Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

(Mahabarata) : Satyawati dan Ambisi Wanita Pemantik Petaka

27 April 2014   06:20 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:09 4417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_321555" align="aligncenter" width="300" caption="Tokoh Satyawati dalam Serial Mahabarata (www.starplus.in)"][/caption]

Ahirnya, ada tontonan juga yang mengasyikan untuk disaksikan dilayar kaca. Setelah tak lagi berlangganan TV berbayar, saya kekurangan hiburan dari layar kaca.  Serial Mahabarata di ANTV, meski cuma 30 menit semalam plus rela dipotong acara tidak mutu seperti ‘Campur-Campur’, menjadi oase yang mengasyikan .

Maklum, saya menggemari Kisah Mahabarata sejak kecil dan betah membacanya berjam-jam dari koleksi buku paman. Serial Mahabarata yang ditayangkan di TPI tahun 1990-an,  pun menjadi tontonan wajib masa kecil. Kini hadirnya, Mahabarata versi baru yang langsung diimpor dari India itu seolah mengobati kerinduan itu.

Mahabarata adalah kisah epos mahadahsyat tentang pertarungan antara kebaikan dan kebatilan serta kompleksitas kehidupan. Kisah dari India yang diimpor ke Indonesia mencari cerita pewayangan populer itu penuh dengan drama, pertikaian, perebutan kekuasaan, tipu muslihat, kisah cinta, pengkhianatan dan kisah-kisah hidup lainya yang tak lekang zaman. Pada akhirnya, kebaikan dan cinta kasih lah yang sanggup mengalahkan semua itu dan menjadi pemenang.

Cerita awal kisah Mahabarata produksi Starplus India ini dimulai dari ihwal kehidupan Prabu Sentanu, seorang raja mahsyur dari garis keturunan Sang Kuru di Kerajaan Adikuasa saat itu, Hastinapura. Sentanu memiliki seorang istri bernama Dewi Gangga, dewi dari khayangan, yang dihukum ke bumi. Mereka kemudian memiliki anak yang kemudian dinamai Bisma Dewabrata, pangeran gagah perkasa, sang putra mahkota yang juga manusia setengah dewa tentunya. karena beribu dewi kahyangan dan bapak seorang raja.

Dewi Gangga, karena sudah ketahuan identitas aslinya maka Ia sesuai etika perdewa-dewian pun harus kembali ke kahyangan.  Dengan berat hati, Sang Dewi kemudian meninggalkan Sentanu dan anaknya untuk kembali ke kahyangan dan menjadi Dewi di Sungai Gangga.

Setelah ditinggal istri tercintanya, Prabu Sentanu pun menjadi Duren alias Duda Keren. Saat berkeliling kerajaanya, Dia menjumpai Satyawati, puteri nelayan yang cantik dan mempesona. Sentanu pun kesengsem dan tak perlu pikir panjang untuk hendak menjadikan Satyawati menjadi istrinya.

Namun, Satyawati bukan wanita biasa yang langsung klepek-klepek dilamar raja. Ia mengajukan syarat jika ingin menyuntingnya sebagai istri,  bukan hanya harta benda apalagi sekedar apartemen dan Toyota Velfire, Ia mengajukan syarat berat kepada Santanu, yaitu, keturunanya lah yang akan menjadi raja-raja penerus Hastinapura.  Sentanu ternyata juga laki-laki yang tak begitu saja dibutakan cinyta, Ia lebih mencintai Bisma anak sulungnya, tak menyanggupinya keinginan ambisius Satyawati. Ia ingin Bisma-lah yang menjadi penerusnya.  Sang prabu pun lebih memilih untuk memendam rasa cintanya yang bergelora.

Namun, Bisma yang sudah beranjak dewasa dan gagah perkasa adalah juga anak yang berbakti, tentu tak tega melihat ayahnya bermuram durja, tersiksa karena cinta. Ia mencari tahu penyebabnya. Setelah mengetahui pangkal persoalanya, Bisma pun menemui Satyawati dan melamar gadis cantik yang telah merampok hati ayahandanya itu. Namun, Satyawati adalah wanita yang penuh ambisi. Satyawati tetap pada pendirianya bahwa Ia bersedia dinikahi sentani jika dan hanya jika keturunananya dijamin menjadi penerus tahta Hastinapura.

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya Satywatai ini adalah wanita yang agak tak tahu diri. Sudah diberi ‘kemuliaan’ diangkat derajatnya dari anak nelayan menjadi istri raja namun meminta tak cukup, Ia menghendaki tahta. Ia tak mau anak turunanya hanya menjadi penonton di istana Hastina pura. Maka meski sudah diberi hati, Ia minta rempela dan jantungnya sekalian. Itulah Satyawati dan mungkin sebagian besar wanita di muka bumi ini.

Akhirnya, Bisma yang sangat mencintai ayahnya mengabulkan keinginan Satyawati. Ia bersumpah tak akan menjadi raja Hastina yang menjadi haknya. Untuk menjamin sumpahnya, Ia bahkan menambahnya dengan bersumpah bahwa dia tidak akan menikah seumur hidupnya. Hal itu dilakukan agar nantinya, Ia tak punya keturunan yang menggangu anak-cucu Satyawati. Sungguh sumpang yang bikin sengsara, Bisma laki-laki langka.

