Purbalingga termasuk daerah yang cukup awal memiliki rumah sakit modern, bahkan lebih dulu dibandingkan wilayah tetangganya di Karesidenan Banyumas. Rumah sakitnya dibangun oleh para dokter yang tergabung dalam misionaris di 'Kota Perwira'.
Berdasarkan catatan sejarah, rumah sakit pertama di Purbalingga itu dibangun mulai pada Sabtu, 24 Desember 1910 oleh lembaga pengkabaran injil Nederland Zendings Genootscap yang dipimpin oleh Pendeta Dr. Bernard Jonathan Esser dan dr. M. van Stokum utusan dari Gereja Gereformeerde Rotterdam. Kurang dari setahun, pada 21 November 1911 rumah sakit tersebut diresmikan dan mulai melayani masyarakat umum dengan kapasitas dapat menampung sampai 130 pasien.
Sebagai informasi, di Banyumas Rumah Sakit Zending-nya (Kini RS Margono) baru berdiri pada 1914 dan Rumah Sakit Juliana (Kini RSUD Banyumas) berdiri pada 1925.
Nama resminya adalah Zendings Ziekenhuis te Poerbolinggo yang disebut menjadi Rumah Sakit Zending. Namun, karena lokasinya di Dusun Trenggiling, Desa Kalikajar (Kini masuk wilayah Kecamatan Kaligondang), masyarakat lebih gampang menyebut 'Rumah Sakit Trenggiling'.
Jika menilik masa pemerintahannya, rumah sakit tersebut dibangun dan diresmikan pada era Bupati Raden Adipati Ario Dipokusumo VI (1899 -- 1925). Rumah sakit itu menempati bekas pabrik indigo (pewarna kain alami) dan pengepakan gula seluas kurang lebih 8 hektar, lengkap dengan gereja, perumahan pegawai rumah sakit dan pendeta.
Selain, Dr. B.J Esser dan dr. M. van Stokum, beberapa nama yang terlibat dalam pembangunan rumah sakit tersebut yaitu : Marthen Dangin, Hendrik Elifas, Benjamin Emprah, Salmon Asah, Ekker Elifas yang kemudian bekerja menjadi tenaga juru rawat. Kemudian, ada Pak Tir seorang tukang kayu dari Bancar yang menjadi mandor lokal dan Gan Thian Jie, orang Tionghoa yang merupakan donatur terbesar.
Catatan : Marga Gan merupakan pionir Tionghoa di Purbalingga dan mereka menjadi pimpinan di komunitasnya. Selain sebagai saudagar, banyak keturunanannya yang menjadi dokter, anggota dewan kabupaten dan tokoh terkemuka lainnya. Salah satunya Gan Koen Han yang telah saya tulis dan bisa dibaca di sini
R.S Trenggiling kemudian berkembang dan menjadi rumah sakit rujukan bagi warga Purbalingga yang hendak berobat. Masyarakat 'Kota Perwira' yang usianya di atas 50-an pasti paham akan eksistensi rumah sakit itu.
Saat Belanda kalah perang pada 1942, Pendudukan Jepang yang menggantikan juga tak mengubah fungsi rumah sakit ini. Dokter-dokter serta para suster serta misionaris Belanda yang bertugas juga tidak diusik. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaaanya, orang Belanda yang hengkang juga hanya di kalangan militer sedangkan para dokter dan susternya masih bertahan.