuntas kasus dugaan pembunuhan Linus Nontan Lelah. Bukan hanya lelah, mereka juga bingung.

Kenapa Bingung..?? Kebingungan tim Penyidik Polda ini terlihat ketika keluarga Linus Notan dan Kepala Desa Jontona, Nikolaus Ake serta masyarakat Jontona yang hadir di Polres Lembata, meminta agar penyidik Polda melakukan pemeriksaan konfrontir terhadap Saksi alibi dan para pelaku.

Permintaan keluarga ini, membuat ketua tim Polda NTT, Gede Nilla bingung dan menanyakan kapan saksi yang diajukan keluarga korban ini diperiksa sehingga harus di konfrontir dengan para pelaku ?

Pihak keluarga Korban yang diwakili Sultan Ali Geroda menjelaskan bahwa sehari sebelum Tim Polda turun para saksi yang mematahkan alibi para terduga sudah diperiksa oleh penyidik Polres Lembata, Kamis, 29 Januari 2015.

Bahkan dihadapan Ketua tim Ali Geroda mengungkapkan nama nama yang diajukan oleh keluarga korban ini karena keterangan para terduga kepada penyidik Polres Lembata pada beberapa proses pemeriksaan bulan Oktober sampai dengan 29 Januari 2015.

Sebut saja misalnya, ungkap Ali Geroda, Feliks Sele dalam keterangan pertama mengungkapkan dirinya bersama Laurenisius Loli dan Agustinus Boli bertemu di pantai untuk membeli ikan di Lampar saat kejadian, 3 September 2014 lalu.

Sementara itu, Laurensius Laba alias Lori Lodan pada keterangan pertama yang disampaikan dihadapan penyidik Polres Lembata, bahwa dirinya saat kejadian sedang berada di kota Lewoleba. Akan tetapi Stefanus Ebang bersama istri, Nikolaus Lema bersama istri, saat pagi tanggal 3 September 2014 itu bertemu Lori dengan menggunakan celana putih tanpa baju di jalan Desa Jontona. Dan berdasarkan keterangan Nikolaus dan Stefanus Ebang bahwa saat bertemu Lori Lodan tersebut, dirinya menyampaikan pulang dari jogging pagi.

Yoseph Payong Lela, terduga lain pada keterangan pertama mengungkapkan bahwa dirinya saat kejadian tanggal 3 September 2014 itu, sedang mengantar cucunya ke sekolah di Taman kanak Kanak Desa Jontona.

Nah, semua keterangan para pelaku berubah drastis ketika tim Polda turun ke Lembata, ketiganya serempak berkata meraka saat kejadian sedang berada di rumah dan tidak keluar ke mana mana.

Walahualam..Berita Acara Pemeriksaan para terduga yang pertama ini tidak diserahkan oleh Penyidik Polres Lembata kepada Penyidik Polda NTT.

Berdasarkan keterangan terbaru ketiga pelaku di hadapan tim Polda NTT, Sabtu, 31 Januari 2015 tersebut lalu mereka menghadirkan sekitar 17 Orang Saksi keluarga.

Saksi saksi yang dihadirkan itu adalah, Matheus Kiwan, Abon Kebo, Veronika Ikan (istri Laurensius Laba), Theodorus Ege (tinggal serumah dengan Lori), Bewa Lodan (istri Feliks Sele),  Dorotea As (mama kandung Lori-Mertua Feliks Sele), Margaretha Bulu (istri Yohanes Payong Lela), G. Jaran (Anak Payong lela, tidak hadir), Monika Tupen (bibi Lori Lodan).

Selain itu Petrus Kopong Kewa, Tori Mosa juga dihadirkan. Mereka kurang lebih sekitar 17 orang. Kepala Desa Jontona juga kembali diambil keterangan juga Ligu Liman diambil keterangan sebagai orang yang membuat pernyataan atas kesepakatan keluarga korban untuk tidak mayat Linus Notan tidak divisum walau surat pernyataan ini sudah ditarik kembali oleh Longginus Ragan adik kandung korban dari Pospol Ile Ape dan melaporkan kembali dengan dugaan pembunuhan.

Laporan Longgi Ragan ini dilakukan karena ditemukan beberapa kejanggalan dan barang bukti di TKP. Barang bukti itu sudah di Polres Lembata.

Semua Saksi ini diambil keterangan oleh penyidik Polda selama hampir sejak, pkl. 18.00 s/d 24.00 wita, Sabtu, 31 Januari 2015.

Saat pemeriksaan saksi keluarga terduga, keluarga korban bersama puluhan masyarakat setia menunggu dengan harapan akan dilakukan konfrontir antara para terduga dengan para saksi yang mematahkan terduga alibi itu.

Sayang, sungguh disayangkan, harapan itu sirna. Tim Polda NTT sudah hampir berkemas dengan menyimpan semua berkas dan laptop dalam tas. Sementara pada terduga dan keluarga menumpang mobil angkutan pedesaan Ardiles pulang kembali ke rumah masing masing.

Melihat situasi ini, Goris Making, Hendrikus Hore, Sultan Ali Geroda dan puluhan masyarakat Jontona meminta kepada tim penyidik polda NTT harus memeriksa Saksi Alibi yang diajukan. Negosiasi dilakukan. Saksi untuk mematahkan alibi Laurensius Laba, diperiksa tim penyidik Polda NTT, sekitar Pkl. 01.00, Minggu, 1 Februari 2015 dini hari.

Dilanjutkan pemeriksaan konfrontir bersama para pelaku oleh penyidik polres Lembata karena Penyidik Polda NTT yang diketuai oleh Gede Nilla, Haryanto Sakbahan dan Roland sudah pulang ke Kupang dengan pesawat, Minggu, 1 Februari 2015 pagi.

Kasat Reskrim Polres Lembata Menyangkal

Kasat Reskrim Polres Lembata, Arief Sadikin menyangkal. Sadikin di hadapan puluhan masyarakat Jontona dan Kepada Desa Jontona, Nikolaus Ake Watun dan beberapa keluarga Korban, menyangkal bahwa pernyataan tentang Linus Notan jatuh dari pohon tidak pernah disampaikan oleh dirinya.

Hal ini disampaikan Kasat ketika Keluarga Korban bersama Kepala desa dan puluhan masyarakat Jontona lainnya melakukan negosiasi agar Saksi yang dihadirkan keluarga korban di konfrontir dengan para terduga.

Permintaan ini disampaikan karena sejak diambil keteranga para saksi dari bulan Oktober 2014 sampai dengan 29 Januari 2015, para saksi belum pernah di konfrontir dengan para pelaku.

Desakan kelurga ini disampaikan karena tim penyidik polda NTT setelah memenuhi permintaan keluarga memeriksa saksi alibi langsung pulang dikawal oleh Kasat Reskrim Polres Lembata, Arief Sadikin tanpa melakukan konfrontir dengan para terduga.

Saat sampai di pintu Nisan Terano, DH 88 yang ditumpangi para penyidik Polda NTT, Goris Making salah satu keluarga bertanya kapan saksi pemeriksaan konfrontir.

Jawab yang diberikan oleh Kasat Reskrim Polres Lembata bahwa soal pemeriksaan konfrontir para saksi dengan terduga tergantung pertimbangan penyidik.

“Konfrontir itu pertimbangan penyidik. Kalau penyidik mempertimbangkan bahwa perlu dikonfrontir maka akan dilakukan. Tetapi apabila pertimbanga penyidik tidak perlu ya tidak perlu dikonfrontir,” jelas Sadikin menjawab Goris Making di hadapan puluhan masyarakat dan Kepala Desa Jontona, Nikolaus Ake Watun di halaman Polres Lembata, Minggu, 1 Februari Pkl. 02.30 dini hari.

Goris Making lalu mengungkapkan bahwa saat dirinya bersama Sandro Wangak bertemu dengan Kapolda NTT, Endang Sunjaya di rumah Jabatan, Beliau sudah berjanji untuk mengirimkan tim ke Lembata  dan mengusut tuntas kasus ini.

“Tetapi sekarang tim sudah di sini. Kenapa tidak usut tuntas kasus ini dan lebih mementingkan pulang ke Kupang karena hanya ditugaskan dua hari ?”, kesal Making.

Making juga mengungkan bahwa karena pernyataan kasat Arief Sadikin yang membuat kesimpulan Linus Notan Jatuh Murni dari pohon tanpa mempertimbangkan banyak keterangan para saksi maka keluarga lalu mengambil langkah ketemu dengan kapolda NTT.

Mendengar pernyataan tersebut, Arief Sadikin dengan suara tinggi menyangkal bahwa hal itu tidak pernah dia sampaikan.

“Saya sampaikan di siapa pernyataan begitu ?,” tanya Kasat dengan suara tinggi.

Kepala Desa Nikolaus Ake yang berdiri persis di samping Kasat, langsung menjawab.

