Hasil Pemilihan Umum (Pemilu 1955) yang dinilai berlangsung jujur, adil dan demokratis, berakhir dengan tragis. Tak sampai masa bakti usai, parlemen dibubarkan oleh Presiden Soekarno via Dekrit 5 Juli 1959 yang fenomenal. Setahun berikutnya, pemerintah bahkan membubarkan beberapa partai politik seperti Masyumi, PSI dan Murba.
Kisah Pemilu 1955 sudah saya tulis sebelumnya di siniÂ
Setelah itu, ketidakstabilan politik melanda negeri ini. Pemerintah Soekarno mulai goyang, kemudian muncul peristiwa G-30 S PKI yang membuat chaos. Soeharto kemudian tampil sebagai 'penyelamat' dan menjadi presiden kedua negeri ini setelah diangkat pada Sidang Umum MPRS 1967.
Maka, Republik Indonesia mulailah masuk ke dalam era yang disebut dengan Pemerintahan 'Orde Baru' (Orba).
Pemerintah Soeharto tak langsung menggelar pesta demokrasi. Mereka disibukan dengan upaya-upaya mengembalikan kestabilan politik dan keamanan di dalam negeri. Baru empat tahun kemudian, pada 1971, pemilu kedua di republik ini, perdana di era orba digelar.
Jumlah Partai Menyusut
Situasi politik selama masa transisi menyebabkan peserta Pemilu 1971 berubah drastis. Secara jumlah, dari semula puluhan partai / ormas dan perseorangan (ada 29 yang mendapatkan suara di parlemen) pada pemilu sebelumnya, menjadi hanya 10 pada pemilu kali kedua ini.
Seperti diketahui, pada era Orba, PKI dan ormas-ormasnya yang dianggap menjadi dalang pemberontakan tentu saja disetip via Tap MPRS Nomor XXV 1966. Sebelumnya, seperti disebutkan di atas, Soekarno sudah lebih dulu mem-blacklist Masyumi, PSI dan Murba pada 1960.
Selain ada yang hilang, ada pula dua partai baru pendatang baru, yaitu, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) yang dibentuk untuk menampung partai - ormas Islam. Kedua, Golongan Karya (Golkar). Sebagai informasi, Golkar ini sebenarnya dibentuk oleh Presiden Soekarno lho bersama dengan TNI AD untuk menyeimbangkan partai-partai politik, yang dikenal dengan Sekber (Sekretariat Bersama) Golkar.
Jadi, peserta pemilu 1971 ada sembilan partai dan Golkar, yaitu Partai NU, Parmusi, PNI, PSII, Parkindo, Partai Katolik, Partai Pesatuan Tarbiyah Islam, Partai Murba dan Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia. Mereka berkompetisi untuk memperebutkan 360 kursi DPR.