[caption caption="Salim, Petani Penolak Pertambangan Pasir Dibunuh"][/caption]
Lumajang…
Nama wilayah itu sontak begitu akrab di telinga akhir-akhir ini. Saya belum pernah kesana dan hanya mengenal Lumajang lewat Nambi, Â sosok Mahapatih Majapahit yang dituding berkhianat ke negeri yang dibangun dan dicintainya. Nambi dituduh hendak memberontak saat Ia pulang kampung ke Lumajang menjenguk ayahnya. Â Fitnah yang berbisa dimakan mentah-mentah Jayanegara, raja muda yang masih ababil, Majapahit pun mengirimkan pasukan segelar sepapan untuk memberangusnya. Ia akhirnya berkalang tanah setelah dikeroyok tiga preman, Jabung Tarewes, Lembu Peteng dan Ikal-ikalan Bang, mereka ini kacung kampret kaki tangan Halayuda sang pemfitnah. Nasib Nambi pun berakhir mengenaskan akibat persekongkolan, intrik licik nan keji dalam memenuhi ambisi meraih harta dan kekuasaan. Begitu yang dikisahkan dalam Pararaton.
Lumajang...
Kini saya tahu seorang sosok lain yang menorehkan kisah di Lumayang, namanya Salim alias Kancil. Seorang petani berusia lebih dari setengah abad dari Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Lumajang. Saya tak mengenalnya secara langsung, namun dari nama alias yang disematkan ke dirinya saya menduga Salim sosok petani yang lincah dan menyenangkan. Â Kini Salim alias Kancil tinggal nama. Ia meregang nyawa karena menjadi petani yang vokal menolak penambangan pasir di desanya. Salim disiksa dengan keji oleh sekumpulan preman yang pro penambangan pasir. Ia diikat, diseret, dipukuli, digergaji dan disetrum di depan khalayak lalu mayatnya diterlantarkan begitu saja ditepi jalan. Salim menjadi korban kebiadaban orang-orang yang sudah dibutakan mata hatinya oleh harta.
Salim Kancil adalah bagian dari 30 juta petani negeri ini yang cenderung diabaikan dan termarjinalkan hingga kini. Salim menjadi sedikit petani yang berani menyuarakan suaranya terhadap kesewenang-wenangan di sekelilingnya. Ia memprotes tambang pasir yang hanya menguntungkan segelintir orang namun lebih banyak mudharat bagi sebagian besar lainnya, terutama petani seperti dirinya. Penambangan pasir membuat aliran air ke sawah yang menjadi penghidupannya tersendat. Salim pun ’berteriak’ memimpin rekan-rekannya sesama petani. Salim diintimidasi, diancam namun Ia tetap teguh pendirian sampai akhirnya Ia harus meregang nyawa.
Tragedi Salim Kancil seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk serius memberikan perhatian terhadap petani, menyelesaikan berbagai konflik agraria, menindak tegas para perusak lingkungan dan menegakan hukum secara tajam ke segala sisi. Usut tuntas tragedi Salim Kancil!
Jangan sampai ada Salim-Salim yang lain di kemudian hari.
Sumber Gambar : www.hushgurus.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H