“Saya pa Kasat. Saat itu pa kasat sampaikan di saya. Kita kembali dari lokasi dalam perjalanan pa kasat panggil saya. Kita berjalan bersampingan dan Pa Kasat bilang ke saya bahwa almarhum itu jatuh murni dari pohon lontar. Mendengar itu saya bertanya, terus saksi kewa ? Pa Kasat jawab, saksi kewa di rekayasa. Saya diam sejenak. Saya Tanya lagi, terus Saksi Molan ?. Pa Kasat jawab, saksi Molan keterangan setengah setenagh dan berubah ubah. Pa kasat jangan bogong. Jadi pejabat harus bicara jujur,” ungkap Niko Ake Watun, sambil memperagakan kembali perjalanan dirinya bersama kasat dari TKP, 14 Januari 2015.

Mendengar itu, Kasat hanya jawab Bapa ini. Tidak habis disitu saja, Goris Making juga kembali membeberkan tentang perynyataan kasat yan di sampaikan dalam ruangan Kasat, 15  Januari 2015, ketika dirinya bersama istri almarhum bertemu dengan kasat. Bahwa penyataan Kasat reskrim sama dengan apa yang disampaikan kepada, Kepala Desa Jontona Niko Ake.

Mendengar hal itu, Kasat Reskrim hanya menjawab terserah. Niko Ake, tidak menerima jawaban kasat ini dan menjawab, apabila terjadi pembunuhan dan hal hal yang tidak diinginkan di Jontona, Polisi tidak boleh mencari dirinya dan tidak boleh sampai di Desa Jontona.

Jawaban Kasat ini, memicu situasi semakin memanas. Puluhan warga desa Jontona yang hadir saat langsung bersuara dan meminta Kasat mempertanggungjawabkan pernyataan tersebut. Dan Kasat Reskrim bersama tim penyidik dari Polda NTT, langsung menumpang mobil Nisan Terano, DH 88 meninggalkan halaman polres lembata, tanpa penjelasan apapun.

Polisi yang hadir saat itu langsung mengamankan situasi dengan meminta keluarga korban tenang. saat keluarga bersama masyarakat hendak meninggalkan halaman Polres, salah seorang penyidik Yandris Sinlaeloe mendekati keluarga Korban dan menyampaikan bahwa dirinya baru dapat telp dari Penyidik Polda NTT, untuk menyampaikan kepada keluarga Korban agar, Minggu, 1 Februari 2015 membawa semua saksi untuk diperiksa dan dikonfrontir.

Dua Hari Bekerja, Tim Polda Lelah dan Pulang Ke Kupang

Berdasarkan pesan yang disampaikan oleh Yandris Sinlaeloe, keluarga menghadirkan Sembilan orang saksi. Sembilan orang saksi ini sudah diajukan kepada penyidik polda pada malam harinya. Baik kepada ketua tim, Gede Nilla, maupun kepada anggota tim, Roland dan Haryanto Sakbahan.

Saat melakukan negosiasi untuk memeriksa Sembilan orang ini, Haryanto tidak menyarankan untuk bertemu dengan ketua tim. Ketika keluarga yang diwakili Sultan Ali Geroda bersama Manto Matarau dan Sandro Wangak bertemu ketua Tim Polda NTT, Gede Nila, dirinya meminta keluarga untuk bersabar karena harus berkoordinasi dengan penyidik Polres Lembata.

Sayangnya, hampir sejam menunggu pihak keluarga mendapat jawaban kekecewaan sebab, tim Polda NTT dikawal Kasat Arief Sadikin meninggalkan ruangan Riksa III dan IV polres Lembata menuju mobil yang sudah menunggu sejak tadi.

Negosiasi masih tetap dilakukan dan keluarga mendesak agar tim penyidik Polda memeriksa Sembilan saksi tersebut. Gede Nila, ketua Tim Polda NTT, memberikan jawaban mereka manusia dan mereka lelah. Mereka capeh.

“Kami manusia. Kami juga capeh. Kasih kami kesempatan untuk berisirahat,” ungkap Gede Nila. Alasan Gede Nilla ini tidak sejalan dengan apa yang disampaikan sebelumnya. Yakni dirinya bersama tim yang dikirim dari Polda NTT, hanya untuk membantu melengkapi keterangan bukan mengambil alih kasus ini.

