Sunan Bonang atau Makdum Ibrahim berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk Agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah Suluk Wijil dan Tembang Tombo Ati yang masih sering dinyanyikan orang hingga kini. Selain itu, Ia melakukan pembaharuan pada Gamelan Jawa dengan memasukkan alat musik baru yaitu, rebab dan bonang. Dari sinilah, nama Sunan Bonang berasal.
Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra dalam Bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang yang berisi inti sari ajaran Sunan Bonang. Ia diperkirakan wafat pada tahun 1525 M dan dimakamkan di daerah Tuban, Jawa Timur.
Sunan Drajat adalah adik Sunan Bonang, putra Sunan Ampel. Nama aslinya Masih Munat atau Raden Qasim. Sunan Drajat terkenal dengan kegiatan sosialnya. Dialah wali yang mempelopori penyantunan anak-anak yatim dan orang sakit. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras dan peningkatan kemakmuran masyarakat sebagai pengamalan dari agama. Pesantren Sunan Drajat yang bertempat di Desa Drajat - saat ini berada di Kecamatan Paciran, Lamongan - dijalankan secara mandiri.
Dalam penyebaran Agama Islam, Sunan Drajat juga menggunakan elemen budaya. Ia menciptakan Tembang Macapat Pangkur. Sampai saat ini, masih ada Gamelan Singomengkok yang disebut sebagai peninggalannya di Museum Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Ia diperkirakan wafat pada tahun 1522.
Satu era dengan mereka, ada Raden Paku alias Sunan Giri. Murid Sunan Ampel ini syiar dakwahnya membentang hingga ke luar Pulau Jawa seperti Nusa Tenggara Barat, bahkan Maluku. Makam Sunan Giri berada di Desa Giri, Gresik.
Kemudian, ada Sunan Kudus yang merupakan cucu Sunan Ampel. Nama aslinya Ja'far Sadiq. Sunan yang punya minat besar dalam ilmu pemerintahan ini  memiliki peran vital dalam pendirian Kesultanan Demak. Imperium Islam pertama di Pulau Jawa ini merupakan tempatnya berandil sebagai panglima perang, penasihat sultan, Mursyid Thariqah, dan hakim peradilan negara. Sunan Kudus banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa.
Salah satu peninggalannya yang terkenal adalah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.Â
Berikutnya, ada Sunan Kalijaga, putra Adipati Tuban. Nama kecilnya Raden Mas Sahid, Seperti gurunya, Sunan Bonang, ia berdakwah menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk penuh makna seperti Lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul.
Pada masa Kesultanan Demak, beliau bertindak sebagai penasihat sultan. Ia yang diceritakan berumur panjang mengawal syiar Islam sampai era Kesultanan Pajang dan Mataram. Makamnya ada di Kadilangu, sebuah Tanah Perdikan sejak era Raden Fatah.
Sunan Kalijaga menurunkan Raden Umar Said  yang ketika dewasa turut menyebarkan Islam. Ia yang merupakan adik ipar Sunan Kudus, diberi gelar Sunan Muria. Wilayah dakwahnya di pedesaan. Pesantrennya terletak di Lereng Gunung Muria dan setelah wafat, ia  dikebumikan di sana.
Kemudian, ada Sunan Gunung Jati yang berdakwah di sekitar Jawa Barat sampai ke Banten. Nama aslinya Syarif Hidayatullah dan masih keturunan Keraton Pajajaran melalui pihak ibu. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahan yang kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan Agama Islam di Banten.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!