Dulu orang-orang, termasuk saya, sering mengkritik acara-acara sinetron. Dibilang gak mutu lah, gak mendidik dan lain sebagainya. Datang lagi acara-acara reality show musik macam Dahsyat dan Inbox eh, ujung-ujungnya kebanyakan drama juga. Gak mutu juga acara itu. kemudian datang yang lebih parah, generasi Yuk Keep Smile, Campur-Campur dan Fesbuker. Saya menyebutnya tayangan tersebut Alay da TV yang menayangkan bolehlah disebut TV Alay, meski acaranya gak semuanya alay lho.
Ternyata, setelah memasuki musim pemilihan presiden 2014, acara-acara Alay tidak hanya tayang di TV Alay. TV Berita saat ini pun begitu, dipenuhi dengan acara Alay! (Disini yang disebut sebagai TV Berita adalah TV One dan Metro TV). Dulu mereka sering disebut sebagai TV berkualitas, TV yang menyajikan tontonan bermutu. Acaranya berita, talkshow dan acara-acara lainnya yang dikemas menarik dan mendidik.
Namun, TV berita sekarang tak kalah alay, bahkan lebih alay. TV berita itu menyajikan drama. Tak kalah dengan sinetron, mereka juga menyajikan tontonan acara penuh drama dan bumbu-bumbu tak bermutu. Dagelan konyol ala Yuk Keep Smile pun tersaji di TV-TV itu.
Liat saja bagaimana TV One dan Metro TV akhir-akhir ini. Mereka bersaing untuk membela kepentingan pasangan capres-cawapres yang didukung dengan membabi buta.
TV One seperti diketahui merupakan pendukung Prabowo-Hatta setelah pemiliknya Aburizal Bakri yang juga ketua umum Partai Golkar mendukung koalisi Gerindra dan kawan.kawan. Berita-beritanya sudah barang tentu dipenuhi dengan cerita positif Prabowo dan Hatta. Jokowi dan Kalla diberitakan sebaliknya.
Liat saja, ada berita basi yang isinya wawancara dua tahun lalu diulang-ulang berkali-kali. Bukankah berita itu harus aktual?. Berita basi masih aja ditayangin. Mau berita basi lain? Banyak banget.
Metro TV adalah milik Surya Paloh, Ketua Partai Nasdem yang adalah pendukung utama Jokowi-Kalla. Berita di TV selalu antisesis dari apa yang diberitakan TV One. Selalu saja mengagung-agungkan Jokowi-Hatta tanpa cela. Prabowo-Hatta diberitakan sebaliknya sebagai sosok yang negatif. Tak layak jika nantinya memimpin negeri ini.
Lihat saja, ada kasus yang sudah ‘clear’ dan basi diulang lagi. Kenapa dulu sewaktu berada dalam satu perahu kasus ini seolah hilang ditelan bumi? Kok sekarang muncul lagi? Apa kurang berita?. Mau contoh lain? Bejibun, berderet-deret kalau mau menyebut semuanya.
Dalam kedua televisi itu, berita tentang pasangan lain yang menjadi rivalnya durasinya minim. Kalaupun ada pembanding ya disajikan sama sekali tak niat, ala kadarnya, bukan untuk tujuan ‘cover both side’. Pembaca berita berubah menjadi artis picisan yang menyajikan ‘drama berita’ layaknya sinetron. Parahnya, akting mereka buruk. Gesturnya tak sesuai dengan narasi. Penjiwaanya lemah.
Acara talkshow, pun sama saja. Kalau bisa memilih narasumber yang condong mendukung kandidatnya. Kubu lawan dipilihlah yang lemah. Host-nya berperan sebagai sutradara yang menjadikan calon yang didukungnya selalu dalam posisi Protagonis. Musuhnya selalu digambarkan bak Kurawa yang dipenuhi intik jahat seperti dalam kisah Mahabarata. Penggambaranya pokoknya semuanya memuji kandidatnya dan mencela lawanya.
Survei yang ditampilkan kedua TV Berita itu lebih lucu lagi. Survei yang disajikan TV One selalu saja digambarkan Prabowo Hatta sebagai pemenang. Metro TV pun haram memberitakan survei yang menggambarkan hasil Jokowi-Kalla tengah menurun elektabilitasnya. Keduanya pasangan, sama-sama sebagai pemenang di TV masing-masing.
Pendek kata, dua TV itu sudah berubah menjadi TV alay. Beritanya alay ala sinetron. Talkshownya macam YKS, Fesbuker dan Campur-campur yang penuh dengan kekonyolan. Namun, TV Berita saya nilai sudah parah karena mereka membalutnya dalam sebuah berita, informasi yang seharusnya jernih disajikan ke publik, bukan hiburan semata.
TV Berita seharusnya mempunyai tanggungjawab ‘lebih’ untuk melakukan pencerahan publik dengan informasi yang berimbang, aktual, tajam, terpercaya dan terdepan. Jangan lupa, frekuensi yang dipakai adalah milik publik, bukan milik pribadi apalagi milik partai politik.
Untung saja bersamaan dengan pilpres ada gelaran Piala Dunia di Brasil. Ya, semoga carut marut politik yang semakin bikin pusing itu bisa teralihkan. Jangan sampai pula bola dijadikan alat kampanye. Wah, bisa berabe juga itu.
Namun, kalaupun itu terjadi, kita sudah ‘melek’ kan?. Anda tentu saja sudah memiliki pilihan. Mulai malam ini sampai sebulan kedepan, nikmati saja gegap gempita piala dunia. Setuju kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H