“Penyidiknya tetap penyidik di Polres Lembata. Kami datang hanya untuk membantu melengkapi keterangan saja. Nanti kami pulang ke Kupang dan membuat laporan di Kupang,” ungkap Gede Nilla. Pernyataan ini juga disampaikan oleh Haryanto Sakbahan, apalagi mereka dikejar waktu karena hanya dua hari di Lembata.

Negosiasi ini dilakukan tanpa ada hasil. Tetapi berdasarkan janji Tim Polda NTT kepada Yandris Sinaleloe yang disampaikan kepada keluarga, maka Sembilan saksi tersebut kembali dibawah oleh keluarga ke Polres Lembata, Minggu, 1 Februari 2015. Saksi dan kelurga tiba di Polres Lembata sekira Pkl. 09.00.

Beberapa saat kemudian, Kasat Reskrim Polres Lembata tiba tanpa penyidik Polda NTT. Sultan ali Gerod bertemu kasat. Dan kasat mengatakan bahwa tim penyidik Polda sudah pulang ke Kupang dan para saksi yang hadir bisa diperiksa oleh penyidik polres Lembata.

Dan mengarahkan untuk bertemu dengan penyidik Polres Lembata yang sudah hadir, Syamsuddin.

Hasilnya, Syamsuddin mengatakan Perintah dari tim Penyidik Polda kepada mereka untuk hanya memeriksa empat saksi alibi dan dikonfrontir dengan para pelaku.

Keempat saksi alibi yang diperiksa konfrontir dengan pelaku adalah Stefanus Ebang bersama Nikolaus Lema di konfrontir dengan Laurensius Laba sedangkan Agus Boli dan Lorens Loli di konfrontir dengan Feliks Sele.

Sementara lima saksi lain yakni, Sinta Penolan (istri kepala Desa), yang menerima telpon pagi itu, Oknum Yang menelpon, Bidan Desa yang memandikan jenasah serta Dua Guru TK Jontona yang dihadirkan untuk mematahkan alibi Yoseph Payong Lela tidak diperiksa. Ada saksi lain yang disertakan yakni Imel Hoe (Istri Stef Ebang) untuk mematahkan alibi Laurensius Laba, dan Nona Hali yang menemukan mayat pertama kali sebelum Kepala Desa tiba di lokasi juga tidak diperiksa. Termasuk barang bukti absen siswa TKK juga masih di pegang keluarga korban.

Walau merasa kecewa, tetapi Goris Making bersama Sultan Ali Geroda mewakili seluruh keluarga dan masyarakat desa Jontona tetap memberikan apresiasi kepada Kapolda NTT, Endang Sunjaya dan mengucapkan terimakasih karena Kapolda sudah mengirimkan tim ke Lembata. Dan sesuai dengan janji Kapolda baik dihadapan Keluarga dan Ibrahim Agustinus Medah,  akan  tuntas kasus Linus Notan, maka Keluarga hanya menaruh harap dan bersandar pada Kapolda NTT, Endang Sunjaya untuk bias menegakan keadilan dalam proses hokum kematian Linus Notan. (sandro wangak)

SAKSI KUNCI BUNUH DIRI

Setelah tim polda lelah dan pulang ke kupang, minggu 01/01/2015, dini hari senin 0202/2015, Gaspar Molan, warga Desa Jontona, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri dengan seutas tali rafia di Ruang Identifikasi Polres Lembata. Gaspar ditemukan tewas oleh seorang anggota polisi, Brigpol Irwan, sekitar pukul 07.00 Wita.
(http://kupang.tribunnews.com/2015/02/03)

Gaspar Molan adalah salah seorang saksi kasus pembunuhan Linus Notan, warga Desa Jontona. Hingga pukul 18.30 Wita, Gaspar belum diturunkan dari tempat ia menghembuskan napas terakhir. Gaspar masih tergantung pada seutas tali rafia yang diikat lagi dengan tali sepatu warna hitam dan tali lainnya berwarna hijau.

Tali berwarna hijau itu diduga merupakan tali yang biasanya dibuat untuk memperkuat sisi luar tikar. Namun belum diketahui dari mana korban mendapatkan tali-tali tersebut untuk menggantung diri.

Gaspar sekitar pukul 12.00 Wita, dia masih tergantung pada tempatnya di salah satu kamar di Ruang Identifikasi Polres Lembata. Gaspar mengenakan baju kaos bergaris hijau dengan celana training.

Tali yang digunakan Gaspar untuk menggantung diri diikat pada salah satu ventilasi yang ada di ruang tersebut. Ventilasi itu cukup tinggi sehingga untuk menggapainya Gaspar harus menggunakan alat bantu jeriken (baca: jerigen).

Di ujung kaki Gaspar, terdapat spon yang selama beberapa hari terakhir digunakannya untuk tidur. Gaspar tidur di ruang itu setelah pindah dari salah satu ruang kecil di depan sel Polres Lembata

Jenasah Gaspar Diturunkan Setelah Anaknya Datang

Kapolres Lembata, AKBP Wresni HS Nugroho, mengatakan, sampai Senin sore jenazah Gaspar Molan, belum diturunkan dari posisinya karena masih menunggu anak korban yang sedang dalam perjalanan dari Larantuka ke Lewoleba.

"Kami sudah berusaha menurunkan korban. Kami sudah menghubungi keluarga untuk datang ke polres dan sama-sama menurunkan korban, tapi keluarga tidak bersedia. Keluarga juga sepakat menunggu anak Gaspar dari Larantuka, sehingga kami juga masih menunggu," ujar Kapolres Wresni, ketika dihubungi secara terpisah di Mapolres Lembata.

Ia mengatakan, setelah jasad Gaspar diturunkan baru polisi melakukan otopsi. Otopsi dilakukan oleh tim dokter dari Polda NTT. "Jenazah harus diotopsi, tapi bukan oleh dokter di Lembata, melainkan dokter dari Polda NTT," ujar Wresni.

Tentang sebab perbuatan Gaspar, Wresni mengatakan, tak tahu persis. Mengingat Gaspar meninggal dunia di Polres Lembata dengan cara gantung diri, maka penanganannya pun harus dicaritahu terlebih dahulu. "Setelah dilakukan otopsi baru bisa diketahui apakah korban bunuh diri atau ada hal lain," katanya.

Mengenai kasus pembunuhan Linus Notan yang sedang ditelusuri, Wresni mengatakan, penanganan hukumnya terus dilakukan. "Sekarang ini tim penyidik dari Polda sedang bekerja. Jadi, penanganan kasus itu akan tetap dilanjutkan," tandasnya.

Pihaknya juga siap diperiksa tim Polda NTT, karena kematian Gaspar Molan terjadi di Mapolres Lembata. Ia juga tak menyangka akan peristiwa yang terjadi di lembaga yang dipimpinnya tersebut.
Untuk diketahui, kematian Gaspar Molan dengan cara gantung diri, merupakan kasus kedua dalam bulan Januari 2015.

Jenasah Gaspar Diturunkan Setelah Anaknya Datang

Kapolres Lembata, AKBP Wresni HS Nugroho, mengatakan, sampai Senin sore jenazah Gaspar Molan, belum diturunkan dari posisinya karena masih menunggu anak korban yang sedang dalam perjalanan dari Larantuka ke Lewoleba.

"Kami sudah berusaha menurunkan korban. Kami sudah menghubungi keluarga untuk datang ke polres dan sama-sama menurunkan korban, tapi keluarga tidak bersedia. Keluarga juga sepakat menunggu anak Gaspar dari Larantuka, sehingga kami juga masih menunggu," ujar Kapolres Wresni, ketika dihubungi secara terpisah di Mapolres Lembata.

Ia mengatakan, setelah jasad Gaspar diturunkan baru polisi melakukan otopsi. Otopsi dilakukan oleh tim dokter dari Polda NTT. "Jenazah harus diotopsi, tapi bukan oleh dokter di Lembata, melainkan dokter dari Polda NTT," ujar Wresni.

Tentang sebab perbuatan Gaspar, Wresni mengatakan, tak tahu persis. Mengingat Gaspar meninggal dunia di Polres Lembata dengan cara gantung diri, maka penanganannya pun harus dicaritahu terlebih dahulu. "Setelah dilakukan otopsi baru bisa diketahui apakah korban bunuh diri atau ada hal lain," katanya.

Mengenai kasus pembunuhan Linus Notan yang sedang ditelusuri, Wresni mengatakan, penanganan hukumnya terus dilakukan. "Sekarang ini tim penyidik dari Polda sedang bekerja. Jadi, penanganan kasus itu akan tetap dilanjutkan," tandasnya.

Pihaknya juga siap diperiksa tim Polda NTT, karena kematian Gaspar Molan terjadi di Mapolres Lembata. Ia juga tak menyangka akan peristiwa yang terjadi di lembaga yang dipimpinnya tersebut.
Untuk diketahui, kematian Gaspar Molan dengan cara gantung diri, merupakan kasus kedua dalam bulan Januari 2015.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun