Kalau saya coba berselancar di internet, ada beberapa kekar kolom nan dindah yang terkenal di dunia, seperti Giant Causeway di Irlandia, Fingla's Cave di Staffa -- Skotlandia, Cape Stolbchaty di Pulau Kuril -- Rusia, Devils Tower di Taman Nasional Crook County Wyoming USA, Jusangjeolli di Pulau Jeju -- Korea Selatan, Litlanesfos di Islandia.
Bangunan alam gigantik dan unik itu dijadikan wisata minat khusus, yaitu, wisata alam dan geologi, yang menarik banyak pengunjung dari berbagai belahan dunia.
By the way, Indonesia juga punya 'columnar jointing' yang sudah dikenal seperti Tanjung Meriam di Bima - Nusa Tenggara Barat, Situs Gunung Padang di Cianjur -- Jawa Barat atau Lemah Abang, Pekalongan -- Jawa Tengah. Barisan batu segede-gede gaban itu bahkan sudah dikelola menjadi destinasi wisata.
Ssst, kalau di Purbalingga, selain Talun Wringin juga ada lho, lokasinya di Dukuh Kepyar, Desa Ponjen, Karanganyar. Saya menyambanginya awal 2020 lalu. Hanya saja batu columnar joint yang ada di Ponjen sudah roboh berserakan, warga menyebutnya dengan Candi Wurung.
Columnar Joint dan Peradaban
Batu-batu kekar kolom itu ternyata juga lazim dijadikan bahan baku bangunan ritus religi dan kebudayaan atau bahkan strukturnya yang terbentuk alami itu dimanfaatkan sebagai bangunan itu sendiri. Menurut Kang Siswandi, peradaban paleolitikum, megalitikum, neolitikum yang masih menganut animisme-dinamisme sampai era Hindu-Buddha, bahkan ketika Islam masuk banyak yang memanfaatkan batu columnar joint yang terbentuk hampir simetris dan seragam itu untuk struktur bangunan ritual dan kebudayaan.
Peninggalan purba di Indonesia yang memanfaatkan batu columnar untuk membentuk struktur bangunan salah satunya adalah Situs Gunung Padang. Konon, bangunan mirip piramida itu sudah ada sejak manusia 3.500 tahun sebelum Masehi yang artinya satu era dengan piramida di Mesir.
Menurutnya, Situs Gunung padang itu terdiri dari batu columnar joint yang ditata sedemikian rupa. "Batunya tidak diolah hanya penataan-penataan kasar, tetapi luar biasa besar ukurannya," ujarnya. Selain itu, masyarakat purba juga membuat bangunan-bangunan untuk kepentingan ritual seperti, punden berundak, menhir, dolmen yang bahan bakunya berasal dari batuan kekar kolom yang memang sudah dibentuk rapi oleh alam.
"Jadi, itu hasil fenomena geologi dimanfaatkan untuk kepentingan mereka. Material dan lokasi diawali dengan fenomena geologi kemudian pada perkembangannya dengan hanya ditata dan difungsikan menjadi tinggalan arkeologi," ujarnya.