Satyawati pun setuju, Prabu Sentanu yang sebenarnya lebih mencintai anaknya, akhirnya menikahi perempuan ambisius itu. Singkat cerita dari pernikahan tersebut, Sang Prabu berputera Citranggada dan Wicitawirya. Citrānggada wafat di usia muda dalam suatu pertempuran, kemudian ia digantikan oleh adiknya yaitu Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum sempat memiliki keturunan.

Satyawati kemudian menyarankan kedua janda Wicitrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika untuk meminta bantuan ke Resi Byasa. Akhirnya dengan bantuan resi sakti mandraguna itu, Ambika dan Ambalika melahirkan masing-masing seorang putera, nama mereka adalah Pandu dari Ambalika dan Drestarastra dari Ambika. Sebab Drestarata terlahir buta, maka tahta Hastina diserahkan kepada  Pandu adiknya. Pandu menikahi Kunti kemudian Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan Madrim.

Pandu tak lama bertahta. Akibat kesalahan Pandu pada saat memanah seekor kijang yang sedang kasmaran, Kijang tersebut mengeluarkan Supata atau Kutukan bahwa Pandu tidak akan merasakan lagi hubungan suami istri, dan bila dilakukannya, maka Pandu akan mengalami ajal. Kijang tersebut kemudian mati dengan berubah menjadi wujud aslinya yaitu seorang pendeta. Kejadian buruk itu membuat Pandu lalu mengajak kedua istrinya menyepi ke hutan. Mereka meninggalkan Istana Hastina dan tahta diserahkan kepada Destrarata, Sang Pangeran buta.

Sepeninggal Pandu, Satyawati yang sudah menjadi ibu ratu merasa bahwa keputusanya dulu bersikeras keturunanya yang menjadi raja akan mendatangkan malapetaka. Ia tak begitu sreg dengan Destrarata yang banyak dipengaruhi oleh Sengkuni yang licik dan jahat, kakak dari Gandari, istrinya. Ia merindukan Pandu yang bijaksana untuk kembali memimpin Hastina.

Apalagi, setelah Gandari melahirkan 100 orang putra yang dikemudian hari disebut Kurawa. Hati satyawati semakin resah. Pasalnya, alam sudah memberikan pertanda, Duryudana anak sulung Destrarata akan menjadi malapetaka bagi umat manusia. Destrarata sudah disarankan untuk mengorbankan anaknya itu namun tak digubris. Raja buta itu pun tampaknya sudah nyaman menjadi raja dan bersikeras anak-anaknyalah yang kelak menjadi penerus tahta Hastina.

Akhirnya, ditengah kegalauannya, Satyawati pun berniat menyusul Pandu ke hutan dan memintanya kembali ke Hastina. Ia berangkat ditemani Widura. Ditengah perjalanan, Ia pun curhat tentang keresahanya ke Widura, termasuk penyesalanya atas egoisme dan ambisinya dulu yang kini menyiksa batinya. Ia juga menemui Dewi Gangga, ibu dari Bhisma, untuk berkeluh kesah dan bertanya kenapa dahulu tak mencegah sumpah Bisma.

Penyesalan, memang biasa datang di akhir. Satyawati  semakin menyesal ketika menerawang bahwa malapetaka kini sudah didepan mata. Tahta yang diimpikanya dan kini sudah diraih keturunanya ternyata tak membuatnya bahagia, justru menderita.

Dan, bayangan itu semakin jelas ketika esampainya dihutan, Pandu telah mati karena melanggar kutukan untuk tak berhubungan intim. Madri, istri yang menggodanya ikut bunuh diri. Mereka meninggalkan Kunti dan pandawa lima anak-anaknya yang masih belia. (Yudistira, Bima, Arjuna anak dari Kunti dan Nakula-Sadewa, Si Kembar anak dari Madri. Mereka bukanlah anak hasil persetubuhan dengan Pandu, melainkan anugerah dari dewa, buah dari pemujaan Pandu, Kunti dan Madri).

Akhirnya, Setyawati pun membawa Pandawa dan Kunti kembali ke Hastina. Ia berharap anak-anak Pandu yang pintar, alim dan sopan itu yang di kemudian hari mempimpin kerajaan. Satyawati pun telah membawa masalah besar ke dalam istana. Sebab, Pandawa tidak diterima Destrarata pamanya dan bala Kurawa sepupunya . Mereka dimusuhi dan hendak dimusnahkan dengan berbagai cara melalui bantuan akal bulus Sengkuni.

Maka, benih peperangan antar saudara maha dahsyat pun telah disemai. Dan , Satyawati dengan ambisinya telah memantik petaka. Perempuan egois dan serakah itu mempunyai andil besar dari konflik itu. Anak turunanya saling berperang, saling menghancurkan satu sama lain memperebutkan tahta Hastinapura yang dulu menjadi impianya.

---

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun